Berbaikan

1933 Words
Siang ini Rio kembali mendatangi sekolah Amel untuk kembali mencoba meminta maaf pada kekasihnya. Rio sengaja datang setengah jam lebih awal supaya dapat melihat AMel ketika gadis itu keluar dari gedung sekolah. Karena sejak kejadian itu, Amel selalu menghindarinya. “Mel, tuh elo dijemput sama Rio,” ujar Sheila saat melihat pemuda itu berdiri di dekat pos jaga. “Biarin lah, gue masih males ketemu sama dia,” sahut Amel. “Jangan gitu Mel, marah boleh, ngambek boleh, tapi jangan kelamaan. Nanti kalo Rio bosen nungguin elo, terus dia berpaling ke cewek lain mau?”   “Terus gue mesti gimana dong? Masalahnya dia udah bohongin gue sekali. Emang ada yang bisa jamin kalo dia nggak akan bohongin gue lagi?” “Kadang orang bohong itu kan demi kebaikan Mel. Mungkin saat itu Rio nggak maksud bohong, kan elo nggak akan tau kebenarannya kalo elo nggak ngomong langsung sama dia.” “Jadi maksud lo, gue mesti maafin Rio dan ngasih dia kesempatan gitu?” tanya Amel. “Ya terserah elo sih. Kalo gue jadi elo, gue pasti mau tau dulu kenapa dia ngebohong,” sahut Sheila. “Iya juga sih. Ya udah, kalo gitu gue ke Rio dulu. Makasih sarannya ya Shel.” Amel berjalan meninggalkan Sheila untuk menemui Rio dan berbicara dengan kekasihnya. Di tempatnya, Sheila tersenyum melihat betapa mudahnya dia membuju Amel yang memang pada dasarnya masih lugu dan belum berpengalaman menghadapi lawan jenis. “Shel, Amel mana?” tanya Reza saat tiba di samping Sheila. “Tuh, sedang bersama pujaan hatinya,” ujar Sheila sambil melirik ke arah Jonathan. “Wah, bakalan panjang nih,” gumam Reza.  Jonathan melihat ke arah Amel dan Rio dengan tatapan datar, akan tetapi tangannya mencengkram tas ranselnya dengan sangat erat. Dia berusaha menahan emosinya saat melihat Amel kembali dekat dengan Rio. “Ayo cabut Za,” ujar Jonathan datar. Reza memalingkan wajah dan menatap Jonathan. Dia sedikit gentar ketika melihat tatapan mata Jonathan yang sulit ditebak. Dalam situasi seperti ini, dia memilih mengikuti perkataan Jonathan yang sudah terlebih dahulu berjalan menuju tempat parkir. Amel melihat dari kejauhan jika Jonathan berjalan menuju tempat parkir. Mendadak hatinya merasa gelisah dan ingin secepatnya pergi dari hadapan Rio. “Kamu mau ngomong apa sih?!” tanya Amel sedikit tidak sabar. “Kamu marah banget sama aku ya Mel?” tanya Rio mencoba mengambil hati kekasihnya. “Menurut kamu?!” tanya Amel singkat. “Maaf Mel, aku nggak maksud bohong sama kamu. Kemarin itu posisinya emang kita belajar kelompok kok dari siang. Terus karena pada cape dan jenuh, jadi kita mutusin nonton,” ujar Rio mencoba menjelaskan. Amel menyimak semua perkataan Rio sambil matanya tak lepas menatap bahasa tubuh pemuda itu yang sedikit gelisah. Namun, pandangan mata Rio tak lepas menatap dirinya. Hatinya sedikit bimbang antara mempercayai ucapan Rio atau tidak. “Tetep aja kamu nggak jujur,” ujar Amel dengan nada suara lebih lunak. “Harusnya kamu tetep ngasih kabar ke aku,” “Ya mana aku tau bakal ketemu kamu di sana Mel,” sela Rio. “Terus kalo beneran nggak ketemu, besok-besok kamu bisa ngulangin lagi kan,” sahut Amel yang kembali merasa kesal karena jawaban Rio. “Bukan begitu,” ujar Rio. “Maksud aku, tadinya mau ngabarin kamu, cuma aku beneran lupa,” ujar Rio mencoba mencari pembenaran dari perbuatannya. “Tetep aja itu namanya nggak jujur. Kali ini aku maafin, tapi kalo sampe aku tau kamu berbohong lagi, atau ada sesuatu yang sengaja kamu tutupin, aku nggak akan pernah maafin kamu,” ujar Amel dengan tegas. “Iya Mel, aku ngerti. Sekarang kamu udah maafin aku kan?” rayu Rio. “Hm,” sahut Amel. “Kalo gitu, sekarang kita bisa pulang kan?” tanya Rio. “Maaf, hari ini nggak bisa. Aku janji mau pulang sama Jojo,” “Kok gitu sih?!” sela Rio tidak suka. “Sori ya, aku nggak bisa lama-lama disini. Jojo udah nungguin dari tadi.” Tanpa menunggu jawaban Rio, Amel membalikkan badan dan berlari menuju tempat parkir. Dia takut Jonathan akan meninggalkan dirinya. Rio menatap Amel dengan kesal. Bagaimana mungkin gadis itu lebih memilih pulang bersama Jonathan dibandingkan dirinya.  “Gue pikir bakal ditinggal,” ujar Amel dengan napas terengah-engah. Saat tiba di dekat Jonathan dan Reza. “Maunya begitu, tapi nggak boleh sama Eza,” sahut Jonathan datar. “Elo marah sama gue?” tanya Amel. “Kamu mau pulang nggak?” tanya Jonathan mengalihkan pembicaraan. Sementara itu, Eza yang berdiri sedikit di belakang Jonathan memberikan kode supaya dirinya diam dan mengikuti kemauan Jonathan. “Iya,” sahut Amel sambil mendekati motor. “Mana helm nya?” Jonathan menyodorkan helm dalam diam pada Amel, dan menunggu sampai gadis itu naik ke atas motor dan duduk dengan baik. Tanpa banyak bicara, Jonathan langsung mengendarai motor keluar dari sekolah. Amel menjadi merasa bersalah pada sahabatnya karena sudah kembali berbaikan dengan Rio. Sepanjang perjalanan, tidak ada satupun dari mereka yang berbicara.  “Maafin gue Jo,” gumam Amel pelan sambil terus memeluk pinggang Jonathan. Jonathan menghentikan motor di depan pagar rumah Amel dan menunggu gadis itu turun. “Kenapa nggak turun?” tanya Jonathan sambil menoleh ke belakang. “Gue mau ke rumah elo aja,” sahut Amel tanpa sedikitpun melepaskan pelukannya. Jonathan mengembuskan napas, akan tetapi kembali menjalankan motor menuju ke rumahnya sendiri. Sampai di halaman rumah Jonathan menunggu sampai Amel turun, baru setelah itu dia mematikan mesin motor dan turun. Setelah membuka helm, Jonathan berjalan menuju ke dalam. Amel berjalan mengikuti Jonathan yang belum mau berbicara padanya. “Elo marah sama gue?” tanya Amel setelah mereka duduk di ruang tamu. Jonathan menoleh ke samping dan memandangi Amel sebelum menjawab. “Menurut kamu?” “Elo bilang nggak akan pernah marah sama gue?!” tuntut Amel. “Iya, aku nggak akan pernah marah sama kamu, apalagi sampai berbuat kasar. Tapi ini masalahnya beda Mel. Daripada aku marah nggak jelas, mending aku diem,” sahut Jonathan. “Kenapa elo marah?” “Kenapa kamu masih tanya?” Jonathan balik bertanya. “Jo! Gue serius!” seru Amel mulai kesal. “Aku juga serius Mel!” ujar Jonathan sambil terus menjaga nada suaranya. Sekesal apapun dirinya pada Amel, dia tidak sanggup untuk marah, apalagi sampai membentak gadis itu. Dirinya terlalu menyayangi Amel sehingga tidak mampu untuk menyakiti hati gadis itu. “Kasih tau salah gue di mana?!” tuntut Amel. “Kamu masih nanya? Kamu nggak nyadar apa yang bikin aku marah sama kamu?”  Jonathan benar-benar lelah menghadapi kelakuan Amel kali ini. Ingin rasanya dia mengguncang tubuh Amel dan menyadarkan gadis itu jika Rio hanya mempermainkannya. “Kalo elo nggak ngomong, mana gue tau,” sahut Amel sedikit gentar melihat sinar mata Jonathan yang mulai berubah. “Kamu kapan mau jadi pinter sih Mel?!” “Maksud lo?!” “Sampe kapan kamu mau dibodohin sama yang namanya Rio?!”                   “Kok elo ngomongnya gitu sih?!” Jonathan benar-benar merasa lelah menghadapi kebebalan sahabatnya yang sudah dibutakan oleh yang namanya cinta. Merasa percuma berbicara lebih lama dengan Amel, Jonathan berdiri dan berjalan ke arah tangga ke dalam menuju ke kamarnya yang terletak di atas. “Elo mau ke mana?!” seru Amel. “Mau ke kamar, ganti baju, bikin PR,” sahut Jonathan datar. “Jiah, dia beneran marah sama gue,” gumam Amel. Amel bergegas mengejar Jonathan ke atas. Tiba di depan kamar Amel langsung membuka pintu kamar tanpa mengetuk nya terlebih dahulu. “KYA!” seru Amel saat melihat Jonathan sedang mengganti pakaian. Jonathan mengembuskan napas melihat Amel yang masuk kamarnya tanpa ijin. “Kenapa nggak ketuk pintu dulu?!” “Biasa kan gue juga langsung masuk,” sahut AMel. “Tapi kan kamu tau aku mau ganti baju.” “Iya, maaf deh.” Amel berjalan menghampiri Jonathan. Dia berdiri di hadapan sahabatnya sambil tersenyum manis. “Maafin gue ya,” ujar Amel sambil mengedip-ngedipkan matanya. Jonathan tersenyum melihat kelakuan Amel, dan amarahnya langsung surut ditatap begitu oleh sahabatnya. “Gitu dong,” ujar Amel merasa lega melihat sahabatnya kembali tersenyum. “Elo kalo lagi cemberut jelek tau.” “Kamu nggak mau ganti baju?”  “Mau. Gue pinjem baju lo,” sahut Amel seraya membuka lemari baju Jonathan. Amel mengambil salah satu baju kaos dan celana pendek Jonathan, membawanya ke kamar mandi. Selesai berganti baju, Amel mendekati Jonathan yang sedang mengerjakan PR di meja belajar. Tanpa rasa sungkan, Amel memeluk leher  Jonathan dari belakang dan mendekatkan bibirnya ke telinga pemuda itu. “Jangan marah lagi ya. Gue tau gue salah, tapi elo dengerin dulu penjelasan gue.” “Hm,” sahut Jonathan tanpa mengalihkan perhatiannya dari tugas yang sedang dikerjakan. “Tadi tuh Rio minta maaf ke gue,” “Kamu maafin?” sela Jonathan. Amel pun menceritakan kejadian tadi saat Rio mencoba menjelaskan semuanya dan meminta maaf serta berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.  “Jadi gue bilang sama dia, kalo sekali lagi ketauan dia nggak jujur, bakal gue putusin,” ujar Amel mengakhiri ceritanya. “Yakin bakal sanggup mutusin dia?!” tanya Jonathan sangsi. “Harus bisa lha, karena ….”  “Karena?” tanya Jonathan penasaran. Amel ragu untuk mengatakan jika memang suatu saat dia harus bisa melepaskan Rio karena dirinya yang sudah memiliki tunangan. Bahkan mungkin suatu hari nanti dia harus menjauhi Jonathan jika Ardian tidak suka melihat persahabatan mereka. “Kenapa diem?” tanya Jonathan  yang menjadi penasaran. “Gapapa,” sahut Amel cepat. “Gue ikutan bikin PR aja deh.”  Amel bergegas keluar kamar untuk mengambil tas yang tadi dia letakkan di ruang tamu. *** Rio kembali ke rumahnya dengan perasaan kesal karena gagal mengajak Amel pulang bersamanya. Padahal sebenarnya dia ingin membawa gadis itu jalan dan mencoba memulai niatnya untuk menikmati uang Amel. Rio membuka pintu rumah dan masuk ke dalam. Ternyata di sana sudah menunggu kekasihnya yang asik menonton televisi. “Kenapa muka lo bete? Belum bisa ngelunakkin hati Amel?” “Udah,” sahut Rio singkat. “Terus kenapa masang muka masam kayak gitu? Kayak habis disuruh minum cuka sebotol,” ledek sang gadis. “Sepertinya gue mesti bikin perhitungan sama yang namanya Jonathan.” “Emang kenapa sama Jonathan?” “Amel lebih milih pulang sama dia daripada gue. Harga diri gue direndahin banget sama ulah anak manja!” “Emang elo yakin bakal menang lawan Jonathan? Setau gue itu anak jago bela diri.” “Gue nggak takut! Tinggal minta tolong sama Arif cs, beres urusan!” “Kalo elo nyentuh Jonathan, dan Amel tau itu akibat perbuatan elo, gue jamin dia nggak akan pernah maafin elo. Mikir dulu deh sebelum bertindak,” ujar sang gadis memperingatkan Rio. “Terus gue mesti gimana dong?” “Sabar sedikit lagi kan nggak masalah.” “Tumben ngomong lo waras, “ ujar Rio. “Yah, kalo mau dapet ikan kakap kan kita emang harus bisa sabar dan nunggu waktu yang tepat.” “Tadinya gue mau ngajak Amel jalan, dan mau nyoba minta dibeliin sepatu yang kemarin ini gue liat. Cuma harganya selangit, dan gue lagi nggak punya duit sebanyak itu.” “Emang elo yakin Amel mau beliin?” tanya sang gadis sedikit sangsi. “Yakin lah,” sahut Rio mantap. “Gue udah mulai paham gimana caranya biar anak itu mau ngeluarin duit buat gue.” “Kalo kayak gitu, mending jangan minta buat beli barang dulu. Elo bisa mulai dengan bilang nyokap elo gimana-gimana, itu lebih aman,” saran sang gadis. “Boleh juga tuh ide lo. Emang elo pacar gue yang terbaik,” puji Rio sambil duduk di samping kekasihnya dan memeluk gadis itu dengan mesra. “Gue gitu lho,” sahut sang gadis dengan nada sombong.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD