6. Protagonis Wanita

1245 Words
Ada kernyitan kecil ketika dia memandang gadis cantik itu. Peter salah satu anggota geng King makanya memanggil Gio dengan sebutan Bos. Alih-alih menjawab pertanyaan Peter, Gio malah melirik Grace yang tampak terpukau dengan ketampanan Ash. Dia sudah sering melihat tatapan kagum seperti itu, tapi masih saja kesal setiap kali melihatnya.  Mengepalkan tangan, menggemeretakkan giginya, dia melampiaskan amarah ke Peter. "Apa urusannya denganmu?" bentak Gio. Peter tampak pucat, berkata dengan terbata-bata, "Bu-bukan begitu, Bos. Aku, aku..." Grace ingat plot ini. Dalam novel, ada kejadian Ash dan Gio bertengkar di kafe dan meyebabkan Villain itu cedera. Pemicu pertengkaran adalah Lily. Sebelumnya, Gio yang sudah berteman dekat dengan Lily membuat janji bertemu di kafe ini untuk merayakan jabatan barunya sebagai kapten tim basket. Pria itu juga ingin menagih hadiah sesuai yang dijanjikan sang protagonis wanita. Sayangnya, dia datang terlambat karena motornya rusak. Saat Gio akhirnya tiba di kafe, Lily telah bersama Ash. Lebih parahnya, dia salah paham, mengira hadiah yang harusnya diberikan untuknya justru diberikan Lily kepada Ash. Gio yang mudah tersulut emosi terutama terkait Lily pun menjadi naik darah dan memukul wajah Ash. Dia pikir pemuda yang tampak seperti idol itu tidak bisa bela diri, tapi ternyata lebih mampu darinya. Hasil akhir pertarungan itu, Gio mendapat cedera dan tangannya tidak bisa digunakan untuk bermain basket lagi. Bahkan hubungan pertemanannya dengan Lily menjadi sedikit renggang karena kejadian itu. Grace menghela napas setelah pulih dari ingatan akan cerita dalam novel. "Aku bahkan nggak bisa makan dengan tenang." Orang-orang di sana berpikir Grace sedang mengeluhkan kelakuan Peter yang tampak mengganggu kencannya, padahal dia sedang memikirkan plot dalam novel.  Peter semakin pucat, dan tahu kalau dia telah memprovokasi 'pacar' bosnya ini. Gio melirik Grace, menyeringai samar karena menyukai sikap gadis itu. Grace melihat sekitar, mencari keberadaan tokoh utama wanita yang akan datang dengan Emily, dan benar saja. Dua gadis itu baru saja masuk ke kafe. Peter masih mencoba meringankan suasana dengan perkataan, "B-bos, maaf aku─" Grace yang ekspresinya suram, tiba-tiba memukul meja. Orang pikir dia sudah sangat marah dengan Peter, dan anehnya mereka berkeringat dingin karena wajah datar itu, seolah satu kata yang keluar dari mulutnya akan menjadi vonis bagi mereka. Tidak ada yang mengira kalau gadis itu akan memiliki tempramen yang sama buruknya dengan Gio. Ash memerhatikan Grace, tampak mengenali gadis cantik itu dari postur dan bentuk wajahnya. Baru saja dia akan menanyakan nama gadis itu, saat Lily tiba-tiba mendatanginya. "Ash? Kamu di sini?" sapa Lily dengan suara lembutnya yang bagai nyanyian tidur. Semua orang memandang Lily. Grace ingat deskripsi penulis novel tentang Lily dan itu sesuai dengan kecantikan di depannya. Gadis itu memiliki rambut hitam lurus yang indah diikat kucir kuda agak tinggi. Wajah yang lonjong bertahtakan sepasang netra hitam yang tampaknya bertabur cahaya bintang. Hidung mungil dan bibir tipis semerah ceri. Saat dia tersenyum dan menarik sudut-sudut matanya, seolah dunia menjadi sehangat senja, membuat orang merasa damai. Sosok yang sangat indah dengan kulit cerah, dan kaki ramping lurus, disempurnakan dengan kecerdasan IQ, tempramen lemah lembut dan baik hati. Penulis benar-benar menciptakannya dengan penuh kehati-hatian. Grace mengakui kalau Lily memang pantas disebut tokoh utama wanita dan gadis tercantik di Wonderfull High School. Para siswa bahkan menjulukiny sang dewi. Gio melihat Lily, berpikir gadis itu akan menyapanya karena dia yang membuat janji bertemu, tapi di mata siapa pun, selalu Ash yang akan mereka lihat lebih dulu, tidak terkecuali Lily. Ash tersenyum kecil. Pria apatis itu kini tersenyum lembut di hadapan kekasihnya. Ketika dia tersenyum, seolah latar menjadi monokrom, dan semua warna terserap ke dalam dirinya. Indah, dan membuat Grace agak mabuk. Emily mendekati Gio, tersenyum cerah. Gadis ini juga menarik, tapi kecantikannya bukan tipe lembut melainkan tipe seksi. Orang akan b*******h ketika melihatnya dalam pakaian sedikit terbuka dan sikap menantang yang menggoda, tapi sayangnya dia meniru gaya Lily. Di bawah aura protagonis wanita, dia hanya bisa menjadi bayangan. Emily baru menyadari cara berpakaian yang sesuai dengan karakternya sekitar lima tahun lagi, ketika memasuki industri hiburan sebagai model dan aktris. Sekarang Grace yang bingung. Haruskah dia membiarkan semua terjadi sesuai plot? Kehadiran Grace saja sudah sedikit mengubah plot. Harusnya Ash dan Lily bertemu dahulu, baru kemudian Gio datang, tapi karena villain ini tidak menunggu motornya di bengkel melainkan menemani adik tirinya ke salon, dia jadi datang lebih awal sebelum dua protagonis bertemu. Akan jadi seperti apa kalau Grace lebih ikut campur lagi? Namun, tentu saja bukan itu yang dipikirkannya saat ini. Dia justru sedang berpikir apakah Gio tidak akan menjadi donatur camilan kalau tangannya cedera? "Kenapa kamu di sini?" tanya Ash ke Lily. Barulah Lily melirik Gio. "Aku ada janji ketemu sama Gio." Ash menyeringai samar ketika menatap Gio. "Janjian dengan kekasih orang lain? Ketua geng King pasti sangat bebas. Ah, aku lupa, dia sudah selesai membereskan geng Scorpion kemarin karena suasana hatinya sedang buruk. Apakah sekarang suasana hatimu sudah baikan?" Maksud Ash mengatakan itu cuma satu: mengejek Gio yang mengamuk karena Ash meresmikan hubungannya dengan Lily kemarin. Dia sendiri meresmikan hubungan karena pada hari sebelumnya Gio mendapat jabatan kapten tim basket. Pria terkadang se-kekanakan itu.  Grace hanya bisa geleng-geleng kepala. Gio bukan tipe orang yang suka berdebat. Prinsipnya, jika satu tinju bisa membungkam, kenapa harus banyak bicara? Saat ini, dia sudah mengepalkan tangannya dan menatap sengit Ash. Lily memukul pelan lengan Ash. "Jangan begitu. Gio itu temanku. Aku yang mengajaknya bertemu." Ash merangkul bahu Lily, terkesan memprovokasi Gio yang dia tahu menyukai kekasihnya. "Apa pacarku ini sedang mencoba bermain dengan dua pria?" Lily merengut, lalu menjitak kening Ash. Di WHS, hanya gadis itu yang berani melakukannya.  "Sudah kubilang bukan begitu." Ash tertawa, lalu menoel-noel pipi Lily yang menggembung ketika gadis itu merengut. "Aku hanya bercanda. Jangan marah, ya?" Saat melihat tingkah pasangan protagonis di sana, Grace sudah punya firasat buruk kalau Gio benar-benar akan mengamuk, terutama saat ada Emily yang akan memengaruhinya. Dalam plotnya pun Villain waita ini sengaja menunggu di luar kafe untuk memprovokasi si villain pria. Benar saja perkiraan Grace. Emily mengatakan, "Lily, kenapa kamu nggak kasih hadiah untuk Ash itu sekarang? Kamu sudah memilihnya sangat lama tadi." Pernyataan Emily ini hanya berarti satu hal: Alasan Lily terlambat untuk menemui Gio tidak lain karena mencari hadiah untuk Ash. Grace benar-benar mengagumi kemampuan akting Emily. Gadis licik bin munafik itu pantas mendapat gelar Villain Wanita. "Kamu punya hadiah untukku?" tanya Ash. Lily memelototi Emily, kesal karena rahasianya dibongkar di depan banyak orang, tapi detik berikutnya malah mengeluarkan hadiah untuk Ash. "Aku pikir perlu membeli sesuatu untuk merayakan peresmian hubungan kita. Aku harap kamu menyukainya." Ash membuka kotak kado itu dan ternyata berisi headband hitam dengan lambang bintang putih. "Ini bagus. Aku suka." Dia lalu memakai headband itu. "Bagaimana? Apa aku sudah tampan?" Lily tersipu. "Aku senang kamu menyukainya." Ash melepas kembali headband-nya, dan memasukkan ke kotak kado. Dia sangat berhati-hati ketika memperlakukan hadiah tersebut. Hal ini membuat Lily tersenyum manis.  "Tapi aku belum menyiapkan hadiah untukmu, Lil." Lily membuat gestur 'tidak' dengan tangannya. "Nggak apa-apa, Ash. Jangan terlalu dipikirkan." "Aku akan memberimu ini untuk sementara." Ash kemudian mengecup pipi Lily dengan cepat. "Ash!" kesal Lily, tapi wajah gadis itu menunjukkan rasa malu. Ash tertawa saat menarik Lily ke pelukannya. "Pacarku sangat menggemaskan." Ekspresi Gio semakin buruk seolah ada awan mendung di atas kepalanya. Grace tidak menyangka kalau plotnya berubah menjadi semengerikan ini sekalipun dia belum mengambil tindakan. Padahal di dalam novel, hanya dijelaskan kalau Lily memberikan kado untuk Ash, tidak ada adegan mencium pipi. Grace harus segera memutuskan, melindungi Gio dengan pertaruhan menentang protagonis, atau mencari donatur baru. Sebelum Emily membuat suasana semakin suram, dia harus memutuskan sikapnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD