4. Perkara Ganti Baju

1330 Words
"Lepas!" kata Grace, tanpa teriakan, tapi nada suaranya sangat dingin, seolah ratu sedang marah pada bawahan. Gio menelan ludah, sedikit melonggarkan cengkeramannya kala melihat tatapan tajam dalam netra cokelat Grace. "Maaf... Aku hanya─" mencemaskanmu. Grace menyentak tangan Gio, lalu pergi meninggalkan pria itu. Sang Villain menghela napas, mengikuti Grace yang jalan tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Di persimpangan, gadis itu berhenti melangkah, terlihat bingung harus mengambil jalan ke kanan atau kiri, tapi tetap keras kepala tidak mau menoleh dan bertanya. Gio tersenyum kecil karena tingkah gadis itu, lalu berteriak, "Kanan!" Grace pun berjalan ke kanan, masih tidak mau menoleh ke belakang. Mempercepat langkah di belakang Grace, Gio mengawasi adik yang setinggi bahunya itu. Dia akan berjalan ke sebelah kanan atau kiria saat ada orang dari arah berlawan yang bersinggungan dengan saudarinya itu. Setelah itu, dia kembali ke belakangnya lagi. Dengan kata lain, Gio seperti bodyguard bagi Grace. Tiba di penghujung jalan, Grace mengernyit bingung, dan akhirnya menoleh ke belakang untuk bertanya ke Gio. "Kenapa malah keluar?" tanya Grace. "Kita belanja di tempat lain."   ***   Harrison Super Mall menjadi pilihan tempat belanja Gio dan Grace. Dia sengaja memilih pusat perbelanjaan terbaik di negara ini untuk menyenangkan adiknya karena merasa bersalah. Kini keduanya sedang di toko baju. Grace memilih-milih beberapa gaun. Dari yang gadis itu ingat, Grace Carter memiliki gaun-gaun aneh di lemarinya. Maka dia harus punya beberapa persediaan untuk tidak lagi mempermalukan diri sendiri. "Berapa banyak uang yang big brother miliki?" tanya Grace ketika memilah beberapa gaun. Gio akhirnya bernapas lega setelah mendengar lagi panggilan 'big brother' dari mulut Grace. "Sebanyak yang kamu inginkan." "Seratus ribu dolar?" Gio menelan ludah. Hei, tidak ada seorang siswa yang belanja sampai sebanyak itu, kan? "Apa kamu mau belanja sebanyak itu?" tanya Gio. Grace mengangguk. Dalam kehidupan sebelumnya, uang segitu bisa habis dalam sekali makan malam di hotel bintang lima, atau untuk sebuah sepatu, atau sepotong gaun, sementara sekarang dia sudah menurunkan standarnya dengan memakai seratus ribu untuk membeli beberapa gaun, tas, sepatu dan make up. Bukankah dia sudah sangat murah hati? Gio berdeham pelan. "Eum, Grace, aku nggak punya uang sebanyak itu." Grace tidak memaksa, dia sepertinya terlalu melebih-lebihkan tokoh favoritnya ini. Grace harus berpegangan pada tokoh lain kalau mau hidup nyaman. Tentu hidup nyaman dalam versi Grace Simpson si nona muda. "Baiklah, berapa banyak uang yang big brother punya?" Dengan sedikit malu, Gio mengatakan, "Dua puluh ribu dolar." Grace agak tertegun. Apa itu jumlah yang banyak di dalam n****+ ini? Ah, tidak, tidak. Dia ingat Ash membelikan gaun mahal untuk Lily dalam acara ulang tahunnya, dan harganya dua ratus ribu dolar. Apa ini Gio yang terlalu miskin? Haruskah Grace berpegangan pada tokoh utama pria daripada villain? Tidak bisa, masih ada tokoh utama wanita. Dia tidak mau mengalami kebodohan seperti pemilik tubuh sebelumnya. Menghela napas pelan, Grace hanya bisa beralih ke gaun lain yang lebih murah. Dia tidak mungkin menggunakan semua uang Gio, jadi ambil setengahnya saja. Gadis itu menghitung harga untuk gaun, sepatu, make up, dan tas. Dengan sepuluh ribu dolar, dia harus memutar otak agar dapat membeli barang-barang yang dibutuhkan. Setelah cukup berkeliling mencari, Grace mengambil satu gaun biru polos berlengan sesiku dan panjang sedikit di bawah dengkul. Tidak ada tambahan motif apapun selain pita kecil di pinggang. "Aku akan mencoba yang ini," kata Grace, kemudian berjalan ke ruang ganti baju. Gio mengangguk. Sampai di depan tempat ganti baju, dia menoleh ke Gio. "Kenapa masih di sana?" Gio kebingungan. "Untuk apa aku mengikutimu?" "Siapa yang akan mengganti bajuku?" “Apa?” Gio bertanya-tanya dalam hati, apakah adik tiri ini menjadi semakin bodoh setelah kecelakaan? Dia sampai tidak bisa mengganti bajunya sendiri. Grace kemudian ingat kalau Gio bukan pelayan, jadi mana mungkin Villain itu bersedia menganti bajunya. Dia beralih melihat seorang pramuniaga pria yang menjaga stand pakaian. Dia pikir pramuniaga tugasnya melayani pembeli, sejenis dengan pelayan, maka bisa disuruh untuk melayaninya. Grace pun beralih ke pramuniaga, dan dengan polos memerintah, “Bantu aku mengganti baju!” Urat-urat di kening Gio rasanya akan melompat keluar karena marah. “Grace Carter!” Grace menoleh bingung ke Gio sekarang. Dia mengabaikan tatapan terkejut pramuniaga toko atas perintahnya barusan. “Ada apa, big brother?” tanya Grace dengan wajah tanpa dosa. Gio menarik Grace menjauh dari pramuniaga pria. “Apa kamu mencoba membuatku marah?” Grace mengernyitkan kening, benar-benar tidak paham dengan cara pikir villain ini. Tadi dia sudah memintanya untuk membantu ganti baju, tapi Gio kelihatan enggan karena bukan pelayan. Bukannya wajar kalau gadis itu minta tolong orang lain? Apa sih mau saudara tiri penjahat ini? Grace pikir dia sudah cukup toleran dengan belanja sepuluh ribu dolar, tapi kenapa Gio masih marah? Secara logika, bukankah dia yang harusnya marah? Sebenarnya konsep marah itu seperti apa? “Kenapa big brother marah?” Gio membuka mulut untuk bicara, tapi kalimatnya berhenti di ujung lidah. Kenapa dia marah? Bukannya peduli urusan Grace, dia hanya tidak suka gadis itu pergi ke pria lain dengan gegabah dan mengatakan permintaan konyol seperti mengganti bajunya. Gio tahu dia seharusnya hanya membayar untuk belanja, lalu pulang. Kenapa repot-repot melibatkan diri dengan tindakan Grace? Bukan hal baru kalau gadis itu melakukan tindakan konyol dan berujung mempermalukan diri sendiri. Kalau sebelumnya dia bisa tidak peduli, lalu kenapa sekarang berdebat? Tidak bisa menjelaskan, Gio hanya berkata, “Jangan banyak tanya. Masuk saja!” Grace yang didorong masuk ke ruang ganti kini merasa sedikit kesal karena dipermainkan oleh si Villain. "Apa sekarang big brother berubah pikiran dan mau membantuku mengganti baju?” “Ya!” Gio pikir, daripada Grace bermain bodoh dengan pria lain, lebih baik dengannya saja. Dia ingin lihat permainan seperti apa yang direncanakan adik tiri ini. Grace tersenyum puas. Memang lebih baik mengandalkan saudaranya daripada pramuniaga. Mereka pun masuk ke ruang ganti yang cukup untuk menampung dua orang dewasa, lalu Grace memberikan gaun ke Gio. Setelah Gio menutup pintu ruangan, dia terbengong. Grace merentangkan tangan, wajahnya serius, seolah menunggu pria itu membuka kancing seragam sekolahnya. Gadis itu sudah seperti ratu terdahulu di serial drama-drama kerajaan. “Apa yang kamu lakukan?” “Kalau aku nggak kayak gini, bagaimana big brother akan mengganti bajuku?” “Dia serius!” jerit Gio dalam hatinya. “Apa kamu gila? Kamu benar-benar ingin aku mengganti bajumu?” Grace mengangguk mantap. Bukankah itu tujuan mereka masuk ke tempat ini? Apa Villain ini terkena radiasi makanya selalu berubah-ubah dalam tindakan? Gio terbengong, masih mengatur otaknya agar tidak berteriak murka pada tingkah konyol Grace. Dia bertanya-tanya apakah ada kamera tersembunyi di sini? Gadis itu mungkin merencanakan sesuatu untuk menjebaknya, lalu menggunakan skema tersebut untuk mengancamnya mengundurkan diri dari jabatan Kapten tim basket. Tapi skema seperti itu mustahil dipikirkan gadis bodoh sepertinya. Grace tidak mempertimbangkan jenis kelamin untuk orang-orang yang melayaninya, karena dia terbiasa dilayani, baik oleh pria maupun wanita. Pada pemeriksaan tubuhnya di rumah sakit, dia tidak merasa canggung melepas pakaian di depan dokter berjenis kelamin lelaki. Untuk merancang pakaiannya secara pribadi, dia tidak masalah membiarkan designer lelaki mengukur tubuhnya atau mengganti langsung gaun itu di hadapan sang designer. Dayu yang merupakan pelayan pribadinya juga berjenis kelamin lelaki. Grace hanya tidak tahu kalau Dayu gay dan tidak mungkin tertarik pada tubuh wanita. Ayahnya sengaja mempekerjakan Dayu untuk melindungi sekaligus melayani Grace. Tentang designer dan dokter lelaki, tentu saja karena mereka profesional, dan sudah mengenal Grace sejak usia lima tahun. Bagi mereka, Grace hanya anak-anak sekalipun usianya beranjak dewasa. Tidak ada yang mengajarkan Grace tentang batasan pria-wanita karena Grace tidak mendapat pendidikan formal di sekolah, ibunya sudah meninggal sejak dia kecil, dan ayahnya sibuk bekerja. Dayu sendiri tidak mengajarkannya hal-hal itu karena akan selalu menjaga Grace. Kalau tidak ada Dayu, masih ada lusinan pelayan lain yang akan melindungi Grace. Jadi, tidak ada yang berpikir Grace akan dilecehkan kalau tidak mengerti batasan pria-wanita. Kalau tidak ada yang membahayakan, kenapa repot-repot menjelaskan? Maka sekarang, Grace tidak mengerti apa masalah Gio sebenarnya? Apa karena dia seorang Villain, makanya bersikap sesukanya dan selalu berubah-ubah? Melihat Grace serius di sana, Gio menjadi sedikit panik. “Grace, cukup main-mainnya. Ini sudah kelewatan.”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD