"Capek?"
Violet mengulas senyum sambil memberikan anggukkan. Ia tidak munafik, menyalami lebih dari seribu tamu undangan yang hadir membuatnya kelelahan, ditambah lagi dengan heels setinggi lima centimeter yang membuat kakinya sakit.
"Kamu duduk aja kalo gitu."
"Gak apa-apa?"
Laki-laki dengan balutan tuxedo hitam itu membalasnya dengan senyuman serta anggukan yang membuat Violet segera mendudukkan tubuh lelahnya di sofa pengantin.
Resepsi berakhir pada pukul sepuluh malam. Buggati berwarna hitam membawa Violet dan laki-laki yang telah mempersuntingnya pergi dari gedung pernikahan. Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai ditempat tujuan.
Violet keluar dari dalam mobil, menatap kagum rumah megah serta mewah bernuansa putih di hadapannya.
"Ini rumah atau istana? Ya ampun, mimpi apa aku bisa tinggal di tempat seperti ini?"
"Kamu suka?"
"Bahkan lebih dari suka," jawab Violet seraya menoleh menatap laki-laki di sisinya.
"Rumah ini punya kamu," balas laki-laki tersebut. "Ayo masuk."
Violet kembali dibuat kagum saat masuk ke dalam rumah bak istana tersebut. Pandangannya mengedar ke sekeliling, mengagumi setiap sudut ruangan dalam rumah yang katanya miliknya ini.
"Permisi, Tuan, kopernya mau saya bawakan langsung ke atas?" tanya seorang pria yang merupakan salah satu pekerja di rumah ini.
"Ya. Langsung aja bawa ke atas."
"Baik, Tuan."
Leandro Keenan Athalla adalah laki-laki yang telah resmi mempersunting gadis kampung bernama Violetta. Keenan - panggilan dari namanya, merupakan anak pertama yang lahir di tengah keluarga kaya raya. Diperistri oleh Keenan membuat Violet yang semula berada dalam cerita dongeng Bawang Putih, seakan pindah dalam semalam menjadi seorang Cinderella yang telah menemukan pangerannya.
Enam bulan yang lalu adalah awal pertemuan Keenan dengan Violet. Di sebuah villa saat malam cerah dengan langit bertabur bintang.
FLASHBACK ON
Violet tersentak kaget saat merasakan usapan dipunggung tangannya, lalu laki-laki yang dipeluknya perlahan memutar tubuh menghadapnya.
"Kamu lagi ngapain?"
"Ha?" Violet terlihat seperti orang bego ditanya seperti itu. Bukankah Silvi memberitahunya untuk bersikap nakal terhadap klien?
Violet berdeham, menjadi salah tingkah. "Ma-Maaf, Tuan. Saya.... Saya pikir...."
Keenan mengangkat gelas berisi bir ditangannya. "Kamu mau?"
Violet sontak menggelengkan kepala.
Keenan mengangguk. Kemudian ia berjalan untuk menyimpan gelasnya di atas nakas, lalu duduk di tepi ranjang.
Keenan menatap Violet dari atas kepala hingga ujung kaki. "Berapa usia kamu?"
"Delapan belas, Tuan."
"Delapan belas?" Keenan menatap Violet tak percaya. "Sudah berapa lama kamu seperti ini?"
Violet menggelengkan kepalanya. "Saya bukan p*****r. Emm, mungkin ya setelah ini," jawabnya terdengar lesu.
Keenan mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu menepuk kasur di sisinya, meminta Violet agar duduk bersamanya. Jantung Violet kembali bekerja cepat, mungkinkah lelaki asing itu akan mulai menyentuhnya?
Dengan berat hati Violet beranjak untuk duduk bersama Keenan.
"Saya gak bisa nikah sama perempuan yang hanya memikirkan kehidupannya sendiri."
Violet menatap Keenan tidak mengerti. Tiba-tiba dia bicara seperti itu. Tapi Violet tidak menyela untuk bertanya, ia tetap diam dan mendengarkan ucapan lelaki yang menyewanya itu.
"Saya duda anak satu. Awalnya dia setuju menikah dengan saya dan akan melupakan karirnya sebagai pesinetron, tapi tiba-tiba dia mengatakan kalau dia gak siap untuk melepas karirnya yang sedang memuncak. Dan satu-satunya alasan saya mau menikah lagi setelah istri meninggal adalah mencari Ibu sambung yang selalu ada untuk anak saya. Saya gak mau anak saya kehilangan sosok figur seorang Ibu."
"Tuan mencintainya?" Entah apa yang mendorong Violet untuk melontarkan pertanyaan bodoh seperti itu. Lihat sekarang, Keenan tertawa mendengarnya.
"Cinta? Persetan dengan cinta. Saya gak peduli dengan cinta. Saya hanya butuh sosok Ibu yang baik untuk anak saya."
Violet jadi ingat saat dulu almarhum ayahnya meminta izin untuk menikah lagi. Ayahnya pun memakai alasan agar Violet tidak kehilangan sosok figur seorang ibu. Tapi kenyataannya, Violet justru dijadikan babu setelah ayahnya meninggal oleh Ibu dan saudara tirinya.
"Kenapa Tuan gak pakai jasa baby sitter aja?"
Keenan menggelengkan kepala. "Saya gak mau. Baby sitter dan Ibu itu berbeda."
Violet mengangguk setuju. Sekalipun bukan ibu kandung, tetap saya seorang ibu mempunyai kedudukan yang berbeda dari seodang baby sitter.
"Sabar ya, Tuan, semoga secepatnya Tuan mendapat sosok ibu yang baik untuk anak Tuan."
Keenan tersenyum miring. Lalu menatap Violet cukup lama hingga membuat gadis itu salah tingkah.
"Nyaman pakai baju kayak gitu?"
Violet terkekeh. "Ya enggaklah, Tuan. Baju kurang bahan gini mana nyaman."
"Terus kenapa dipakai?"
"Kata Mbak Silvi kalo mau melayani klien emang harus pakai baju kurang bahan."
"Biar?"
"Tergoda," jawab Violet spontan. Tentu pertanyaan yang Keenan lontarkan juga Violet tanyakan pada Silvi sebelumnya, dan itu adalah jawaban yang Silvi katakan.
"Kalau gitu berarti kamu berhasil."
"Hmm?"
Keenan menggeser tubuhnya lebih dekat dengan Violet. Tentu saja gadis itu terkejut dan takut, apalagi ditatap sedemikan rupa oleh Keenan, membuat telapak tangannya kian berkeringat dingin.
"Be-Berhasil apa, Tuan?"
Keenan tersenyum smirk menatap wajah ketakutan gadis ini. Lalu ia berbisik sensual ditelinganya, "berhasil menggoda saya."
Keterkejutan Violet tidak berhenti sampai di situ, sekarang ia merasakan kecupan di telinganya yang kemudian merambat turun ke lehernya, sontak Violet mengangkat kepalanya hingga membuat Keenan semakin leluasa menjelajahi kulit putih itu.
"Nama kamu siapa?" Keenan bertanya dengan suara berat.
"Vio.... Violet."
Keenan mengangkat kepalanya menatap wajah merah gadis yang baru dia ketahui namanya.
"Kamu cantik, Vio. Masih muda, seusia dengan adik saya," ucap Keenan sambil mengusap bibir bawah Violet yang terbuka.
Violet tidak bisa berkata-kata lagi. Ia tidak pernah mendapat sentuhan seintim ini sebelumnya. Dan efek dari sentuhan Keenan membuatnya berdebar-debar.
"Saya boleh menciumnya?" Keenan bertanya dengan tatapan sendu.
"Saya boleh menolak, Tuan?"
Keenan tersenyum mengejek. "Lucu kamu."
Dan Violet kembali mendapat kejutan saat ciuman pertamanya benar-benar telah diambil oleh Keenan. Rasanya aneh. Violet hanya bisa diam saat Keenan mulai menggerakkan bibirnya.
"Buka mulutnya," bisik Keenan seraya menarik pelan dagu Violet hingga gadis itu melakukan apa yang diperintahnya.
Violet terpejam saat merasakan lidah Keenan masuk ke mulutnya, bergerak-gerak di dalam, seolah mencari sesuatu. Violet yang tidak tahu harus melakukan apa pun, hanya bisa diam merasakan sesuatu yang baru untuknya.
Tanpa melepas ciumannya, Keenan menuntun tangan Violet agar memeluk lehernya. Dan dengan seperti itu membuat tubuh mereka semakin tak berjarak.
"Saya gak pernah seperti ini, Vio. Kamu gadis pertama yang saya booking," ucap Keenan ditengah ciumannya. "Dan saya mempunyai tawaran yang bagus untuk kamu."
Keenan menyesap dalam bibir Violet sebelum akhirnya melepaskan ciumannya.
Wajah Violet terlihat semakin merah. Sambil mengatur napasnya yang memburu, Violet dibuat berdesir saat Keenan mengusap bibirnya menggunakan ibu jari tangan laki-laki itu.
"Kamu tertarik untuk mendengar tawarannya?"
Violet menganggukkan kepala.
"Menjadi Ibu sambung untuk anak saya."
"Hmm?" Banyak sekali sesuatu yang mengejutkan Violet hari ini.
"Menikahlah dengan saya, Vio. Jadilah Ibu sambung yang baik untuk anak saya. Kamu gak cuma dapat seratus juta dari saya, tapi lebih dari itu. Kamu akan menjadi tanggung jawab saya, kamu bebas membeli apa saja yang kamu inginkan, dan yang paling penting, kamu gak akan berakhir menjadi p*****r malam ini."
Keenan menyentuh dagu Violet. Menatap bibir gadis itu cukup lama, lalu menatap matanya dengan serius.
"Saya gak akan merenggut keperawanan kamu malam ini kalau kamu bersedia menikah dengan saya."
Menikah dengan Keenan dan dia akan mendapatkan apapun yang dia miliki. Apa itu berarti juga dengan kebebasan? Bebas akan kurungan Ibu dan saudara tirinya. Violet tidak akan lagi tinggal bersama dua orang menyebalkan itu.
"Tawaran ini hanya berlaku malam ini, Vio. Jadi apa jawaban kamu?"
"Ya. Saya bersedia menerima tawaran itu."
FLASHBACK OFF
Membujuk orang tua Keenan untuk merestui pernikahannya dengan Violet tentu tidak mudah. Namun, keputusan untuk menikah dengan siapa itu tetap berada penuh ditangan Keenan, sehingga mau tidak mau mereka harus merestuinya.
Lain halnya dengan Nilam dan Aslan yang justru kesenangan mendengar kabar bagus itu. Tentu saja, Keenan memberi jaminan untuk hidup mereka dan memberi Aslan modal untuk membuka usaha. Awalnya Violet tidak setuju, tapi Keenan yang sudah bersahabat baik dengan uang memberikannya dengan mudah.
Sepasang tangan memeluk Violet dari belakang. Kecupan-kecupan ringan Violet rasakan disepanjang lehernya. Malam itu, enam bulan yang lalu, tidak lebih dari sekedar ciuman yang Keenan dan Violet lalukan. Tapi malam ini, setelah menikah, sepertinya Violet jangan berharap lebih untuk mendapat kebebasan dari Keenan yang sudah kepanasan.
"Ready for the first night, Mrs. Athalla?"
"Yeah, I'm ready."