Junot datang membawa dua kaleng minuman. Ia menghampiri Elang dan Theo, memberikan minuman itu pada mereka. Ia tahu mereka butuh ini sekarang. Setidaknya bisa lah untuk memperbaiki suasana hati barang sedikit.
Junot kemudian ikut berdiri berjajar dengan mereka berdua, menatap Yas yang masih belum sadar di dalam sana.
"Yas emang kelihatan capek banget akhir-akhir ini. Jadi jangan terlalu merasa bersalah!" Junot berusaha menenangkan mereka lagi.
Meskipun pada kenyataannya, mereka memang merupakan salah satu pemicu kelelahan yang dialami oleh Yas.
Mereka menunduk dalam diam, terlihat menyesal. Junot tersenyum. Jarang-jarang mereka kompak dalam bersikap manis seperti ini. Dan jujur saja, saat bertingkah begini mereka terlihat sangat imut.
Memang beginilah seharusnya kenampakan remaja usia 17 tahun. Harus masih imut-imut. Bukannya ganas dan beringas seperti bagaimana mereka sehari-hari.
"Tadi aku pasti nyakitin hatinya Yas, Oom," adu Elang. “Biasanya juga nyakitin, sih. Tapi tadi aku emang keterlaluan. Makanya dia sakitnya jadi dobel.”
"Aku juga," susul Theo. “Aku tadi beneran emosi sampai ngucapin hal-hal jelek yang nggak seharusnya aku ucapin.”
"Emang tadi kalian ngapain? Berantem dan berdebat kayak biasanya aja, kan?" Junot sengaja memancing. Selain agar ia tahu masalah yang sebenarnya, juga agar mereka merasa lebih tenang karena sudah berbagi.
Sudah menjadi tugas Junot untuk menjaga mereka. Sebagai pengganti orangtua, dan juga sebagai seorang paman. Selain menjaga, ia juga harus mendidik dan mengajari mereka dalam bersikap.
Selama masih hidup dulu, Riefan terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga jarang mengurus mereka. Tak ada orang yang benar-benar mendidik dan mengajari mereka. Mereka hanya dimanjakan dengan harta, juga para pembantu yang selalu tunduk dengan perintah mereka apa pun itu.
Makanya wajar saja, jika Elang dan Theo tumbuh menjadi pribadi pemberontak yang frontal seperti mereka saat ini.
Junot sejauh ini terkesan melalaikan tanggungjawabnya sebagai wali mereka, mengingat ia sendiri sudah berkeluarga, juga sibuk dengan urusan pabrik.
Dengan adanya insiden barusan, ia sadar bahwa sekaranglah saatnya mengemban tanggungjawab itu dengan baik, mulai mengajari mereka bagaimana seharusnya manusia hidup. Ia akan membantu Yas semaksimal mungkin dalam mengurus dua bayi besar ini.
"Iya sih, Oom," jawab Elang. "Kita emang debat kayak biasanya. Tapi tadi, tuh, kita kayak ngeroyok dia gitu."
"Ngeroyok gimana?"
Elang memandang Theo, kemudian menyenggol pundaknya, meminta anak itu supaya melanjutkan penjelasan. Enak saja dari tadi Elang terus yang menjelaskan. Theo hanya menambah sedikit-sedikit. Padahal ia juga salah.
Theo gelagapan. "Uhm ... uhm ... t-tadi aku ngatain Yas macem-macem gitu. Aku ngomongin semuuuuuua kesalahan dia selama ini dari A sampai Z. Aku juga ngomong kalo dia justru keenakan jadi gigolonya si Tante di club. Padahal waktu itu Papa lagi butuh dia."
Junot mengangguk mengerti. "Kalau kamu, Lang?"
"Tadi aku sempet mau kasih tahu dia tentang ... tentang sebab Papa meninggal."
"Terus?"
"Belum sempet, tapi dia udah pingsan duluan."
Junot mengangguk lagi. "Ayo ikut Oom!"
Mereka membuntut di belakang lelaki itu. Rupanya Junot mengajak Elang dan Theo ke kafetaria rumah sakit. Mereka duduk saling berhadapan. Dengan membawa mereka ke sini, Junot harap mereka merasa lebih nyaman dan rileks.
Sehingga bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan lebih leluasa. Juga agar mereka menyerap semua hal yang akan ia ceritakan dengan baik, tanpa ada yang terlewat.
"Oom pengen kalian denger baik-baik." Junot memandang mereka satu per satu.
Sekali lagi, Yas mungkin tak akan suka dengan tindakannya. Tapi menurut Junot inilah saat yang tempat untuk memberi tahu Theo dan Elang yang sesungguhnya terjadi.
Theo dan Elang mengangguk tanda setuju dengan permintaan Junor.
Junot memandangan kedua keponakannya lekat. "Yas sudah tahu tentang penyebab Papa kalian meninggal."
Reaksi si kembar, tak jauh dari dugaan Junot. Keduanya melotot kaget, benar-benar tak percaya dengan apa yang Junot katakan. Kalau Yas benar-benar sudah tahu, dan Junot baru saja mengatakan pengetahuan Yas itu secara gamblang, itu berarti ... Junot juga sudah ....
"Iya, Oom juga sudah tahu tentang itu." Junot seakan tahu apa yang sedang dipertanyakan si kembar.
"T-tapi gimana bisa Yas tahu, Oom? Ya Tuhan, jadi Oom juga udah tahu? A-apa ada orang selain Yas dan Oom yang juga sudah tahu? Berapa orang yang sudah tahu tentang fakta itu, Oom?" Elang kelabakan.
Membayangkan kira-kira berapa orang yang sudah tahu mengenai rahasia ini. Rahasia yang sungguh tidak layak diketahui oleh khalayak ramai.
Theo di sampingnya bahkan tak bisa berkata-kata saking terkejutnya.
Ah, Elang tahu sekarang. Ia ingat saat di ruang BK kemarin, Yas juga mengatakan hal yang serupa pada Bu Mina.
"Mohon maaf, Bu. Mungkin Elang tidak mau bicara karena memang ini bukan masalah yang bisa diceritakan pada khalayak ramai. Jadi, saya mohon pengertiannya."
Elang seharusnya sudah mulai curiga saat itu juga. Bahwa Yas sudah tahu tentang penyebab kematian Papa.
"Kalian yang tenang, hanya kita berempat yang tahu. Kalian, Yas dan Oom."
Elang dan Theo terlihat lega karena jawaban Junot. Tapi yang masih membuat mereka penasaran adalah, bagaimana Yas bisa tahu? Sementara saat kejadian, hanya Elang dan Theo saja yang menjadi saksi.
Merekalah yang menemukan Papa dalam keadaan sudah tak bernyawa, setelah menenggak satu botol penuh pil tidur. Sayangnya Junot belum menjawab pertanyaan itu sampai sekarang. Ia justru mengutarakan pertanyaan yang lain.
"Theo, coba kamu ngomong apa sebabnya kamu ngatain Yas gigolo?"
Elang segera menatap Theo, mengantisipasi apa jawabannya. Jujur ia juga penasaran kenapa Theo mengatai Yas seperti itu.
"Singkat cerita, aku sempet kena tipu. Aku, kan, lagi butuh kerjaan. Terus aku lihat ada lowongan di club buat jadi host. Yaudah aku mau-mau aja. Orang kerjaannya cuman ngobrol sama pelanggan. Eh, tapi nggak tahunya si Tante malah mau jual aku ke oom-oom. Terus Yas dateng. Ternyata Yas kenal sama Tante itu. Tante membicarakan sedikit tentang masa lalu. Intinya Yas pernah kerja di club itu juga." Theo menjelaskan.
"Oke lah, Oom sudah mengerti sekarang." Junot menarik napas dalam. "Oom benar-benar harus jujur, nih, kayaknya. Meskipun Yas pasti nggak setuju, karena menurutnya belum saatnya kalian tahu semua."
Junot menghela napas lagi. "Yas memang pernah kerja di club itu dulu. Dia jadi host selama dua tahun. Sebelum akhirnya, orang yang kamu sebut Tante itu, juga mau jual dia—seperti apa yang akan dilakukan pada kamu. Karena kerja di sana juga, Yas jadi punya penyakit parah di usia muda.
"Selama ini kalian pasti berpikir bahwa Yas lepas dari tanggung jawab karena menghilang tanpa kabar. Makanya kalian kesel waktu dia tiba-tiba kembali, dengan membawa Namira pula. Tapi asumsi kalian tentang Yas itu salah, Nak. Yas nggak pernah lepas dari tanggung jawab. Benar-benar nggak pernah."
***
TBC