9. Cinderella Satu Malam

2618 Words
Amanda menatap putrinya yang sedang mengemas barang-barang mereka karena hari ini. Karena kondisinya jauh lebih baik, ia diperbolehkan pulang dan melanjut perawatan pasca operasi di rumah. “Jadi, kita langsung pindah ke apartment milik Rayden?” tanya Amanda, sebenarnya ia masih sedikit berat untuk menyetujui keputusan Fhelicia. Pekerjaan yang diambil Fheli saat ini pasti akan berdampak besar dalam kehidupan gadis itu. Amanda hanya takut sesuatu yang buruk terjadi pada sang putri. Fhelicia yang sudah sekelas berkemas langsung mendongak. Gadis itu memusatkan atensinya pada sang ibu. Mendekat, lalu menggenggam tangan wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya itu. Jangankan menjadi pacar kontrak Rayden selama enam bulan, nyawa pun akan Fhelicia berikan jika itu untuk menyelamatkan ibunya. “Ma...” Fhelicia berucap pelan. “Kita tinggal di sana sampai enam bulan ke depan aja. Setelah semuanya berakhir, kita bisa kembali ke kontrakan lama. Pak Andy juga udah ngomong kalau mau balik, dia dengan senang hati menerima kembali kehadiran kita di kontrakannya." Amanda mengangguk saja. Walaupun cuma rumah kontrakan, ia sudah teramat betah tinggal di sana beberapa tahun belakangan. Sebelumnya, ia memang memiliki rumah sendiri. Tapi, semenjak sang suami bangkrut dan meninggal dunia, Amanda terpaksa menjual harta terakhirnya untuk melunasi hutang-hutang yang ada. Karena tidak cukup uang, ia pun membawa Fhelicia untuk tinggal di rumah kontrakan. "Mama nggak keberatan untuk temani Fheli tinggal di apartemen Rayden, kan?" tanya Fhelicia yang akhirnya menyadarkan Amanda dari lamunan. "Kalau bukan Mama, siapa lagi yang temani kamu, Fheli. Tentu saja Mama mau." Setelah mengurus segala macam administrasi, Fhelicia dan ibunya memesan taxi online untuk membawa mereka menuju apartment. Setibanya di tempat tujuan, dengan dibantu salah satu petugas untuk membawakan koper, mereka bertiga melangkah menuju unit yang sudah disiapkan dan akan ditinggali selama enam bulan ke depan. Amanda terlihat kagum dengan apartment yang akan dirinya dan Fhelicia tinggali. Bukan hanya luas, tetapi apartment itu juga memiliki fasilitas yang sangat lengkap. “Mama istirahat aja, ya,” pinta Fheli. Sejurus kemudian menuntun sang Mama masuk ke kamar. Pikirnya, dari pada banyak bergerak, lebih baik ibunya itu banyak beristirahat saja sampai kondisinya 100% membaik. "Fheli mau lanjut beresin barang-barang dulu. Nanti, kalau udah waktunya makan siang, Fheli bakal bangunkan Mama." Amanda mengangguk setuju. Ia menurut kala sang putri bantu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Meyakini posisinya sudah nyaman, Amanda memutuskan untuk beristirahat. Obat yang ia konsumsi kebetulan memang membuatnya sedikit mengantuk. Fhelicia sendiri kembali melanjut kegiatannya. Ketika hendak memindahkan baju-baju sang ibu ke dalam lemari dari koper, ponsel milik gadis itu berdering, menandakan ada panggilan masuk. Begitu dilirik, ada nama Rayden tertera di layar ponsel milik Fheli. Gadis itu segera mengangkat panggilan yang entah Fhelicia harus menyebutnya sebagai atasan atau kekasihnya? “Kamu di mana?” tanya Rayden dari seberang telepon, tanpa menyapa terlebih dahulu. “Di apartment. Lagi beres-beres," jawab Fheli singkat. “Ya udah, kamu ke Unitku sekarang." "Ok. Tapi setelah aku selesai rapikan lemari." "Sekarang aja! Jangan nanti-nanti. Ada hal penting yang mau aku omongkan." Fhelicia mendesah malas. Sebenarnya ia tidak suka dengan sifat Rayden yang satu ini. Dirinya baru tahu kalau idolanya itu punya sifat yang otoriter. Kalau sudah memberi perintah, harus dikerjakan segera. Tidak ada kata 'tapi' apalagi bantahan. “Iyaa, tunggu. Aku ke sana sekarang juga,” ujar Fheli. Di detik berikutnya panggilan telepon dari Rayden langsung terputus tanpa permisi. “Dasar nggak sopan,” gerutu gadis cantik itu, apa tidak bisa Rayden setidaknya memberikan salam penutup yang lebih baik daripada langsung mematikan seperti tadi? Apa karena pria itu membayarnya mahal, lantas bisa seenaknya bersikap? Fhelicia menutup lemari. Bangkit, lalu melangkah ke arah tempat tidur. Menarik selimut untuk kemudian menutupi seluruh tubuh ibunya. Memastingan Amanda tengah tertidur nyenyak, Fhelicia segera menghampiri unit apartment Rayden yang berada di lantai yang sama dengannya. Hanya membutuhkan waktu kurang dari dua menit untuk Fheli sampai di depan pintu unit apartment Rayden. Gadis itu mengetuk pintu beberapa kali. Entah apa yang laki-laki itu sedang lakukan di dalam sana, karena setiap Fhelicia mengentuk pintu, gadis itu harus melakukannya berulang kali baru dibukakan pintu. Beberapa saat kemudian, si pemilik apartemen terdengar membukakan pintu. Menoleh, Fhelicia dapat melihat sosok Rayden yang hanya mengenakan handuk untuk menutupi pinggang bagian bawahnya. Rupa-rupanya Rayden sedang mandi sebelumnya. “Aaaaa!” pekik Fhelicia, sambil menutup ke dua matanya dengan tangan. Rayden jadi ikut panik mendengar teriakan. Laki-laki itu kemudian segera menarik Fhelicia untuk masuk ke dalam unit apartmentnya. “Kamu kenapa nggak pake baju gitu keluarnya?!” omel Fheli, masih dengan mata yang terpejam. Dengan sedikit kesal, Rayden segera mengambil baju kaosnya dan memakainya asal-asalan. Aneh sekali pacar kontrak yang dipilihkan oleh Nicholas ini, padahal orang-orang di luar sana sering kali tidak akan berkerdip ketika melihat badan Rayden yang atletis. Sedang Fheli? Gadis itu malah memekik dan menutup mata. Sungguh, ini sangat melukai harga diri Rayden. “Buka mata kamu!” perintah Rayden setelah dia selesai memakai baju kaosnya. “Lain kali nggak usah pake teriak juga. Nanti disangka orang-orang aku ngelakuin tindak asusila pula sama kamu!" Fhelicia membuka sedikit tautan tangannya. Mengintip Rayden, tersenyum ketika melihat laki-laki itu sudah mengenakan pakaiannya. Fhelicia lantas tersenyum canggung. Bahkan menampilkan wajah polosnya ketika melihat Rayden menatapnya kesal. “Ya maaf. Aku nggak pernah liat cowok nyaris telanjang gitu." "Aku nggak telanjang, ya! Sembarangan. Rugi juga tunjukin ke kamu." "Ya aku juga nggak pengen liat, kok. Nggak minat juga ----" "Udah, stop!" potong Rayden saat menyadari perbincangan sudah mulai ke mana-mana. "Jadi, kenapa kamu panggil aku?” tanya Fheli menanyakan tujuan Rayden memintanya datang segera. Rayden yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk lantas beranjak duduk di sofa. Mengarahkan jemarinya, memberi kode agar Fheli menyusul untuk duduk di depannya. “Kamu nanti malam ada acara?” tanya Rayden balik membuat Fheli mengerutkan keningnya. Seingat Fheli, dirinya memang ada janji akan ke toko buku bersama Adhelia nanti sore hingga malam. “Nanti malam aku mau ke toko buku bareng Adhel. Udah jadwal rutin." “Batalin aja,” suruh Rayden tanpa beban membuat Fhelicia menatapnya tidak habis pikir. “Nanti malam Mama aku ulang tahun, kita harus hadir karena bakal banyak wartawan datang,” tambah laki-laki itu menjelaskan kenapa dirinya menyuruh Fheli membatalkan kegiatannya. “Aku wajib ikut?” tanya Fhelicia. Rayden mengangguk. “Untuk itulah kamu aku bayar Fhelicia. Nggak mungkin kan aku bawa perempuan lain." “Jadi, rencana aku jalan bareng Adhel batal dong?" "Itu sih urusan kamu. Yang pasti aku nggak mau dibantah," sahut Rayden dengan cuek dan seenaknya. "Ya ya ya,"kata Fheli dengan nada malas, “Aku bakal siap-siap.” “Tenang aja, nanti Niko yang bakal bawa kamu ke salon. Gaun untuk acara nanti malam juga udah ada sama Niko,” ujar Rayden, ia tentu tidak akan membiarkan kalau Fheli bersiap sendiri. Bagaimanapun, sekarang Fhelicia dikenal sebagai kekasih seorang Rayden yang notabene aktor terkenal. Itu sebabnya, ia harus membangun image Fhelicia sebagai gadis yang harus tampil sesempurna mungkin di mata publik luas. Fhelicia sendiri tidak lagi melayangkan protes, terlebih ketika melihat Niko yang baru saja datang dan langsung masuk ke apartment Rayden, “Hallo, couple favorite of the year.” “Nih.” Rayden menunjuk Fhelicia dengan dagunya, “Buat dia terlihat cantik dan sempurna malam ini. Aku nggak mau dia malu-maluin.” "Ck! Aku bukan badut, Ray," sahut Fhelicia tidak suka. Walaupun Rayden sudah membayar mahal, ia tetap tidak terima kalau pria itu sampai merendahkannya. Nicholas yang tidak ingin ada pertikaian langsung menengahi. Pria itu kemudian beralih pada Fhelicia kemudian menatapnya lama-lama. “Tenang aja, malam ini Fhelicia bakal jadi Cinderella. Aku bakal buat semua orang kagum sama penampilannya,” sahut Nicholas dengan bangga akan keahliannya, dia tahu harus membawa Fheli ke salon mana dan Niko juga sudah menyiapkan gaun untuk gadis itu. *** Setelah menyiapkan segala keperluan dan mengurusi seluruh kebutuhan sang ibu, Fhelicia lantas izin kepada Amanda untuk menemani Rayden pergi ulang tahun orang tuanya malam ini. Begitu izin ia kantongi, Fheli gegas ikut ke mana Nicholas membawanya pergi. Sesampainya di salah satu salon ternama, Nicholas langsung memerintahkan para stylish untuk mendandani Fhelicia secantik mungkin. Setelah satu jam berlalu, Fhelicia tampak menatap takjub pantulan dirinya yang ada di cermin. Saat ini, ia tengah memakai gaun model Sabrina berwarna Nude. Kakinya yang putih tampak mengenakan high heels hitam dan tentu saja membuatnya jauh lebih jenjang dari sebelumnya. Wajah Fhelicia pun sudah dirias dengan begitu cantik, bahkan Fhelicia hampir tidak mengenali dirinya sendiri ketika melihat cermin. Nicholas memang benar saat mengatakan kalau Fhelicia akan terlihat sempurna malam ini. "Kamu udah cantik banget, Fheli. Penampilan kamu juga oke banget. Kalau ada kesempatan, aku sarankan untuk ikutan casting aja. Siapa tau kamu bisa lebih terkenal dari Rayden." Fhelicia terkikik pelan. Entah ini pujian atau hinaan. Tapi, rasanya tidak mungkin saja kalau dirinya menjadi seorang artis terkenal. "Mas Niko bisa aja mujinya." "Loh, aku serius," sahut Nicholas sambil merapikan tatapan rambut Fhelicia. "Muka kamu itu menjual banget. Jadi, kalau next time kamu pengen terjun ke dunia keartisan, masuk aja management aku. Nanti aku yang bakal orbitin kamu." Fhelicia mengangguk saja. Tak lama berselang, tampak Rayden datang menghampiri untuk menjemput. Sejenak, Rayden terpana dengan penampilan Fhelicia yang tidak biasa. Kalau kesehariannya perempuan itu berdandan layaknya anak tomboi, maka hari ini wujudnya sangat jauh dari apa yang Rayden bayangkan. "Gimana, Ray? Pacar kamu cantik banget, kan?" goda Nicholas saat menyadari Rayden yang tidak berkedip melihat penampilan Fhelicia dari ujung rambut hingga kaki. "Aku aja nggak nyangka kalau Fhelicia bisa secantik ini." "Biasa aja," sahut pria itu dengan dingin. Lalu berlalu lebih dulu untuk pergi menuju mobil. Mendengar ucapan Rayden, Fhelicia berdecak dalam hati. Apa sebegitu jeleknya, hingga Rayden mengatakan demikian. Karena malas mendebat, Fhelicia menurut saja ketika Rayden memintanya untuk segera masuk mobil. Keduanya pun gegas pergi menuju salah satu hotel tempat diadakannya acara ulang tahun malam ini. Fheli merasa sangat gugup, jantungnya berdebar lebih cepat daripada biasanya, terlebih ketika mereka sudah sampai. Bagaimana tidak, seumur hidup ia baru sekali ini menghadiri pesta ulang tahun begitu mewah. Kasihan memang. Rayden yang melihat gelagat Fheli, awalnya tertawa kecil. Bisa menebak apa yang mungkin gadis di sampingnya pikirkan. “It’s okay. Kamu nggak perlu gugup. Bersikap biasa aja," kata pria itu dengan santai. Tentu saja Fhelicia tidak menyetujui perkataan Rayden. Mau bagaimana pun, ia memang tidak bisa menyembunyikan apa yang tengah dirasakannya sekarang. "Pasti di dalam banyak orang penting." Rayden mengangguk. Merubah posisi, pria itu mendekat, lalu bantu membukakan seatbelt yang Fhelicia kenakan. Hal ini membuat mereka berdua berada di jarak yang teramat dekat. Bahkan, Fhelicia bisa mencium jelas aroma citrus dari parfum yang menempel pada tubuh Rayden. Kalau di pikir-pikir, bisa gila dirinya kalau lama-lama dalam posisi seperti sekarang. "Nggak cuma orang penting. Ada banyak wartawan juga di dalam sana. Itu sebabnya aku harus bawa kamu biar nggak menimbulkan pertanyaan banyak orang," ucap Rayden. Begitu sabuk pengaman terlepas, pria itu mendur untuk kembali ke posisi duduknya. Rayden lantas keluar dari mobilnya terlebih dahulu. Dan laki-laki itu langsung menjadi pusat perhatian orang yang ada di sekitar lobby. Berjalan mengitar, Rayden kembali bantu membukakan pintu untuk Fhelicia. Ketika gadis itu sudah keluar, Rayden segera melingkarkan tangannya tepat di pinggang mungil sang gadis. Beberapa wartawan yang sudah stand by di sana segera mengarahkan kamera pada mereka. Semuanya tampak berlomba memotret pasangan yang sedang naik daun itu. Dengan bangga Rayden melambaikan tangan. Memperlihatkan dengan jelas bahwa Fhelicia adalah kekasihnya. Bukan hanya di hadapan media, bahkan ia juga mengenalkan Fhelicia ke seluruh keluarga besarnya. “Selamat ulang tahun, Ma,” kata Rayden saat menghampiri ibunya. Memberikan pelukan hangat dan tak lupa juga menyerahkan satu kotak kado berisi barang kesukaan sang ibu. Wanita paruh baya bernama Leticia itu tampak tampil sangat cantik malam ini. Mengulas senyum, sambil membalas pelukan putranya dengan hangat. Ia terlihat senang sekali atas kedatangan Rayden yang selama ini terkenal begitu sibuk. "Terima kasih sudah datang ke acara ulang tahun, Mama, sayang. Nggak perlu kado sebenarnya. Kamu sudah datang aja, itu udah lebih dari cukup." Rayden tersenyum. Beberapa detik berselang, ia teringat akan Fhelicia yang berdiri di belakangnya. “Oiya, Ma, kenalin...” Rayden tersenyum hangat ke arah Fhelicia, “Ini Fhelicia, pacar Rayden.” Fhelicia tersenyum ramah. Padahal, dalam hati begitu gugup. Jantungnya saja sedang berdegup tidak karuan saat ini. “Selamat ulang tahun, Tante,” ucap gadis itu. “Terima kasih ucapannya. Kamu Cantik banget,” puji Leticia pada Fheli membuat gadis itu tersenyum malu-malu. “Terima kasih, Tante,” sahut Fheli masih dalam keadaangugup. Karena banyaknya tamu yang datang, Leticia malam itu tidak terlalu banyak bertanya. Beralih untuk kemudian pamit menyambut tamu-tamunya yang lain. Setelahnya, Rayden sendiri bergabung dengan beberapa rekan aktor dan teman-teman produser yang juga diundang. Sedangkan Fhelicia izin mengambil minuman karena merasa haus. “Ohh ini pacar Rayden,” ujar seorang perempuan yang menghampiri Fhelicia bersama dua orang lainnya. Fhelicia yang awalnya ingin mengambil minuman, langsung mengurungkan niatnya. Merasa tidak enak sendiri diperhatikan seperti sekarang. “Cantik sih,” puji salah satu dari mereka. “Tapi kaya nggak berkelas gitu nggak sih, kok bisa Rayden mau sama kamu?” “Turun banget tipenya Rayden,” tambah yang lain. “Kamu artis juga?” tanya Alice, nama salah satu dari tiga sepupu Rayden itu. “Kayanya bukan deh, aku gak pernah liat dia. Aneh banget bisa-bisanya Rayden jadiin perempuan modelan begini untuk jadi pacarnya,” timpal yang lainnya. Fhelicia awalnya berusaha tenang dan cuek. Tapi, lama kelamaan ia gerah juga. Sebenarnya, bisa saja dirinya membalas dengan menghajar para perempuan aneh di depannya ini dengan jurus taekwondo yang ia punya. Namun, karena menghargai Rayden dan tidak ingin menciptakan keributan, Fhelicia berusaha menanggapi dengan santun. Tapi, belum sempat lagi menjawab, kehadiran Rayden yang langsung merangkulnya membuat Fhelicia mengurungkan niatnya. “Dia emang pacar aku, ada masalah sama kalian?” tanya Rayden menantang, dia tahu betul bagaimana tabiat sepupu-sepupu yang ada di depannya itu. “Gak ada sih,” sahut gadis yang tadi merendahkan Fhelicia. “Cuma, nggak matching aja kalau kamu pacaran sama modelan seperti dia." "Terus? Matchingnya sama siapa? Ondel-ondel macam kalian?" "RAY!" pekik salah satunya tidak terima. "Kenapa?" tanya Rayden tak kalah sinis. "Nggak terima? Coba ngaca. Tampang kalian sendiri itu seperti apa? Udah sempurna sampai-sampai harus rendahin orang lain?" Semuanya langsung terdiam. Gadis bernama Alice bahkan langsung menarik salah satunya, memberi kode untuk segera pergi. "Kita pindah aja, guys." “Tunggu,” kata Rayden, dia menatap satu persatu sepupunya itu. “Ini kali pertama dan terakhir kalian bersikap nggak sopan sama Fhelicia. Kalau sampai next time aku liat lagi, jangan salahkan aku balas perbuatan kalian lebih kejam." Fhelicia cukup terkejut akan pembelaan yang diberikan Rayden kepadanya. Terlebih setelah para sepupunya itu pergi, Rayden berbisik pelan kepadanya. “Di sini kamu emang cuma pacar settingan. Tapi aku tetap nggak suka kalau ada orang lain yang rendahin kamu apa pun alasannya!" Mendengar perkataan Rayden itu, Fhelicia menganggukan kepalanya sembari tersenyum. Rayden pun mengambilkan minuman yang tadinya ingin ia ambil. “Kalau ku lihat sekali lagi, kamu emang cantik sih malam ini,” pujinya membuat Fheli yang awalnya akan meminum minumannya berhenti dan menatap Rayden. Jantung Fheli kembali berdetak cepat, tidak menyangka akan mendapat pujian dari Rayden. Meski Fhelicia sendiri sempat pangling melihat penampilannya, tetapi Rayden adalah aktor papan atas yang sudah biasa melihat gadis-gadis cantik dan Fhelicia tentu tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan mereka. “Dan sepertinya kamu emang selalu cantik di setiap penampilan." Demi Dewa-Dewi Yunani! Ingin sekali Fhelicia berteriak bahagia mendapat pujian seperti ini. Bayangkan saja ia yang notabene orang biasa, mendapat perhatian dari aktor yang begitu ia idolakan. Namun, belum lagi usai rasa senang itu menjalar, tiba-tiba saja Rayden bergerak maju. Tanpa terduga tahu-tahu menyelipkan anak rambut Fhelicia ke belakang telinga perempuan itu sembari berbisik. “Ada beberapa paparazi, mereka menguping pembicaraan kita.” Entah kenapa, hati Fhelicia langsung mencolos saat mengetahui Rayden memujinya hanya karena ada yang memantau mereka. Rasanya setelah diambung tinggi, tahu-tahu malah dihempaskan ke jurang terdalam. Sakitnya tuh di sini, Rayden!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD