BAB 34 - Kembalinya Dia

1025 Words
Halo, Fellas. Kembali lagi dengan cerita bertema remaja dan misteri dariku. Berharap kalian menyukainya. Akan sangat menyenangkan jika kalian dapat menyukai dan memberikan komentar membangun pada ceritaku yang berjudul "Ten Reasons Why She's Gone." ini. Atas kekurangan yang akan kalian temukan dalam cerita ini, penulis memohon maaf. Terima kasih. *** • Selamat Membaca • Chapter sebelumnya... "Loh, Edwin, sudah sampai?" Seorang wanita berambut panjang menyambut kedatangan Edwin dan Vanya. Membuat Vanya diam-diam memperhatikannya. Wanita itu tampak sebaya dengan ayahnya, gaya pakaiannya sangat modern dan kekinian. Ia menggunakan beberapa perhiasan di tubuhnya dan membuatnya semakin terlihat bergaya. "Saya mau titip Valerie ya. Dokter bilang Valerie kehilangan ingatannya karena trauma," kata Edwin. Sebuah papan nama di atas meja bertuliskan Aruni Wijaya menarik perhatian Vanya. Itu pasti adalah nama dari pemilik ruangan ini alias wanita di depannya itu. "Iya, Win. Kamu bisa percaya 'kan sama aku?" Wanita itu mendekat dan menyentuh tangan Edwin. Namun Vanya yang melihat sentuhan itu merasa ada yang tidak beres. Diam-diam kedua orang dewasa itu tersenyum dan saling menyentuh jari jemari. Ada sesuatu antara Papanya Valerie dan Bu Arumi. Apa mereka diam-diam selingkuh? Dan Edwin menjadi orang pertama yang mengakhiri adegan itu. Ia berbalik dan tersenyum kepada Vanya. "Vanya, perkenalkan. Ini adalah Bu Aruni. Dia yang akan mengantar kamu ke kelas, papa sudah percayakan kamu ke dia. Papa juga akan berikan hasil pemeriksaan kesehatan kamu supaya guru-guru di sini memaklumi." "Oh, i-iya, Pah," kata Vanya. Dan Aruni pun menyela obrolan. "Valerie, kita ke kelas sekarang aja ya. Kelas sebentar lagi akan dimulai. Walaupun kondisi kamu sedang tidak baik, kamu tetap harus belajar dengan giat ya karena sebentar lagi ujian akhir." "I-iya, Bu." "Yaudah, aku pergi dulu. Aku titip Valerie ya, Run." "Iya, Win." Lagi-lagi Vanya memergoki kedua orang dewasa di hadapannya itu tersenyum penuh arti. Membuat Vanya semakin curiga. Apa jangan jangan ... Valerie pergi karena hal ini juga? *** Langkah kaki Aruni berhenti di depan sebuah kelas. Ia berbalik dan tersenyum kecil kepada Vanya yang sejak awal mengekor di belakangnya. Tangannya yang kurus berbalut satu gelang emas pun menepuk-nepuk pelan pundak kiri gadis itu. "Ini adalah kelas kamu. Kamu jangan terlalu khawatir ya, teman-teman pasti mengerti dengan kondisi kamu." "I-iya bu," cicit Vanya ragu. Pelipis Vanya sudah dipenuhi peluh sejak mereka berdua meninggalkan ruang kepala sekolah. Wajahnya mendadak pucat karena membayangkan apa yang akan terjadi jika identitasnya diketahui oleh orang lain. Dan bayangan-bayangan mengerikan itu semakin terlihat jelas saat akhirnya mereka sampai di sana. Aruni terlihat mengetuk pintu sebelum kemudian membukanya. Wanita itu terlihat berjalan masuk dan berbicara dengan seorang pria yang sedang mengajar di dalam kelas sebelum kemudian melambaikan tangannya kepada Vanya yang masih terpaku di tempatnya, memberi tanda kepadanya untuk segera masuk. Dan di mata Vanya, itulah saat bencana akhirnya datang. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menghirup sebanyak-banyaknya oksigen di sana sebelum kemudian berjalan masuk ke dalam kelas. Sesuai dugaan, kelas mendadak menjadi heboh. Suara-suara yang membicarakan kehadiran Valerie setelah dia menghilang tiba-tiba memenuhi ruangan kelas. Membuat Vanya semakin merasa terintimidasi saja. Jangan sampai ketahuan, Jangan sampai ketahuan. Vanya berdiri di hadapan semua murid kelas dengan gugup. Ia bahkan tak bisa berhenti melepaskan genggamannya dari ujung rok karena terlalu takut. Semua orang memandangnya penuh selidik. Mereka terlalu penasaran dengan bagaimana gadis itu bisa tiba-tiba menghilang dan kembali. Namun suara Aruni berhasil memecah keriuhan tersebut. "Perhatian anak-anak. Valerie baru saja kembali dan mengalami kecelakaan. Saat ini, Valerie kehilangan ingatannya dan ibu harap kalian semua bisa memakluminya." Semua orang berekspresi bingung. Namun Rain dan Andreas yang sudah lebih dahulu mengetahui berita ini tampak biasa saja. Sementara Abigail, ada kelegaan di wajahnya saat tahu bahwa kondisi Valerie sedang tidak baik-baik saja. Setidaknya kehadiran Valerie di sana tak akan mencegahnya untuk bisa mengikuti olimpiade matematika. "Tolong kalian jangan memaksa atau mengintimidasi Valerie dalam situasi ini, ibu akan sangat mengawasi kalian. Paham?" Dan semua murid kompak menjawab, "Paham, Bu." Aruni berterima kasih kepada sang guru yang sedang mengajar dan mendekati Vanya. Ia berbisik, "Kalau ada apa-apa, langsung lapor kepada saya ya." "I-iya, Bu." Aruni pergi meninggalkan kelas dan Vanya duduk di kursi Valerie setelah diberitahu oleh sang guru pengajar. Ia tak bisa menghentikan perasaan gugup yang masih mengganggu benaknya. Jangan percaya pada siapapun. Sampai sebuah suara berbisik tiba-tiba mengusik perhatian Vanya. "Gue senang lo balik, Val." Siapa cewek ini? Vanya hanya bisa tersenyum canggung dan memperhatikan Rain. Melihat dari gerakan dan ekspresinya yang tampak bahagia, Vanya berpikir bahwa gadis berambut pendek ini mungkin teman dekat atau sahabat Valerie. Kalau dia benar sahabat Valerie, gue harus hati-hati sama dia, dia nggak boleh tahu identitas asli gue pokoknya. "Untuk semua pelajaran yang tertinggal, lo bisa pinjam catatan gue, Val. Oke?" Dan Vanya pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia seperti tersesat dan merasa kebingungan sekarang. Namun gadis itu berusaha mengikuti pelajaran dengan baik. Ia mendengar dan mencatat semua yang dikatakan guru di hadapannya, meski tentu saja, dia sebenarnya sama sekali tidak mengerti. Sampai kemudian bel istirahat pun berbunyi. Sang guru pengajar dan beberapa murid langsung meninggalkan ruangan kelas. Kebanyakan dari mereka segera menuju ke kantin untuk menghindari antrian panjang di tempat makan. Namun, Andreas dan Rain justru mendekati Vanya yang tampak sangat canggung dan kebingungan. "Valerie, kamu ingat sama aku, 'kan?" tanya Andreas. Siapa lo? "Aku ini pacar kamu," lanjut Andreas. "Kita udah pacaran sekitar tiga bulanan." Serius ini pacarnya Valerie? Vanya melihat Rain dan gadis itu menganggukkan kepalanya, seolah menguatkan pernyataan Andreas barusan. Dan ketika Vanya menoleh lagi kepada Andreas, ia sama sekali tidak tahu dengan apa yang sebaiknya dia lakukan di sana. "Ooh, gi-gitu ya?" Andreas mengangguk-anggukan kepalanya. "Dan aku janji bakal bantu kamu. Kebetulan, Tante Wina, mamah kamu, udah minta aku sama Rain untuk jaga kamu di sekolah." Jaga aku? Suara percakapan mereka yang cukup heboh, membuat Ardito terbangun dari mimpi indahnya. Ia tertidur selama pelajaran berlangsung dan baru terbangun setelah mendengar suara berisik. Matanya yang masih sipit karena baru bangun tidur perlahan memperhatikan Rain dan Andreas. Diam-diam Ardito mendengar semua percakapan yang terjadi di antara Rain, Vanya dan Andreas. Ia mengernyitkan kening setiap kali Andreas memamerkan kehebatannya di depan Vanya dan bagaimana Rain berpura-pura persahabatan mereka berjalan baik meski sebenarnya tidak. Ini pemandangan yang memuakkan untuk Ardito. Sehingga ia pun bangkit seraya mengumpat, "Dasar penipu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD