5. Istri Hanya Status

1524 Words
Emma membaringkan dirinya di tempat tidur usai ia mencuci muka. Ia masih mencerna situasi yang terjadi saat ini. Ia baru saja menikah dengan Raven dan ternyata Raven mengaku memiliki seorang pacar. Apakah ini balas dendam Raven? Emma mendengkus. Ia merasakan sakit hati untuk alasan yang ia tak bisa mengerti. Barangkali karena ia sadar, ia hanya dipermainkan oleh Raven yang memang berniat membalaskan rasa sakit hati padanya. Namun, siapa Kalisa? "Gue harus cari tahu. Gue penasaran siapa Kalisa," gumam Emma. Emma segera bangun lalu menyambar ponselnya. Karena Raven adalah pria yang terkenal, mudah saja mencari berita tentang pria itu di internet. Emma tercengang, rupanya Raven pernah dekat dengan banyak wanita bahkan pernah memiliki skandal dengan seorang artis dari agensi miliknya. "Sejak kapan dia menjadi populer seperti ini? Apa yang akan orang katakan jika tahu Raven dulunya hanya pria cupu?" Emma bolak-balik mendengkus karena kesal. Ia juga tak menemukan nama Kalisa di deretan wanita yang pernah dekat dengan Raven. "Jadi, siapa Kalisa sebenarnya?" Emma kembali membaringkan dirinya. Ia menoleh ke sisi ranjangnya yang kosong dengan senyum mencela. Jika saja ini pernikahan sungguhan, ia pasti sudah akan menghabiskan malam panas dengan suaminya. Sayangnya, Raven hanya bermain-main. "Oh, sialan!" Emma kembali mengumpat ketika ia ingat apa yang Raven lakukan padanya tadi--pada tubuhnya. Emma berguling di tempat tidur saking jengkelnya. Baru kali ini ada seorang pria yang melakukan itu padanya. Raven meninggalkannya tepat ketika ia hampir mencapai puncak. Raven pergi pada wanita lain! "Kenapa hidup gue apes banget?" Emma memilih untuk mematikan lampu karena ini sudah lewat tengah malam. Ia tak ingin menebak-nebak di mana Raven dan apa yang ia lakukan bersama wanita bernama Kalisa itu. Ia hanya akan tidur dan menikmati waktunya sendiri. *** Di tempat lain, Raven baru saja memarkir mobilnya di depan sebuah rumah sakit besar. Ia tak lantas turun, tetapi ia mengambil topi dan kacamata hitam dari laci dashboard mobilnya. Setelah mengenakannya, Raven baru turun lalu masuk ke bangunan rumah sakit. Raven langsung menuju kamar di mana Kalisa dirawat. Kalisa pasti sengaja tidak memberitahukan kondisinya karena ini adalah hari pernikahannya. Padahal Kalisa mengalami kecelakaan sejak siang tadi. Raven berhenti sejenak di depan pintu kamar Kalisa. Ini sudah lewat tengah malam, mungkin Kalisa masih tidur, pikirnya. Setelah ia merasa lebih tenang, Raven baru membuka pintu. Pria itu melangkah perlahan lalu mendekati Kalisa yang tertidur lelap dengan beberapa selang terpasang di tubuhnya. "Lis, kenapa kamu nggak bilang-bilang sih?" Raven duduk di kursi kecil yang ada di sebelah ranjang Kalisa. Dengan lembut ia mengulurkan tangannya ke wajah Kalisa. Raven mencebik karena melihat beberapa goresan di wajah cantik Kalisa. "Tidur, Lis. Aku temani kamu di sini." Raven hampir tidak tidur di sisa malam itu. Ia terlalu cemas mendengar suara alat-alat medis yang sesekali terdengar berbeda dari sebelumnya. Ia juga akan panik jika Kalisa bergerak pelan, tetapi tak lantas membuka matanya. "Raven?" Raven yang terkantuk-kantuk langsung terjaga ketika mendengar namanya dipanggil. Ia menatap Kalisa yang baru saja bangun dari dari tidurnya. "Lisa! Kamu udah sadar?" Raven mendekati Kalisa lalu duduk di tepi ranjangnya. Wanita itu tersenyum manis. "Aku nggak apa-apa, kenapa kamu di sini? Bukannya ini malam pertama kamu?" "Lis ... dengar, aku khawatir waktu tahu kamu kecelakaan. Apa yang terjadi? Nggak usah bahas pernikahan aku," tukas Raven. Kalisa membuang napas panjang setelah mengangkat bahunya. "Aku nggak tahu, aku baru nyebrang dan tiba-tiba aku ketabrak mobil. Tapi aku nggak parah, Raven. Aku cuma lecet-lecet, kaki aku retak. Itu pasti segera sembuh." "Bodoh banget, harusnya kamu hati-hati. Kaki kamu pasti sakit. Aku nggak tega liat kamu kayak gini," ujar Raven. Ia menggenggam lembut tangan Kalisa. "Aku bakal jagain kamu." "Nggak perlu, Raven. Kamu sudah menikah dengan istri kamu." Kalisa menarik tangannya dari genggaman Raven. "Dia baik-baik saja. Jangan khawatir. Kamu lebih penting daripada Emma." Kalisa tersenyum tipis. Entah bagaimana, ia menyukai ini. Raven bahkan meninggalkan malam pertamanya demi dirinya. *** Emma terbangun dengan segar keesokan harinya. Kamar di vila ini benar-benar memiliki aroma yang menyenangkan hingga ia tidur dengan sangat nyenyak. Emma menoleh ke arah jendela kamarnya yang hanya di tutupi oleh tirai tipis. Ia tahu, di balik sana matahari masih bersinar malu-malu. Maka, Emma pun memutuskan untuk segera mandi. "Gue laper banget," gumam Emma seraya meraba perutnya. Ia mencoba berlama-lama di kamar pagi itu karena tak tahu apa yang harus ia lakukan. "Apa gue keluar aja?" Emma pun memutuskan untuk membuka pintu kamarnya, ia melongok lebih dulu untuk melihat situasi di luar. Sepi, pikirnya. Apakah ada makanan di sini? Bukankah kemarin Raven bilang di sini juga ada pelayan? Ah, tetapi itu agak memalukan. Para pelayan pasti akan tahu jika ia menghabiskan malam pertamanya seorang diri karena sang suami pergi begitu saja. "Selamat pagi, Nona Emma!" Emma terkesiap ketika ia berjingkat-jingkat menuju dapur. Tadinya, ia mengira ia akan sendirian, tetapi ternyata ada beberapa pelayan di sana. "Oh, ya. Pagi. Saya lapar," kata Emma tak enak. "Silakan ke sini, Nona," ujar wanita berseragam pelayan itu. "Kami sudah memasak sarapan untuk Nona." "Oh, terima kasih," sahut Emma. Ia dibawa ke ruang makan dengan meja yang sangat besar. Sungguh cocok untuk makan keluarga besar. Sayangnya, ia hanya seorang diri. "Silakan duduk," wanita itu menarik kursi untuk Emma. "Tuan Raven meminta kami untuk mengurus Nona selama Nona berada di sini. Apakah Nona keberatan dengan menu pagi ini?" Emma menatap waffle yang menggoda di piringnya. Ia menggeleng pelan karena ia menyukai sarapan ringan di pagi hari. Tak hanya waffle, ada jus stroberi di depannya. Sungguh sarapan yang sempurna. "Selamat makan, Nona. Jika Nona membutuhkan sesuatu, Nona bisa memanggil saya. Panggil saja saya Darsi," ujar wanita itu lagi. "Ya, terima kasih, Darsi." Emma pun mulai makan karena perutnya yang sudah keroncongan. Tak hanya Darsi yang ada di sekitar ruang makan. Rupanya ada lebih dari tiga orang pelayan di sini. Yah, Emma maklum. Vila ini begitu besar, wajar jika di sini ada banyak orang yang mengurus tempat ini. "Ya ampun, ini enak banget. Sumpah!" Emma menyukai menu yang disajikan untuk sarapan. Dan dalam sekejap makanan itu berpindah ke perutnya. Usai sarapan, Emma pun meminta izin pada Darsi untuk melihat-lihat sekeliling vila. Tentu saja Darsi langsung bekerja, "Nona tidak perlu meminta izin dari saya. Ini vila milik tuan Raven, jadi Nona bebas melakukan apa saja di sini. Silakan nikmati waktu Nona." Sebenarnya, Emma menahan malunya di depan Darsi dan para pelayan. Ia hanya sarapan sendiri dan jalan-jalan sendiri. Sudah jelas, ia adalah wanita yang ditinggalkan suaminya di malam pertama mereka. Parahnya, Raven pergi untuk wanita lain. Apakah mereka juga tahu? Apakah sebelumnya Kalisa juga pernah diajak bermalam di sini? Apakah Raven dan Kalisa sudah menghabiskan malam panas mereka di kamar pengantinnya? "Gue udah gila! Kenapa gue mikir yang nggak-nggak?" Emma merutuk keras dalam hati. Ia bahkan tak sadar sudah berjalan memutari vila hingga tiba di kebun belakang. Di sana, Emma melihat Erik, asisten Raven, yang sedang merokok. Emma tak ingin menyapa Erik karena pria itu terlihat sangat dingin. Sayangnya, Erik lebih dulu membalik badan hingga bertemu tatap dengan Emma. "Nona Emma." Erik membanting puntung rokoknya lalu menginjaknya kuat-kuat. "Selamat pagi." "Pagi, Erik. Pagi yang cerah," ujar Emma berbasa-basi. Ia ingin kembali ke dalam saja, tetapi ia ingat sesuatu. Erik sangat dekat dengan Raven. Erik pasti tahu siapa Kalisa. Jadi, ia pun mendekati pria yang berdiri tegap itu. "Erik, boleh aku bertanya sesuatu?" "Ya, tentu saja Nona. Anda bisa bertanya apa saja pada saya," kata Erik yang baru saja memberikan anggukan kepala. "Siapa Kalisa? Kenapa Raven begitu khawatir mendengar Kalisa kecelakaan?" tanya Emma. Ia sedikit menyesal karena tak menyaring pertanyaannya. Seharusnya ia berbasa-basi sedikit. Jika begini, ia akan terkesan cemburu. Benar saja, Erik langsung menarik miring sudut bibirnya. "Nona pasti sudah dengar siapa nona Kalisa dari tuan Raven." "Ya, dia bilang Kalisa adalah pacarnya. Tapi ... jika Raven memilih pacar, kenapa Raven tidak menikah saja dengan pacarnya? Kenapa Raven harus menikahiku?" Emma menggigit lidahnya sekarang. Jika tadi ia terkesan cemburu, kini ia akan terlihat begitu ingin tahu. "Itu ... Nona pasti sudah dengar juga alasan kenapa tuan Raven menikahi Anda." Erik tak memberikan jawaban yang jelas pada Emma. "Tapi itu tidak masuk akal. Aku menolak Raven 10 tahun yang lalu. Jika Raven ingin balas dendam padaku, ia hanya akan menyakiti hati pacarnya juga," kata Emma menggebu-gebu. "Apa Raven ... berniat membuatku cemburu dengan pergi kepada Kalisa tadi malam?" "Nona Kalisa benar-benar kecelakaan," ujar Erik. Pria itu mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan sebuah foto pada Emma. Emma tak bisa melihat jelas seperti apa Kalisa karena foto diambil dari luar kamar tempatnya dirawat. Namun, Emma bisa melihat bagaimana Raven menggenggam tangan Kalisa. Dan Kalisa tersenyum. "Apa Kalisa ... cantik?" tanya Emma dengan nada penasaran. Ia menatap Raven yang baru saja mengangguk. "Apa dia lebih cantik dariku?" "Ya. Menurut saya begitu," jawab Erik tak tanggung-tanggung. Emma mencebik. Jadi, Raven benar-benar hanya mempermainkannya. "Apakah Raven akan kembali ke sini?" "Barangkali begitu, Nona. Tapi, tidak hari ini. Rumah sakit itu berjarak 3 jam dari sini. Dan saya rasa kondisi nona Kalisa tidak cukup baik untuk ditinggalkan. Jadi, Nona bisa bersantai di sini selama tuan Raven tak ada." "Tapi aku istri Raven! Apa-apaan ini?" Emma mendadak naik pitam. Setelah dipermainkan semalam, ia juga harus menghabiskan bulan madu seorang diri? "Anda bukan istri sungguhan bagi tuan Raven. Jadi, Nona tidak usah berharap banyak dari tuan Raven," sahut Erik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD