11. Kemarahan Dan Permintaan

1090 Words
“Jadi kamu sudah tahu? Kalau begitu ... baguslah berarti tidak ada yang perlu ditutupi lagi.” Bima Ardelio berucap penuh ketenangan. Tak ada kekhawatiran apalagi sesal yang terdengar. Hingga keadaan tersebut benar-benar membuat Shanum kecewa. Tubuh Shanum serasa dipanggang, selain gadis malang itu yang sangat ingin mengamuk. Hingga tanpa pikir panjang, Shanum lanjut mendorong pintu dan bermaksud mengunci diri di dalam kamar mandi. Akan tetapi, Shanum lupa bahwa Bima laki-laki perkasa yang tubuhnya saja lebih kekar dari pria Vrindavan. Hingga untuk melawannya dan itu hanya memakai sedikit tenaga, Bima Ardelio bisa memenangkan perebutan tutup buka pintu. Bima Ardelio sukses membuat pintu kamar mandi terbuka hingga menghantam dinding di belakangnya. Namun, pria itu juga sukses membuat tubuh Shanum berakhir di pinding sebelah pintu. Beberapa saat lalu, tubuh Shanum yang Bima Ardelio tarik, seolah terbang. Walau cekatan, Bima Ardelio tetap bisa melakukannya dengan sangat hati-hati. Tubuh Shanum hanya sedikit terbentur, sementara punggung kepala Shanum juga aman. Sebab tangan kiri Bima Ardelio dengan sengaja menahannya. Kini, setelah menarik tangan kirinya dari punggung kepala Shanum, Bima Ardelio sengaja menggunakan tangan kirinya untuk mengungkung Shanum, layaknya apa yang sudah lebih dulu dilakukan tangan kanannya. Mata tajam Bima Ardelio masih menatap lurus kedua mata Shanum. Padahal, ulah Bima Ardelio yang begitu cekatan sekaligus tiba-tiba, membuat jantung Shanum nyaris copot. “Orang ini ... dia benar-benar niat membunuhku. Usiaku baru dua puluh tiga tahun. Orang tuaku begitu menjaga kakakku, masa aku juga jahat ke diriku sendiri di saat orang lain sibuk melukaiku?” lirih Shanum tanpa kembali menatap Bima Ardelio. Ia yang sempat menghela napas, sengaja merosot untuk melarikan diri dari Bima Ardelio. Namun seperti sebelumnya, dengan gesit pria itu menguasainya. Bima Ardelio menahan kedua tangan Shanum ke dinding. Pria itu seolah tidak akan pernah melepaskan Shanum sebelum Shanum mau menuruti kemauannya. “Sampai dia kembali, benar-benar hanya sampai itu. Karena setelah itu juga, aku akan langsung melepaskan kamu!” ucap Bima Ardelio. “Hafiz mengabariku bahwa dia memiliki saudara bernama Shanum. Hafiz juga bilang kamu gagal menikah setelah foto-foto senonoh kamu dengan beberapa pria, tersebar!” lanjut Bima Ardelio. “Hah ...?” Untuk sejenak, Shanum tidak bisa berkata-kata, bahkan walau bibirnya sudah terbuka. “Jadi benar, Hafiz tidak membawa kabur calon istrimu?” sergahnya kemudian. Setelah menepis tatapan Shanum, dengan enteng Bima Ardelio berkata, “Hafiz tahu semua rencanaku. Dia setuju karena rencanaku tidak sekejam yang kamu katakan.” “Kata siapa? Justru jika tanpa kamu, aku lebih bebas dan bahagia!” sergah Shanum tidak bisa untuk tidak sewot. “Lagian, siapa juga yang mau sama om-om tua kayak kamu? Hah ... kurang kerjaan saja. Andai kamu tidak menjebakku, aku sedang guling-guling di salju Korea Selatan!” tambah Shanum, tapi berbeda dari sebelumnya, ucapannya yang kali ini membuat Bima Ardelio melotot kepadanya. Dari cara Bima Ardelio menatapnya, pria itu merasa sangat terhina sekaligus terzalimi. Shanum berpikir, panggilan ‘Om’ yang ia berikan kepada Bima Ardelioz menjadi alasan pria itu merasa terzalimi. “Om-om tua, katamu?” lirih Bima Ardelio nyaris menerkam Shanum hidup-hidup. “Lah ... memangnya Om masih merasa balita? Heh, pantes ditinggal minggat pas hari pernikahan. Om saja selalu merasa muda! Sudah lepasin! Aku mau pulang saja. Tanpa Om, aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri!” tegas Shanum. “Aku tidak melukaimu. Bahkan walau kamu marah-marah. Aku murni mengajakmu bekerja sama!” tegas Bima Ardelio sesaat setelah ia melepaskan kedua tangan Shanum. “Untuk pembatalan pernikahan kita, atau malah Om mau menjatuhkan talak kepadaku sekarang juga, Om tidak perlu mengembalikan aku ke orang tuaku. Aku bisa menyelesaikannya sendiri karena aku sudah terbiasa!” sergah Shanum sambil mengawasi sekitar. Ia sedang mencari-cari ponselnya. “Karena kamu sudah terbiasa bikin masalah, maksudmu? Kelakuanmu!” ucap Bima Ardelio kali ini sengaja menyindir. Ucapannya sukses membuat Shanum menatapnya dengan jengkel. “Tidak apa-apa. Lanjutkan saja. Aku sudah terbiasa mendapatkan fitnah hanya karena aku bukan jebolan pondok pesantren apalagi aku juga bukan guru ngaji seperti kakakku yang ketika marah hanya akan bilang, astaghfirullah ....” Shanum mengomel kepada Bima Ardelio, tetapi pria yang telah menjebaknya dalam ikatan pernikahan itu, tampak sangat tidak peduli. Sambil berkecak pinggang, Bima Ardelio juga memalingkan wajah kemudian tersenyum mengejek kepadanya. Kondisi tersebut pula yang membuat Shanum mantap bercerai. Shanum berniat untuk kembali ke majikannya saja. Lebih baik bekerja, makan enak dan banyak uang. Daripada pulang ke kampung halaman dan bahkan ke keluarga, tapi selalu zalim kepadanya. Masalahnya, di mana ponselnya? “Om ambil hapeku, ya, biar aku enggak bisa lari dari Om?” omel Shanum tak segan menuduh. “Lah ... kok malah nuduh-nuduh aku?” heran Bima Ardelio. “Lah, kalau bukan Om, siapa lagi? Di sini kita hanya berdua, dan dari tadi, tidak ada orang lain selain kita!” “Coba diingat-ingat dulu, kamu taruhnya di mana? Jangan asal tuduh gitu!” “Lagian tadi andai Om enggak berulah pakai bawa preman, terus drama helikopter segala, aku pasti enggak kehilangan hapeku!” “Sudah, nanti aku ganti pakai yang baru, bila perlu jauh berlevel tinggi. Nanti aku beliin Iphone asal kamu mau bantu aku!” “Bukan perkara diganti hape baru bahkan yang levelnya lebih tinggi. Masalahnya di hapeku banyak data penting. Seluruh bukti fitnah kepadaku bisa dibuktikan lewat hapeku!” “Alah ... drama!” Bima Ardelio benar-benar tak percaya kepada Shanum. “Dasar wong gemblung!” kecam Shanum yang mengatai Bima Ardelio gila. “Heh!” sergah Bima Ardelio sambil menahan pergelangan tangan kiri Shanum. Gadis itu buru-buru meninggalkannya dengan keadaan yang masih sangat kacau. Shanum menatap kedua mata Bima Ardelio di tengah kekhawatirannya pada ponselnya. Iya, Shanum takut ponselnya benar-benar hilang. Karena jika iya, dirinya akan kehilangan kontak sekaligus perantara komunikasi dengan sang majikan. Terlebih Shanum tidak hafal nomor majikannya. Padahal melalui majikannya, Shanum akan membuktikan fitnah-fitnah yang tengah ia hadapi. Dari perkara uang lima puluh lima jutanya yang ditransfer ke Syifa sang kakak dan ditepis mentah-mentah oleh Syifa dengan dalih fitnah. Juga, Shanum yang akan membuktikan bahwa selama lima tahun bekerja kepada bosnya, ia tidak pernah keluyuran apalagi sampai bisa foto telanjang di ranjang, sofa dan sedang main gila dengan pria berbeda di setiap fotonya. Yang mana di foto tersebut juga disertai banyak botol minuman panas. Sementara itu, dalam kamar Asyifa, wanita itu masih mencari-cari alasan untuk membalas pertanyaan sang suami perihal alasan ponsel atau hape Shanum yang ada di tasnya. Waktu yang Syifa miliki seolah berputar lebih lambat seiring ulahnya yang kepergok Ridwan sang suami. (Assalamualaikum ... bantuin ikut promoin ke temen yuk, biar ikut baca dan rame juga. Lihat, follower saja hanya 30n 😂. Takutnya jadi kurang berkembang dan enggak bisa berepisode panjang 🥲🙏)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD