1. Siapa Anda?

1140 Words
Ferdy menatap hamparan awan putih dari jendela pesawat yang menerbangkannya dari bandara internasional Changi, Singapura, menuju bandara Soekarno-Hatta. Perjalanan yang seharusnya dinikmati dengan senang hati lantaran proyek kerja sama perusahaan yang diwakilinya berhasil mencapai kesepakatan yang diinginkan, ternyata membuatnya sedikit melankolis. Sebenarnya, hal seperti ini yang paling dibenci Ferdy. Melakukan perjalanan bisnis sendirian dan menganggap bandara hanya sebagai tempat peristirahatan sementara sebelum ia terbang lagi ke kota atau negara lain beberapa hari kemudian. Terkadang, ia bertanya pada dirinya sendiri untuk apa ia mati-matian bekerja dan merelakan sebagian hidupnya berpasrah diri pada sang pilot. Mungkin karena hal itu, selama ini Ferdy tidak berani berkomitmen dengan wanita. Ia tidak bisa tinggal lebih lama di satu tempat, sedangkan komitmen membuatnya harus tetap tinggal dan kembali. Di usianya yang sudah matang, Ferdy hanya berjibaku dengan segudang urusan bisnis. Dalam silsilah keluarga besarnya, mereka hanya mengenal dua macam karir. Ahli pemasaran dan ahli keuangan. Itulah kenapa Ferdy lebih memilih menjadi Chief Marketing Officer sekaligus merangkap Chief Financial Officer di perusahaan keluarganya. Menjadi CFO bukan pilihan kedua karena Ferdy lebih menyukai strategi pemasaran. Ia hanya menggantikan posisi sementara adiknya yang memutuskan berhenti berkarir setelah melahirkan anak pertamanya. Menduduki kedua jabatan penting di perusahaan keluarganya sama sekali tidak membuatnya bangga. Ia merasa perjuangan berkarirnya kurang greget lantaran ia hanya tinggal melanjutkan sisa pekerjaan para leluhurnya di perusahaan tersebut. Berbeda dengan karir marketing yang dibangunnya sendiri seusai menyelesaikan kuliahnya di Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat. Di Oklahoma, Ferdy berjuang dari nol untuk mendapatkan posisi CMO di sebuah perusahaan jasa. Sayangnya, hanya beberapa tahun menduduki posisi CMO di sana, papanya meminta Ferdy kembali ke Indonesia. Tidak ada yang menarik dalam kehidupan pribadinya selain keponakan kecilnya yang cantik dan papanya yang galak seperti singa. Ups, itu menurut Ferdy. Ferdy mengembus napas untuk sekadar melepas penat. Adiknya saja sudah punya anak, padahal usianya lima tahun lebih muda darinya. Apalah dia yang masih betah menjomblo sampai sekarang. Menjadi pria single yang mapan di usia matang, itu pilihan. Setiap orang punya pilihan dan cara yang berbeda untuk menjalani hidup. What the hell are you thinking about, dumbass?! Ferdy memaki dirinya sendiri lantaran membandingkan kehidupannya dengan kehidupan adiknya. Sangat tidak bijaksana. Ferdy butuh suasana lain untuk mengusir rasa bosan yang berujung pada lamunan. Menegakkan tubuh atletisnya dan celingukan seperti orang bingung, akhirnya pandangan Ferdy jatuh pada pria tua berkaus putih dan bercelana cargo hitam yang tertidur pulas sambil mendengkur di sebelah tempat duduk suitenya. Ferdy mendesah kesal. Ia menyesali kenapa ia mengambil first class dalam penerbangannya kali ini. Seharusnya ia mengambil kelas ekonomi saja agar bisa melihat pemandangan lebih banyak. Alih-alih bisa melihat pemandangan cewek-cewek kece, justru kakek ngorok yang menemani perjalanannya. Apes banget hidup gue. Ferdy Mengelus d**a. Ferdy meraih headphone dari bawah LCD layar sentuh yang terletak di depan kursi lalu memasangkan ke telinganya. Pria bermata abu-abu itu sengaja memutar musik kencang untuk menghindari suara dengkuran pria di sebelahnya. Beruntung, beberapa menit kemudian suara musik di headphone-nya mati dan tergantikan oleh suara bening yang lembut dari pramugari yang mengumumkan bahwa pesawat akan segera landing. Ferdy melepas dan meletakkan kembali headphone-nya pada posisi semula, lalu memasang sabuk pengaman. Pesawat mendarat dengan mulus. Hal yang selalu Ferdy syukuri setiap kali kakinya menginjak lantai bandara Soekarno-Hatta adalah ia kembali dengan selamat. Saat tiba di lobi gedung parkir Terminal 3, Ferdy mengeluarkan ponsel dari saku celana jeans biru tuanya untuk menghubungi seseorang. Tidak memakan waktu lama, seorang pria berusia sekitar tiga puluhan yang mengenakan kemeja hijau dan berambut kelimis datang menghampirinya. "Welcome home, Pak Ferdy!" sambut Hendro sambil melontarkan senyuman. Ferdy memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Thanks sudah menjemput tepat waktu, Ndro." "Kalau tidak tepat waktu nanti saya dipecat," tutur Hendro malu-malu. Tatapannya kemudian terpaku pada tas ransel Montblanc hitam yang menutupi punggung Ferdy. "Bapak tidak bawa apa-apa lagi?" "Emangnya kalau saya pergi, saya pernah bawa banyak barang?" Ferdy balik bertanya sambil menggulung lengan jaket denim biru yang melapisi kaos hitamnya. Senyuman Hendro yang lebih mirip dengan ekspresi orang yang sedang menahan buang hajat terkembang di wajah tirusnya. "Enggak, Pak." "Kita pulang sekarang." "Siap, Bos!" Hendro meletakkan satu tangan terbuka di depan dahinya, melakukan gerakan hormat. Cuaca mendung dan embusan angin penyambut hujan mengenyahkan sengatan panas matahari. Mereka berjalan cepat menuju mobil yang dibawa Hendro. Namun, langkah mereka tertahan oleh teriakan cempreng seorang wanita. "Ferdinan Hutomo!" Ferdy dan Hendro kompak berbalik dan memandang si pemilik suara. Ferdy menyatukan alis sambil memutar otak berusaha mengingat siapa wanita yang memanggil namanya selengkap itu. Selama ini, orang-orang yang mengenalnya hanya memanggilnya dengan nama Ferdy. Nope! Otaknya tidak menemukan secuil pun ingatan tentang wanita itu. Siapa dia? Semakin dekat jarak wanita itu dengannya, Ferdy semakin jelas menangkap garis-garis kecantikan di wajahnya. Ferdy memandang takjub gaya berjalan wanita bertubuh tinggi langsing yang mengenakan rok midi hitam dan kaus merah muda itu. Wanita itu terlihat seperti seorang model yang sedang berjalan di atas catwalk. Apalagi saat belahan roknya tersibak oleh embusan angin dan mengekspos separuh paha mulusnya, Ferdy langsung menelan ludah. Almost perfect. Ferdy berniat melayangkan senyuman termanisnya untuk wanita itu sebelum akhirnya memutuskan untuk mengatupkan bibir rapat-rapat dan menunjukkan sikap angkuh. Tatapan tajam dan penuh kemarahan wanita itu yang membuatnya mengurungkan niat. "Masih ingat sama saya?" tanya wanita itu sesaat setelah menghentikan langkahnya sekitar dua meter di hadapan Ferdy dan Hendro. Ferdy mengangkat pundaknya sambil menggeleng. "No." Wanita itu mengangkat sebelah ujung bibirnya tersenyum sinis. Ia kemudian berkacak pinggang. "Tentu saja kamu tidak akan ingat saya, apalagi sama anak kamu." What?! Anak? Anaknya siapa? Ferdy tercengang. "Maaf, Anda siapa? Tiba-tiba datang dan—" "Jangan pura-pura lupa kamu!" Wanita itu memotong pertanyaan Ferdy dengan meninggikan nada suaranya. Serta merta hal itu menarik perhatian beberapa orang yang berada di sekitar sana dan membuat Ferdy jadi tambah bingung. Hendro yang tidak kalah bingung dan tidak mau melihat bosnya menjadi objek kejulidan orang-orang yang melihat, ia mencoba menengahi. "Maaf, Mbak. Mbaknya ini siapa dan ada keperluan apa sama Pak Ferdy?" Wanita itu mengalihkan tatapan galaknya pada Hendro dan membuat pria itu beringsut lebih mendekat pada Ferdy. "Jangan ikut campur urusan saya dan suami saya!" sergah wanita itu "What?!!!" Jantung Ferdy hampir melompat keluar mendengar pernyataan wanita itu. "Tunggu! Tunggu! ...." Ferdy menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan. "Anda ini siapa? Saya tidak kenal Anda." "Emang laki-laki semuanya sama. Habis manis, sepah dibuang. Kamu lupa kalau kamu punya anak dan istri. Dasar b******k!" maki wanita itu. "Tapi, saya memang tidak—" "Besok pengacara saya akan menyerahkan surat gugatan cerai saya ke pengadilan agama. Saya harap kamu tidak mempersulit proses perceraian kita," potong wanita berambut cokelat itu. "Dengar—" "Kamu enggak akan bisa ketemu sama anak kamu lagi," potong wanita itu lagi sebelum berbalik dan meninggalkan Ferdy. Ferdy bergeming. Ia masih syok dengan kejadian aneh tapi nyata yang baru saja dialaminya. Status jomblo akut, menikah masih dalam angan-angan, tapi mendadak akan didudakan. Huft!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD