-Ketika Allah menjadikannya kenyataan.-
"Rafandra!" seru sang pembawa acara. Ia baru saja memanggil salah satu founder yang sekaligus CEO startup yang baru saja berhasil menjadi salah satu startup yang menyandang gelar unicorn. Gelar unicorn diberikan kepada startup yang telah memiliki nilai valuasi di atas 1 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 14,1 triliun. Fantantis sekali bukan?
Dan lelaki itu berjalan tegak dengan senyumnya yang manis, melewati deretan penonton yang sudah berdiri sembari bertepuk tangan, menyambutnya. Tak terkecuali, perempuan yang duduk di sebelah teman lelakinya. Ia menatap lelaki itu tanpa berkedip. Sudah lama ia menantikan pertemuan ini. Pertemuan di mana ia bisa melihat lelaki itu secara langsung. Selama ini, ia hanya melihatnya di berbagai media sosial juga televisi. Ia tentu bersemangat ketika akhirnya diundang ke dalam acara penganugerahan kepada startup terbaik tahun ini di Indonesia. Yang diundang datang ke acara ini tentu saja hanya mereka yang terlibat dalam pendirian sebuah startup. Kebetulan perempuan ini menjadi salah satu tim pembentukan startup baru yang berjalan selama setahun belakangan bersama dua teman lelakinya yang duduk di sebelah kirinya. Startup yang mereka dirikan merupakan startup paling muda dibandingkan dengan startup lainnya yang hadir di sini.
"Terima kasih saya ucapkan. Pertama-tama dan paling utama kepada Allah karena-Nya, saya bisa berada dan hadir di antara rekan-rekan sekalian. Tanpa-Nya, saya bukan lah apa-apa," tutur lelaki itu. Ia sudah menenteng piala terkece yang diinginkan oleh seluruh CEO startup yang ada di sini. Untuk keempat kalinya, perusahaan miliknya kembali menang sebagai startup terbaik di tahun ini.
"Nanti bisa gak sih kita foto sama dia?" bisik gadis itu pada teman lelaki di sebelahnya. Teman lelakinya, Zhafran, tertawa.
"Gimana, Dit?" tuturnya usai menyenggol bahu Ditto yang berduduk di sebelah kirinya.
"Apaan?"
"Si Frasya pengen foto sama Mas Rafandra!" bisiknya.
Ditto menoleh ke arah gadis berjilbab itu. "Mau foto sama dia?" tanyanya dan dibalas dengan anggukan berbinar. Ditto terkekeh. "Oke-oke, gampang!" tuturnya. Ditto kan pernah beberapa kali bertemu langsung dengan Rafandra. Meski mungkin Rafandra agak-agak lupa dengannya. Tapi apa salahnya mencoba?
"Kedua, tentu saja ucapan pada kedua orangtua saya," tuturnya yang disambut haru para perempuan. Bagaimana tidak? Ada banyak perempuan di sini yang pastinya menyukai sosoknya. Namun sayangnya, terdengar kabar tidak sedap enam bulan lalu. Katanya sih, sudah punya kekasih dan kekasihnya itu adalah Puteri Indonesia perwakilan Sumatera Utara. Entah benar atau tidak berita itu, tapi itu lah yang santer terdengar hingga Frasya tak mau lagi menyebut namanya dalam doa. Hihihi. Alasannya? Cowok itu punya pacar. Ia tak mau dengan cowok yang berpacaran. Ia memang agak-agak ketat dalam hal ini. Walau selama satu bulan ini, ia sudah mengenyampingkan perasaannya. Toh, judulnya ia hanya kagum kan pada lelaki itu? Dan memasukannya dalam salah satu kriteria lelaki idaman untuk menjadi suaminya. Walau yaaa minus 'berpacaran' itu. Ia hanya berpikir kalai cowok yang baik tak akan memacari tapi menikahi. Eaak! Tapi betul kan?
"Fra! Fra!" panggil Ditto ketika mereka sudah kembali duduk usai mengambil makanan. Frasya hampir lupa kalau tadi ia mengajak Ditto untuk berfoto ria dengan Rafandra. Tentu saja ia tak mau hanya berfoto berdua dengan lelaki itu. Sekagum-kagumnya Frasya pada lelaki itu, ia masih tahu ada batas-batas dalam agama yang harus ia taati bukan hanya sekedar untuk dipahami.
Ia segera mengintili Ditto. Zhafran mengikuti langkah keduanya sambilt terkekeh. Ia juga tak mau ketinggalan. Lalu ia dan Frasya berhenti sebentar, menunggu Ditto yang sedang berupaya mendekati Rafandra untuk mengajaknya berfoto. Setidaknya, butuh waktu hampir sepuluh menit hingga Ditto memberi kode pada teman-temannya untuk datang ke arahnya.
"Oh bareng temen-temennya juga," tutur Rafandra. Ia kira hanya Ditto saja.
"Iya, Mas. Sekalian. Mereka teman-teman saya di startup," tutur Ditto. "Ini Zhafran dan itu Frasya," kenalnya.
Dengan ramah, Rafandra menyalami Zhafran. Sementara pada Frasya, ia hanya menelungkupkan tangan. Frasya menangkap kesan sepertinya lelaki itu paham menikik pakaiannya dengan gamis juga jilbab yang panjang. Ia cukup berterima kasih dengan caranya yang menghargainya sebagai perempuan terhormat juga punya harga diri. Perempuan tentu saja terhormat jika tidak sembarang disentuh lelaki.
Foto pun diambil setelah meminta tolong pada rekannya si Rafandra. Tadinya Ditto dan Zhafran hendak bergantian untuk mengambil foto tapi Rafandra malah meminta temannya. Usai beberapa kali foto, ketiganya pamit seraya mengucapkan terima kasih.
"Kirim! Kirim! Kirim!" pinta Frasya yang membuat Ditto terkekeh.
@@@
Tiga bulan pun berlalu. Frasya kembali disibukan dengan pekerjaannya di kantor startup, pekerjaan menulisnya di sebuah website internasional juga bolak-balik mengurusi Visa untuk melanjutkan studi di Inggris. Kebetulan ia baru saja menerima pengumuman kelulusan salah satu beasiswa bergengsi di dunia. Ia akan meneruskan S2-nya di University College London, jurusan Environment and Sustainable Development. Menyesuaikan dengan passion-nya yang memang ingin memajukan Indonesia melalui management and planning dalam berbagai program sukses pemerintah. Selain bergabung dalam startup juga penulis di sebuah website internasional, ia juga sedang mengembangkan konsultan dalam bidang pembangunan khususnya, bidang perencanaan pembangunan. Bahkan, jasanya sudah digunakan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka mengevaluasi kinerja pemerintah selama lima tahun pemerintahan. Kini ia berencana melanjutkan pendidikannya untuk meningkatkan kompentensi sekaligus kontribusinya bagi negara. Berhubung ia masih sendiri diusia yang sudah 27 tahun ini jadi ya....
"Ya ampun, Fra! Mau sampe kapan sendiri?"
"Fra, inget usia loh. Jangan terlalu ambis menjadi perempuan. Toh ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga juga."
"Fra! Kapan bawa undangan?"
Kalimat-kalimat itu terlintas begitu saja dibenaknya ketika ia sedang fokus mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pembuatan VISA-nya. Ia menarik nafas dalam. Untuk perempuan diusia sepertinya, siapa sih yang tak mau menikah? Frasya pun mau. Sama seperti perempuan-perempuan lain. Ia bukannya tak mau mencari. Ia sudah mencari hanya saja, belum ada yang cocok. Ada yang datang tapi ia tak suka. Bukan berarti ia terlalu pemilih. Tentu saja bukan. Tapi apa salahnya menyeleksi? Jangan hanya karena usia, lantas terburu-buru menentukan pilihan tanpa menyeleksinya? Kan rugi. Pernikahan hanya untuk sekali seumur hidup kan? Bukan untuk kebut-kebutan. Jadi Frasya hanya bisa tersenyum tipis tiap mendengar perkataan-perkataan yang entah datang dari para sahabat, tetangga bahkan keluarga sendiri. Frasya paham, mungkin semua orang khawatir. Takut ia tak kunjung menikah nanti. Tapi siapa yang tahu jodoh sih? Dan lagi, Frasya sudah menentukan lelaki idamannya akan seperti apa. Ia juga sudah meminta tanpa menyebut nama tentunya. Urusan kapan dikabulkan oleh Allah, itu ia serahkan sepenuhnya pada-Nya. Urusan Frasya hanya berdoa juga usaha. Iya kan?
"Fra!" panggil Ziva. Gadis berjilbab itu membuka pintu ruangannya. Gadis itu juga sahabatnya dan turut bekerja di startup ini. "Makan yuk! Udah jam makan siang!" ajaknya.
Frasya hanya mengangguk. Keduanya solat Zuhur terlebih dahulu kemudian baru berjalan menuju kantin yang ada di lantai basement gedung bertingkat ini.
"Tahu gak sih? Nyokap gue udah mulai bawel lagi," tutur Ziva. Frasya tersenyum tipis. Ia tahu, kalau Ziva memang sudah disuruh untuk menikah. Mereka seumuran jadi yaa...wajar saja. Bedanya, orangtua Frasya tak terlalu bawel meski Frasya anak pertama di dalam keluarga. Kalau Ziva? Anak tunggal tentu saja. "Kemarin belum dapet kerja dua tahunan, dirusuhin cari kerja. Giliran udah kerja, disuruhin disuruh nikah. Nanti udah nikah, dirusuhin lagi pasti biar dapet anak."
Frasya terkekeh. Ya begitu lah mulut manusia ya? Enak sekali bicara kalau sesuatu yang menurut mereka kurang baik itu menimpa orang lain. Padahal, keduanya belum menikah saat ini itu belum tentu sesuatu yang buruk loh. Karena apa? Karena bisa jadi, Allah ingin keduanya mempersiapkan diri untuk menjadi seorang istri dan ibu nanti. Apalagi, keduanya punya keinginan yang sama tentang anak-anak mereka nanti? Apa? Menjadi hafiz dan hafizah, misalnya. Mengarahkan anak-anak mereka untuk dapat kuliah sarjana di luar negeri, misalnya. Terdengar kece bukan? Dan untuk mencapai sesuatu yang kece biasanya, calon pasangannya juga harus kece. Iya kan? Mereka juga harus kece? Dan lagi, Frasya sudah membuktikannya.
Di dalam startup, posisi Frasya sebagai wakil direktur. Ia punya pekerjaan sampingan sebagai penulis tetap di website internasional yang digaji dengan ratusan hingga ribuan dollar per bulan. Selain itu, namanya juga sering tertulis salam beberapa jurnal internasional dengan mantan dosen pembimbingnya. Ditambah lagi, sebulan ke depan ia akan berangkat ke Inggris untuk meneruskan S2-nya. Kece sekali bukan?
Allah baik sekali, memberinya karir sedemikian hebat yang juga dapat membuatnya berkontribusi untuk negara. Meski ia masih sendirian. Bagaimana jika kelak ia berdua nanti dengan suaminya? Dan memiliki pasangan yang tak kalah hebatnya? Bukan kah akan lebih kece? Dan barangkali, Allah menyimpan pasangannya untuk dipertemukan disaat yang tepat. Karena Allah yang paling tahu kapan waktu yang tepat itu akan datang.
"Doain aja gitu, Ma," tutur Frasya.
"Udah capek gue ngomong kayak gitu ke nyokap gue," balas Ziva yang membuat Frasya tertawa.
@@@
Kalau mengingat perjuangannya dulu untuk mencapai pada titik ini, ia rasanya ingin menangis. Bertahun-tahun dimasa kuliah sarjana, ia berjuang mengumpulkan pengalaman untuk bekal mengejar beasiswa. Namun ternyata, tidak cukup. Belum lagi, jurnal-jurnal yang ia tulis belum mampu menembus publikasi internasional. Tentu saja kedua alasan itu menjadi salah satu penyebab kegagalannya meraih beasiswa di tahun-tahun kemarin juga kemundurannya dalam mendaftarkan diri dibeberapa beasiswa karena merasa pesimis. Belum lagi, gagal menjadi pegawai negeri sipil selama dua tahun berturut-turut. Meski ia akui kalau ia memang setengah hati mengikuti ujian untuk menjadi pegawai negeri sipil itu. Itu pun atas desakan orangtua. Ia merasa berat hati karena belum menginginkan posisi itu. Mungkin ada banyak orang yang menyebutnya bodoh karena tka mau menjadi pegawai negeri sipil saat itu? Hohoho. Tentu saja. Tapi ia hanya balas dengan sebuah senyuman. Karena apa? Karena ia percaya sebuah kata mustajab yang mengandung arti luar biasa. Man jadda wajada, yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil. Dan duaar! Semua berubah dalam dua tahun terakhir setelah bertahun-tahun ia berpikir kalau hidupnya stagnan.
Allah menggantinya dengan tambahan pekerjaan sampingan yang awalnya hanya digelutinya secara iseng. Tiba-tiba ditawari menulis di sebuah website. Awalnya, ia menyangka itu sebuah penipuan. Namun setelah diselidiki secara penuh ternyata bukan penipuan. Hingga akhirnya, membantu banyak dollar masuk ke rekeningnya. Ibunya tak berkoar lagi soal pemasukan bulanan yang agak menipis karena posisi adik lelakinya yang akan masuk kuliah dan adik keduanya belum mendapat pekerjaan, juga ayahnya yang pensiunan. Allah menambahnya dengan nikmat lagi yang tak terkira. Apa? Ketika Ditto tiba-tiba menghubunginya setahun lalu dan mengajaknya bergabung untuk membangun startup itu. Hingga ia berada diposisinya sekarang sebagai wakil direktur diusia 27 tahun? Bukan kah keren? Meski startup mereka masih belum sekeren startup lain? Namun penghasilannya dapat membuat Frasya bolak-balik ke Turki setiap bulan? Lalu Allah menambah lagi nikmatnya dengan kelancarannya mengejar beasiswa ditahun ini. Inggris, menjadi negara impiannya untuk melanjutkan studi. Selain karena negara yang begitu indah, bahasa internasional yang tentu akan mengasah keahlian bahasa asingnya tapi juga pengalaman hidup. Coba kalau Frasya dibiarkan menikah sama seperti teman-temannya yang lain apakah akan sampai dititik ini?
Belum tentu. Karena bisa jadi, Frasya malah fokus mengurus suami juga anak-anaknya sehingga ia tak bisa fokus mengejar karirnya. Dan Allah mengganti ketiadaan pasangan itu dengan niknat-nikmat yabg tak terkira ini. Maka benar lah kata-kata yang terus terulang dalam surat Ar-Rahman. Apa?
Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dusta kan?
Jawabannya, tidak ada. Dan kisah singkat itu lah yabg membuat seisi ruangan bergemuruh dengan haru juga tepuk tangan yang luar biasa untuk Frasya yang sukses menceritakan kisah hidupnya hingga mendapatkan beasiswa ini. Ia juga tak pernah menyangka kalau akan ditunjuk sebagai perwakilan dari teman-teman sesama peraih beasiswa di angkatannya untuk berpidato singkat di malam pelepasan sebelum keberangkatan mereka ke Inggris beberapa hari lagi.
Begitu turun dari panggung, ia disambut pelukan dari mentornya yang begitu bahagia. Ia juga tak bisa menahan tangisnya karena begitu bahagia menanti hari-hari keberangkatan ini.
"Frasya?" panggil seseorang.
Frasya sudah tak menangis dan kejadian itu sudah berlalu hampir setengah jam yang lalu. Tapi wajah sembapnya masih terlihat jelas. Meski begitu, ia kini tersenyum tipis. Aaah, lelaki ini tiba-tiba mem-follow-nya. Ia juga kaget. Sangat-sangat tidak menyangka kalau akan diikuti oleh seseorang yang sangat terkenal di jagat maya.
"Iya, Mas Rafandra."
Lelaki itu mengangguk dengan senyuman tipisnya. Tadi lelaki ini juga diundang sebagai tamu yang juga berbicara saat pembukaan acara. Motivasi darinya tentu sangat menyentuh. Sebagai seseorang yang pernah menempuh pendidikan di luar negeri dan berhasil meraih dua gelar sekaligus. Kece bukan?
"Gak nyangka ketemu kamu di sini."
Frasya hanya bisa nyengir. Ia sebetulnya agak-agak malu dengan wajah sembapnya.
"Waktu itu kan sempat foto sama saya?"
Frasya mengangguk-angguk.
"Saya tahu IG kamu dari foto yang ditandai sama Ditto."
Aaah. Frasya mengangguk-angguk. Ia ingat karena Ditto juga memposting foto itu. Kalau Frasya? Ia tak pernah memposting foto orang jadi hanya masuk ke dalam Snapgram-nya.
"Terus beberapa hari kemarin juga ketemu Ditto," ungkapnya. "Saya pikir, kamu datang juga."
Aaaah. "Saya waktu itu ada kegiatan lain."
"Iya, Ditto bilang kamu ketemu dosen ya? Sibuk nulis jurnal juga?"
Frasya tersenyum kecil. Ia tak pernah menyangka jika malam itu menjadi obrolan pertama dengan lelaki yang pernah ia sebut namanya dalam sujud-sujudnya. Kalau sekarang?
Tidak lagi dong. Hihihi. Frasya trauma karena lelaki ini punya pacar, katanya. Ia tidak mau merebut pacar orang, tentunya.
@@@