Salsabila Virginia, gadis cantik berumur tujuh belas tahun yang masih duduk di bangku kelas dua SMA kini telah resmi menjadi istri dari seorang Aldo De Barak. Pria dewasa berumur tiga puluh tiga tahun, pemilik sekolah swasta tempat di mana Salsa bersekolah sekarang.
Mata Salsa melirik ke arah pria yang tengah duduk anteng di sampingnya. Sama. Wajahnya masih sama datar tanpa ekspresi ketika menyalami beberapa tamu undangan yang datang. Salsa menghembuskan napasnya perlahan ketika mengingat bagaimana pernikahan ini bisa terjadi.
Semua berawal dari kejadian seminggu yang lalu, kejadian di mana saat penyakit jantung yang diderita oleh Sandi kumat secara mendadak. Namun, bukan hal tersebut yang membuat Salsa kaget maupun tercengang, melainkan permintaan aneh bin ajaib yang Sandi inginkan darinya. Sebelumnya Sandi berkata, jika umurnya tidak akan lama lagi, dan setelahnya beliau menginginkan Salsa, —putri semata wayangnya— untuk menikah dengan seorang pria dewasa yang menjadi pilihannya. Dan Sandi juga bilang, jika pria itu sangat baik dan juga berpendidikan.
Tapi sepertinya kata-kata baik yang Papa Salsa berikan untuk suaminya adalah hal yang salah. Karena nyatanya di mata Salsa saat ini adalah, seorang Aldo De Barak adalah orang yang datar dan juga tidak peduli akan keadaan sekitar. Hal tersebut dapat Salsa lihat dengan jelas, karena sejak mereka bertemu pertama kali, lebih tepatnya tadi pagi, Aldo sama sekali tidak mengajaknya untuk berbicara. Walau hanya basa-basi saja seperti menanyakan nama, misalnya.
Lagi-lagi Salsa menghembuskan napasnya lelah. Kepribadian Aldo sungguh bertolak belakang dengannya. Salsa itu adalah gadis dengan pembawaan aktif, banyak bicara dan tidak bisa diam. Berbanding terbalik dengan Aldo yang pembawaannya diam, datar, dan juga tenang.
Sepertinya memang benar apa kata pepatah. Jika jodoh itu saling melengkapi bukan persamaan. Dan Salsa menyetujui hal itu sekarang, dia tidak bisa diam, dan Aldo sangat pendiam.
Sesekali Salsa mencuri pandang ke arah Aldo yang kini tengah berdiri di sampingnya, menyalami satu persatu tamu yang datang, memberi mereka ucapan selamat dan sesekali berfoto bersama. Pesta pernikahan mereka diadakan di salah satu hotel berbintang milik orang tua Salsa. Tidak heran, jika tahu bahwa orangtua Salsa memiliki pertambangan batu bara di Pulau Kalimantan.
Dan tamu yang diundang pun hanya berasal dari keluarga, kerabat dekat, beberapa teman Aldo dan juga beberapa teman Salsa. Bukan beberapa, karena yang diundang hanya dua, yaitu Renica dan juga Yuka, sahabat baiknya sejak taman kanak-kanak dulu. Karena Salsa sendiri lah meminta agar pernikahannya diadakan secara sederhana, hanya keluarga yang tahu. Karena Salsa tidak ingin teman-teman sekolahnya tahu apalagi orang luar lainnya. Karena bagaimanapun pernikahan mereka adalah illegal karena usia Salsa yang masih di bawah umur.
Salsa menatap ke arah Aldo yang masih diam berdiri di sampingnya, pria itu terlihat tenang dan tanpa ekspresi sedikit pun. Sedikit membuat Salsa takut, karena Aldo sama sekali tidak berbicara sejak tadi. Merasa diperhatikan, Aldo memalingkan wajahnya menatap ke arah orang –yang tak lain adalah istri kecilnya— yang sedang memperhatikannya sejak tadi. Entah apa yang ada dalam pikiran gadis itu, Aldo tidak tahu, dan yang jelas, ketika Aldo berbalik menatapnya, Salsa justru dengan cepat memalingkan wajahnya, seperti enggan untuk bertatap muka dengan Aldo.
Aldo mengendikkan bahunya tak acuh, ia tidak peduli dengan apa yang dipikirkan oleh Salsa. Mungkin gadis itu kesal kepadanya karena dipaksa untuk menikah dengannya. Aldo tahu jika Salsa masih remaja yang labil, dan di umur yang masih dini, ia dipaksa harus menjadi seorang istri, di mana gadis yang lainnya masih dapat bercengkerama bersama teman-temannya, bermain di mall atau menonton bioskop bersama.
Salsa kembali melirik ke arah Aldo, mencoba memastikan bahwa pria itu masih menatapnya atau tidak. Salsa menghembuskan napas lega ketika mendapati Aldo sudah tidak lagi menatapnya. Tadi jantung Salsa hampir copot ketika Aldo juga berbalik menatapnya dengan tajam. Bukan apa-apa, tapi tatapan mata Aldo sukses membuat tubuhnya membeku. Dan secara refleks juga, Salsa memalingkan wajahnya karena kaget.
Salsa mengerucutkan bibirnya kesal, dia tepergok telah memperhatikan suaminya secara diam-diam, dan jujur saja, Salsa sedikit malu karena hal itu. Menghembuskan napas kesal, Salsa semakin bosan dengan situasi seperti ini.
"Salsaaaa!" seorang gadis berwarna rambut blond tampak meneriaki namanya dari kejauhan. Dan di belakangnya diikuti seorang gadis bermata sipit dengan rambut berwarna hitam sebahu, menghampiri Salsa yang masih berdiri anteng di tempatnya.
Bibir Salsa menampakkan senyumnya, lumayan lebar hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya yang tertata rapi. Kedua tangannya terbuka lebar menerima pelukan dari kedua gadis tersebut.
"Reni, Yuka, gue kangen sama lo berdua," bibir Salsa tidak henti-hentinya tersenyum. Rasa jenuh yang hinggap di dirinya kini sudah menguap entah kemana, ketika melihat kedua sahabat karibnya datang. Dan jika mereka bertiga sudah berkumpul, jangan harap suasana tetap sunyi.
"Gue juga kangen sama elo Sal!" Reni berucap dengan semangatnya sambil melepaskan pelukkannya, diikuti juga dengan Yuka yang mengangguk setuju.
"Sekolah mau masuk, tapi elo malah nikah!" Yuka berkata dengan nada mendramatisir dan disetujui anggukan oleh Reni.
"Iya nih, padahal kan perjanjiannya yang nikah duluan di antara kita bertiga itu gue Sal!"
Salsa tersenyum kikuk saat mendengar ucapan Renica barusan. "Maafin gue Ren, elo kan tahu kalau ini bukan kemauan gue."
Memang bukan kemauan Salsa, melainkan kemauan seseorang.
Reni dan Yuka nampak mengangguk mengerti. Mereka memang tahu jika pernikahan Salsa itu bukanlah kemauannya sendiri, melainkan sebuah perjodohan yang telah diatur dengan rapi oleh kedua orangtuanya. Salsa pun sebenarnya telah menolak pernikahan ini, dengan alasan dia masih terlalu muda dan juga belum siap untuk menjalankan kehidupan rumah tangga.
Tapi apa boleh buat, semuanya telah terjadi, dan Salsa melakukan semua itu semata-mata untuk kesembuhan papanya, mungkin itu adalah salah satu cara untuk membalas budi kebaikan kedua orangtuanya yang telah merawatnya selama ini.
Bahkan Renica dan Yuka masih mengingat betapa sedihnya Salsa ketika bercerita tentang hal tersebut. Dan pada akhirnya, mereka bertiga menangis hingga ketiduran di kamar Salsa. Dan ketika bangun, jangan lupakan ekspresi histeris ketiganya saat menatap kantung matanya yang bengkak dan sembab akibat menangis semalaman. Sungguh jiwa solidaritas yang tinggi.
"Eh tapi, bay the way, elo nggak mau nih ngenalin kita berdua sama suami lo itu?" Renica menatap Aldo yang masih berdiri anteng di samping Salsa tanpa merasa terganggu.
Dan hal serupa juga dilakukan oleh Yuka dan Salsa yang juga menatap ke arah Aldo. Salsa menelan salivanya perlahan. Entah kenapa ada perasaan takut sekaligus canggung yang menyebar di tubuhnya.
"Em, Om Aldo, kenalin ini Reni dan Yuka, dan kalian, ini Om Aldo. Suami.... gue."
Aldo menatap ke arah Salsa sekilas dan setelahnya menatap Reni dan juga Yuka secara bergantian. Aldo nampak mengangguk pelan lalu kemudian kembali menatap ke arah depan.
Tanpa sadar Reni dan Yuka menelan salivanya perlahan. Mereka tidak menyangka jika suami Salsa adalah orang yang sangat dingin dan juga, jangan lupakan wajah datarnya tadi saat menatap Reni dan Yuka secara bergantian.
"Em, Sal, kita foto bareng aja yuk!" Reni mencoba mengalihkan kegugupan mereka dengan hal lainnya.
"Bener tuh Sal, buat nambah koleksi foto kebersamaan kita." Yuka menyetujui usulan Renica barusan. Lebih baik mereka mengalihkan perhatian dari pada harus terjebak dalam situasi awkward seperti tadi.
"Boleh, tapi jangan upload ke sosmed ya, entar pada tahu lagi kalau gue udah nikah, gue nggak berita ini sampe tersebar!" Salsa takut jika berita pernikahan tersebut ke publik.
Salsa belum siap. Salsa masih ingin bercengkerama bersama sahabatnya, seperti remaja pada umumnya. Dan Salsa juga tidak mau sampai menjadi bahan gunjingan maupun di kucilkan oleh teman-teman satu sekolahnya, dan satu lagi, Salsa tidak mau dianggap sebagai gadis nakal karena menikah dini. Bisa-bisa teman-teman itu mengira bahwa pernikahannya karena accident.
Huh, dasar netijen mereka kadang seenaknya sendiri. Kalau membicarakan orang lain nomor satu. Tapi kalau dibicarakan marah-marah. Egois!
Mereka bertiga berfoto hingga beberapa kali dan dengan beberapa gaya juga. Yang pertama, mereka hanya tersenyum lebar ke arah kamera, lalu menjulurkan lidahnya, dan kemudian mengerucutkan bibirnya, lalu mereka nampak tertawa lepas, dan terakhir, nampak Reni dan juga Yuka menatap kaget ke arah Salsa, sedangkan Salsa dia nampak menutup wajahnya malu.
Mereka bertiga nampak tertawa ketika melihat hasil foto ketiganya. Mereka nampak imut dan juga menggemaskan.
"Eh Sal, kita ada kado nih buat pernikahan elo." Yuka memberikan sebuah kotak berukuran sedang yang terbungkus dengan kertas kado berwarna biru, dan juga sebuah pita berwarna putih yang menghiasi bagian atasnya.
Salsa nampak tersenyum haru lalu kemudian memeluk kedua sahabatnya itu. "Thanks ya, seharusnya kalian nggak perlu repot-repot ngasih gue kado. Dengan kalian dateng ke pernikahan ini, itu udah jadi kado terindah buat gue."
Reni nampak menggeleng pelan, "Enggak, ini itu moment spesial elo, sekali seumur hidup. Jadi, kita pengen ngasih sesuatu yang spesial buat elo."
Yuka menatap Salsa, "Mungkin harganya nggak seberapa, tapi..."
Salsa menggeleng cepat, dan memegang pundak Yuka, "harga itu nggak penting, yang penting itu ketulusan kita dalam memberikannya."
"Tumben lo bisa bijak Sal," Reni menahan tawa.
"Yeee, ya bisa lah! Mulai dewasa nih gue!"
"Iya deh iya, yang udah nikah! Mulai dewasa," Reni tertawa lepas karena ucapan Yuka barusan. Sedangkan Salsa, gadis itu justru mengerucutkan bibirnya kesal akibat godaan kedua sahabatnya.
"Oh iya Sal, kita pulang dulu ya? Udah malem nih." Salsa mengangguk mengiyakan ucapan Renica.
"Iya, kalian hati-hati ya, lusa kita ketemu di kelas." dan setelahnya mereka bertiga kembali berpelukan.
Menghembuskan napasnya perlahan, Salsa mulai merasa sepi. Kedua temannya sudah pulang, dan pria di sampingnya juga tetap diam tanpa suara. Orangtuanya? Mereka sibuk menyambut tamu masing-masing. Mertuanya? Juga sama. Tidak ada yang beda.
Salsa mendesah lelah, papanya itu telah berhasil membuatnya terjebak dalam hiruk pikuk rumah tangga bersama pria dewasa di sebelahnya. Pria yang bahkan ekspresi datarnya nauzubillah. Mengalahkan tembok besar China! Ganteng sih, tapi kalau seperti patung dewa Yunani buat apa? Diam tak bersuara.
Salsa memalingkan wajahnya ketika merasa diperhatikan, dan tanpa dia duga jika Aldo kini nampak menatap Salsa dengan intens, membuat gadis itu menjadi salah tingkah sendiri. Apalagi ketika Aldo mulai berjalan mendekatinya, dan Salsa justru refleks melangkah mundur menjauhi Aldo. Namun, tanpa disangka, Aldo justru menarik pinggang Salsa hingga menubruk tubuhnya. Salsa memejamkan matanya ketika melihat wajah Aldo yang mulai mendekat. Tapi pria itu justru membisikkan sesuatu di telinganya, yang membuat matanya melebar seketika.