7

1852 Words
Kanaka membaringkan tubuh Athalia ke atas ranjang besar miliknya. Pria itu tidak membawa Athalia ke hotel melainkan ke kediamannya. Kanaka melepaskan sepatu yang Athalia kenakan, lalu ia membuka dress Athalia yang kotor. Di mobil Athalia memuntahkan isi perutnya hingga mengenai baju yang dipakainya juga mengotori mobil Kanaka. Biasanya Kanaka akan membenci hal-hal menjijikan seperti itu, tapi demi Athalia, ia bukan hanya bertahan dengan bau muntahan tidak sedap Athalia, tapi juga membersihkan tubuh Athalia. Mata Athalia terbuka, ia menatap Kanaka yang saat ini berada di depan wajahnya hanya dengan jarak kurang dari dua puluh senti meter. Kedua tangan Athalia bergerak, merangkul leher Kanaka. Menariknya mendekat lalu mencium bibir pria itu. Athalia tidak sadar sama sekali atas apa yang ia lakukan. Ia hanya melihat wajah tampan Kanaka dan sayang untuk melewatkannya. Kanaka yang sedang memegang handuk hangat menengkram handuk dengan kuat, ia tidak ingin mengambil kesempatan dari Athalia lagi. Namun, ia tidak bisa menahan gairahnya. Ia begitu menginginkan Athalia saat ini. Setelah membiarkan Athalia menyerang bibirnya secara semborono. Kanaka akhirnya membalas ciuman itu. Mengambil alih kepemimpinan. Pria itu menuntut Athalia dalam setiap gerakan. Ciuman panas penuh gairah itu berlangsung panjang. Kecupan-kecupan kecil menyapa sekujur tubuh Athalia. Tangan Kanaka bergerak bebas, menyentuh apa saja yang ingin ia sentuh. Tubuh keduanya menyatu. Kanaka bergerak dengan lembut. Mata Kanaka menatap Athalia yang saat ini terpejam, tapi Athalia tidak tertidur sepenuhnya. Wanita itu terus mendesah, tangannya mencengkram punggung Kanaka kuat. Pinggul Kanaka terus bergerak maju mundur, menghujam Athalia dalam dan lebih dalam lagi sesuai dengan rengekan manja Athalia. Gelombang kenikmatan menyapu Kanaka, cairan miliknya berpindah sepenuhnya pada milik Athalia. Ini merupakan kedua kalinya pria ini bercinta dengan Athalia tanpa menggunakan pengaman. Tubuh Kanaka masih berada di atas Athalia. Pria itu memperhatikan Athalia yang tampaknya benar-benar terlelap sekarang. Senyum kecil muncul di wajah pria tampan itu. "Sangat cantik," pujinya. Ia benar-benar menyukai wajah Athalia. Kanaka tidak kekurangan wanita cantik sama sekali, tapi hanya Athalia yang ia sukai. Wanita luar biasa yang telah menarik perhatiannya, baik hati maupun tubuhnya. Pada titik ini Kanaka sudah benar-benar jatuh hati pada Athalia. Ini pertemuan ketiga kalinya dengan Athalia, dan perasaannya sudah berkembang begitu jauh. Benar-benar diluar akal sehat. Cukup lama Kanaka menghabiskan waktunya memandangi Athalia, Kanaka memutuskan untuk tidur. Pria itu terpejam sembari memeluk Athalia. Waktu berlalu, jam biologis Athalia membangunkan ia dari tidurnya. Denyut nyeri menerjang kepalanya. Ia merasa perutnya mual, tapi ia tidak muntah sama sekali. Ia mengerang pelan. Ini adalah yang kedua kalinya dia mabuk, dan rasanya masih sama berantakan seperti yang pertama ia rasakan. Perlahan matanya terbuka. Ia masih belum menyadari bahwa saat ini ia terbangun bukan di kamarnya. Setelah beberapa saat menyesuaikan dirinya dari sisa mabuk semalam. Athalia mulai memperhatikan sekelilingnya. Tiba-tiba atensinya langsung berpindah pada tubuhnya sendiri. Benar saja, apa yang ia takutkan terjadi. Ia terbangun dalam keadaan tanpa busana di mana terdapat banyak jejak percintaan di tubuhnya. Athalia kali ini memaki dirinya sendiri. Laki-laki asing mana lagi yang tidur dengannya semalam. Athalia meremas rambutnya frustasi, memang benar ia mengatakan bahwa ia tidak akan setia lagi pada Baskara, tapi untuk jatuh pada hal yang sama untuk yang kedua kalinya seperti ini jelas bukan sesuatu yang ia rencanakan. Pintu ruangan besar itu terbuka, Athalia dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Ia seperti terkena serangan jantung saat melihat siapa yang melangkah mendekat ke arahnya. "Kau sudah bangun?" tanya Kanaka yang saat ini hanya mengenakan kaos putih dengan celana bahan panjang berwarna hitam. Di kepala Athalia seperti ada banyak meteor yang saling bertabrakan. Membuat ia seketika merasa pening. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa untuk beberapa saat, hanya matanya yang terus melihat ke arah Kanaka. Jadi, pria yang tidur dengannya semalam adalah Kanaka Rajendra? Tidak mungkin! Ini benar-benar gila. Athalia tidak pernah membayangkan dalam pikiran terliarnya bahwa ia bisa berbagi tempat tidur dengan pria yang memiliki pengaruh besar untuk keuangan dunia ini. "Athalia, kau baik-baik saja?" tanya Kanaka. Pria itu berdiri di sebelah Athalia sembari memperhatikan wajah Athalia. "Di mana aku sekarang?" tanya Athalia akhirnya. "Kediamanku." Athalia kembali merasa pening. Apa yang terjadi semalam? Apakah sama seperti malam sebelumnya, ia melemparkan dirinya pada laki-laki? Apakah ia yang telah merayu Kanaka lebih dahulu? Kepala Athalia berdenyut sakit. Bagaimana bisa ia melakukan tindakan segila ini? Dan di mana Lalunna semalam? Ia sepertinya telah salah mengandalkan Lalunna semalam. "Bersihkan tubuhmu, lalu turun untuk sarapan. Aku akan menjelaskan padamu apa yang terjadi semalam." Wajah Athalia menegang. Menjelaskan apa? Bahwa ia dengan tidak tahu malunya merayu Kanaka? Tuhan, Athalia ingin mengubur dirinya sendiri ke dalam tanah sekarang. "Athalia, kau mendengarkanku?" "Ya, aku dengar." "Kalau begitu mandilah," seru Kanaka. "Atau kau membutuhkan bantuanku untuk membawamu ke kamar mandi?" Kanaka menunjukan kemurahan hatinya. Ia benar-benar ingin membantu Athalia. Athalia segera turun dari ranjang, tubuh polosnya tidak terlindungi kain sama sekali. "Tidak, aku bisa sendiri." Kanaka diam beberapa saat, Athalia merasa ada sesuatu yang salah. Ia nyaris pingsan ketika menyadari bahwa ia berdiri tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Dengan perasaan malu, Athalia segera melangkah menuju ke kamar mandi. Syukurlah ia tidak perlu bersusah payah mencari kamar mandi, jika tidak ia akan lebih malu lagi. Senyum mengembang di wajah Kanaka. "Wanita yang lucu." Di dalam kamar mandi, Athalia masih berada dalam posisi menyedihkan. Ia masih tidak habis pikir dengan yang terjadi sekarang. Tidak ingin berhadapan dengan Kanaka, Athalia berlama-lama di kamar mandi. Berharap ia bisa menghindar dari Kanaka sedikit lebih lama lagi. Akan tetapi, Kanaka yang menunggu mulai mencemaskan Athalia. Apa yang membuat wanita itu mandi begitu lama. Sup untuk menghilangkan sisa mabuk Athalia sudah mulai dingin. Kanaka akhirnya membuka pintu kamar mandi, dan ia menemukan Athalia berendam di bak mandi. Athalia terkejut melihat Kanaka, refleks ia menutupi bahunya yang terbuka. Kanaka tertawa kecil. "Aku sudah melihat semuanya, tidak perlu ditutupi." Ah, pria ini benar-benar mengatakannya tanpa basa-basi. "Anda seharusnya mengetuk pintu terlebih dahulu, Tuan Kanaka." Athalia berkata formal. "Itu salahku. Maafkan aku." Kanaka meminta maaf. "Apakah kau masih ingin berendam lebih lama lagi? Tidak ada gunanya menghindariku, ayo cepat keluar dari bak mandi. Kau harus mengisi perutmu yang kosong." "Baik." Athalia menjawab patuh. Baru beberapa saat kemudian ia mengolok dirinya sendiri yang begitu cepat mematuhi Kanaka. Kanaka tersenyum kecil. Athalia terpesona sejenak. Ini merupakan pertama kalinya ia melihat Kanaka tersenyum. Pria itu menjadi berkali lipat lebih tampan. Jantung Athalia tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Berhenti bersikap kau seorang remaja yang sedang jatuh cinta, Athalia! Athalia mencibir dirinya sendiri. Ia meraih bathrobe di sebelah bak mandi lalu memakainya. Ia keluar dari kamar mandi, di atas ranjang sudah terdapat satu set pakaian. "Kenakan pakaianmu, aku tunggu di ruang makan." Kanaka lalu keluar dari kamar itu, membiarkan Athalia berpakaian dengan nyaman. Athalia segera mengenakan pakaian, ia melangkah keluar kamar, di depan pintu sudah ada seorang pelayan yang berjaga. "Nona, mari saya antar ke ruang makan." Pelayan wanita itu berkata dengan sopan. "Ya." Athalia lalu mengikuti pelayan, melangkah di atas lantai marmer menyusuri lorong-lorong panjang dan melewati beberapa ruangan. Di ruang makan, Kanaka sudah duduk. Pria itu mendengar langkah kaki Athalia. Ia memiringkan wajahnya lalu mempersilahkan Athalia untuk duduk. Athalia memperhatikan banyak makanan di meja makan. "Aku tidak tahu kau menyukai sarapan yang mana, ambil saja yang kau sukai." Kanaka seolah mengerti apa yang Athalia pikirkan. "Koki juga sudah menyiapkan makanan untuk membuatmu lebih baik karena mabukmu semalam." "Terima kasih," seru Athalia. Kanaka mulai menyantap sarapannya begitu juga dengan Athalia. Keduanya makan dengan tenang tanpa pembicaraan menginterupsi kegiatan mereka. Masih ada banyak waktu untuk bicara, jadi mereka bisa bicara nanti setelah selesai sarapan. Athalia tidak bisa berhenti mengunyah makanannya. Koki yang bekerja di kediaman Kanaka benar-benar tahu cara memasak dengan baik. Rasa masakannya benar-benar lezat. Athalia pandai memasak, tapi Athalia merasa bahwa ia berada sangat jauh dibawah koki yang bekerja di kediaman Kanaka. Melihat Athalia makan dengan lahap, Kanaka merasa puas. Ia akan memberikan bonus pada kokinya nanti. Sarapan usai. Kanaka membawa Athalia ke sebuah ruangan bersantai. Keduanya masih memiliki hal yang harus mereka bicarakan. "Tuan Kanaka, aku benar-benar minta maaf atas apa yang terjadi semalam. Aku mabuk dan melakukan hal yang memalukan padamu." Athalia memulai pembicaraan. Ia merasa apa yang terjadi semalam adalah kesalahannya, jadi ialah orang yang harus memberikan penjelasan lebih dahulu. "Aku tahu," balas Kanaka. "Kau mudah mabuk, jangan terlalu banyak minum lain kali," lanjutnya. "Baik." "Apa yang terjadi semalam bukan pertama kalinya." "Apa?" Athalia tidak mengerti. "Aku meninggalkan nomor ponselku pagi itu, tapi kau tidak menghubungiku." Athalia merasakan serangan jantung lainnya. Ia mendadak menjadi pening lagi. Jadi, apakah yang dimaksud oleh Kanaka adalah pria asing yang ia tiduri pertama kali dia mabuk adalah Kanaka? Ya Tuhan, Athalia. Betapa memalukannya! "Aku yakin kau mengingatnya sekarang," seru Kanaka. Athalia ingin pura-pura amnesia, tapi tidak ada gunanya ia menghindar. Ia hanya akan terlihat seperti seorang pembohong di depan Kanaka. "Tuan Kanaka, aku minta maaf sekali lagi. Aku tidak sadar atas tindakanku malam itu dan malam kemarin. Sungguh aku tidak berniat menggodamu. Aku..." Athalia tidak tahu bagaimana ia harus menjelaskannya pada Kanaka. Kanaka tersenyum ringan. "Tidak perlu meminta maaf, Athalia. Jika aku keberatan malam itu aku bisa menolakmu. Faktanya, aku memanfaatkanmu yang sedang mabuk dan membawamu ke ranjangku." Apa yang Kanaka katakan sangat masuk akal bagi Athalia. Kanaka jelas bisa menolaknya. "Aku menyukaimu." Kanaka mengatakannya dengan lugas. Ia tahu mungkin Athalia akan ketakutan setelah mendengar kata-katanya, tapi ia tidak ingin menyembunyikan perasaannya. "Tuan Kanaka, saya sudah menikah." Athalia baru mengalami patah hati, ia mana mungkin bisa mempercayai laki-laki setelah dikhianati oleh Baskara, terlebih ia dan Kanaka bertemu baru tiga kali. "Aku tahu. Aku sudah menyelidiki tentangmu, tapi aku tidak peduli sama sekali. Aku tidak pernah jatuh hati pada wanita sebelumnya, tapi aku jatuh hati padamu sejak pertama kali kita bertemu." Kanaka mungkin membutuhkan upaya lebih untuk membuat Athalia percaya padanya. Ditatap sedemikian rupa oleh Kanaka membuat Athalia merasa tidak nyaman, terlebih kata-kata Kanaka terdengar sangat jujur. Athalia tidak ingin jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Ia enggan jatuh cinta pada orang yang salah lagi. Meskipun benar Kanaka menyukainya bukan berarti mereka bisa bersama. Athalia tidak ingin lagi menjalin hubungan dengan pria kaya raya. Dan Kanaka, pria ini bukan hanya kaya raya, tapi sudah hampir menyerupai dewa. Ia jelas tidak pantas bersama dengan Kanaka. Dan juga, ia bukan wanita yang sempurna. Ia tidak akan menjadi wanita jahat yang menjebak Kanaka bersama dengannya. Akan ada neraka lain untuknya jika ia dengan tidak tahu diri menyambut perasaan Kanaka. Keluarga Rajendra mungkin akan segera mengirimnya ke akhirat karena lancang ingin bersanding dengan Kanaka. "Tuan Kanaka, itu bukan sebuah perasan yang pantas. Maafkan aku, aku tidak memiliki perasaan apapun untukmu." "Tidak perlu terburu-buru, Athalia. Ada banyak waktu untuk membuat kau berjalan ke arahku." Kanaka bisa menunggu, tapi ia tidak berjanji jika ia akan sabar dalam perjalanan menunggu itu. Athalia tidak bisa melanjutkan perbincangan ini lagi. "Saya rasa tidak ada yang bisa dibicarakan lagi. Apa yang terjadi di antara Anda dan saya hanya sebuah kesenangan sesaat belaka. Saya harap Anda bisa melupakannya. Saya akan pergi sekarang. Terima kasih." Athalia berdiri dari tempat duduknya. Kanaka tidak menahan Athalia. Ia membiarkan Athalia pergi kali ini, tapi ia bersumpah ia akan membuat Athalia menetap selamanya di dalam hidupnya. Mungkin bagi Athalia itu hanya kesenangan sesaat belaka, tapi bagi Kanaka, ia bersedia mengulang kesenangan itu seumur hidupnya. tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD