Hari ini Tri tak pergi jualan sebab ia baru menyelesaikan banyak pesanan untuk acara hajatan tetangganya. Badannya terasa letih setelah sejak subuh tadi mencetak kue-kue. Tak ada assisten yang membantunya, ia hanya sendirian mengerjakannya sebab Adam pergi ke pasar menjaga kios buah Engkong Udin.
"Eh Neng, lu kagak jualan nape?" Engkong Udin yang tak sengaja lewat ke depan kontrakan Tri merasa kaget melihat gadis yang selalu sibuk itu malah duduk santai di ambang pintu sambil asyik memotong kukunya.
"Ini teh habis antar pesanan. Mu buka lapak juga cape. Ya sudah mau istirahat saja." Tri menoleh ke arah pria tua berpeci hitam itu.
"Alhamdulillah, laris manis ya. Biar cepet kaya. Mudah-mudah banyak terus yang pesen." Engkong Udin mendekat dan ikut duduk di teras.
"Amin" Tri juga berharap seperti itu. Hanya waktu-waktu tertentu saja ia mendapatkan pesanan yang banyak.
"Mestinya lu tuh cari karyawan buat bantu-bantu. Sudah saatnya memperbesar usaha. Buka cabang baru dan nerima pesanan. Kalau cuma ngandelin satu, ga kan maju-maju." Pria tua itu memberikan masukan. Selama ini Tri terlalu asyik bekerja sendirian.
"Iya, Kong. Tri juga sebetulnya mah sudah punya rencana. Tapi ya gitu susah nyari orang yang bisa dipercaya dan dilatih. Dulu pas awal-awal.Tri malah ditipu sama asisten." Tri masih trauma.
"Minta bantuan si Adam!" Engkong Udin tahu jika cucu kesayangannya itu.oaling ahli di bidang perniagaan.
"Iya, Kong." Tri tentu saja tak akan melupakan sosoak yang selalu hadir mengisi hari-harinya.
"Bentar lagi musim duren ya, Kong?" Tri baru ingat.
"Bulan depan. Sekarang baru mulai masih mahal." Pria yang memiliki kios buah itu memberikan penjelasan.
"Mulai lusa Tri juga mau jualan pancake rasa duren ah." Tri mulai memikirkan idenya. Ia harus berinovasi.
"Wajib dong, Neng. Biar pelanggan kagak jenuh. Rasa duren biasanya banyak yang demen." Engkong Undin selalu membantu memberikan saran.
"Nanti Engkong yang suplay durennya." Tri tersenyum lebar.
"Pasti Toko Brownies Kareueut juga lamgganan Engkong." Engkong Udin memberikan informasi.
"Toko Brownies yang di seberang kios ya?" Tri memastikan. Toko brownies itu sangat legendaris dan popular sekali. Tak ada yang tak mengenalnya. Mau brownies kukus atau panggang jawabannya adalah brownies kareueut. Tri menyanfka pemiliknya orang sunda. Kareueut artinya manis, sangat manis.
"Iya." Engkong Udin mengangguk.
"Tri sama Adam sering beli brownies di sana. Rasanya mantap. Sayang harganya mahal." Tri sebetulnya ingin bisa sehebat toko itu yang memiliki cabang dimana-mana. Ia harus terus berjuang.
"Sayangnya engkong kagak boleh terlalu banyak makan yang manis-manis." Engkong Udin memikiki penyakit diabets.
"Eh, Engkong mau ke tukang urut dulu ya." Engkong Udin berdiri.
"Iya, Kong."
Selepas kepergian Engkong Udin, Tri langsung menutup pintu dan rebahan sambil membaca n****+ di salah satu aplikasi n****+ online. Tak lama karena tiba-tiba ia memikirkan sesuatu.
Saran Engkong Udin untuk merekrut karyawan ada benarnya juga supaya ia tak terlalu lelah.
Ia juga menghitung-hitung pengeluaran nantinya. Ternyata tak mudah. Ia butuh bantuan Adam agar tak salah langkah.
Waktu menunjukkan pukul sebelas. Ia merasa sangat mengantuk hingga tak terasa ia terlelap begitu saja.
Dering suara telepon membangunkan Tri yang tengah tidur nyenyak di siang hari ini. Selain karena faktor kelelahan mengerjakan pesanan yang berjumlah tiga ratus, ia juga sedang kedatangan tamu bulanan.
"A Tama" Gumam Tri saat melihat nama sang kakak tertera di layar.
Ia pun segera menjawab panggilan dari kakak tertuanya. Tama yang usianya sepuluh tahun lebih tua darinya, jarang menelpon kecuali ada hal yang sangat penting untuk dibicarakan.
"Assalamualaikum." Tri menyapa si penelpon.
"Waalaikumsalam," jawab Tama di seberang sana.
"Apa kabar, A?" Tri berusaha membangun komunikasi yang baik dengan kakak lelakinya.
"Alhamdulillah sehat. Kamu bagaimana?" Pria di seberang sana balik bertanya.
"Sehat juga." Tri menjawab pendek.
"Kami ke depok ya, Alhamdulillah anak ke sua Aa sudah lahiran." Tama memberitahukan perihal kelahiran anak ke duany.
"Alhamdulillah, selamat ya A. Kapan lahirannya? " Tri ikut gembira. Akhirnya ia memiliki keponakan baru.
" Tadi pagi. Pokoknya besok kamu ke sini." Tama menekan Tri.
"InsyaAllah." Tri tak menjanjikan apa-apa karena ia sangat sibuk berjualan. Tidak jualan sama dengan tidak punya penghasilan. Nasib pedagang memang demikian.
"Ya sudah ya, Aa mah hanya mengabarkan itu saja." Tama menutup panggilannya
Gdis bertubuh mungil itu menghela nafas panjang.
Tri terdiam sejenak memikirkan perintah sang kakak yang memintanya segera berangkat ke Depok. Ia selalu bertindak seenaknya.
Ia tak akan menurut. Seperti yang sudah-sudah ia pasti akan disuruh ini itu. Bisa-bisa ia jadi babu gratis kakaknya. Lebih baik nanti saja ia berangkat ke Depok sehari sebelum acara aqiqah.
Tri segera bangkit dari pembaringan untuk mandi karena tanpa sadar spreinya ternoda oleh bercak darah haidnya.
"Astghfirullah." Ia tampak kaget.
Tri lupa belum mengganti pembalutnya karena ketiduran.
***
"Hai,..." Adam sengaja mendatangi Tri yang tengah duduk lesehan menonton tivi. Pintu dibiarkan terbuka lebar sehingga Adam bisa dengan mudah melihat aktifitas gadis tomboy yang hanya mengenakan celana pendek dengan kaos oblong yang sudah belel.
"Ngapain cengar cengir? Habis dapet lotre ya?" Tri menatap sinis, raut wajah Adam menyebalkan.
"Aku dapet Beasiswa." Adam memberikan kabarnya. Tanpa dipersilahkan ia langsung masuk ke ruang tamu Tri. Pemuda berambutbikal itu tak canggung lagi masuk ke ruangan sempit itu.
"Beasiswa?" Tri menatap Adam dengan perasaan haru dan bahagia. Sebagai sahabat ia turut bergembira
"Iya."Adam tersenyum menunjukkan perasaan bahagianya. Usahanya selama ini membuahkan hasil. Rencananya ia mendapatkan beasiswa hingga semester delapan nant.
"InsyaAllah gratis SPP sampai semester akhir dan berpeluang beasiswa S2 kalau nilai terus bertahan." Adam memberikan informasi pentingnya.
"Selamat, Dam." Tri langsung memeluk Adam. Meluapkan kegembiraannya.
Adam terkekeh. Kebiasaan Tri main peluk tanpa pikir panjang. Ia pikir Adam tak merasakan sesuatu. Dia pria normal yang akan bereaksi jika mendapatkn perlakuan demikian.
"Alhamdulillah, berkat doa kamu juga." Adam sangat gembira. Tri selalu memberikan dukungan terkait kegiatan kuliahnya.
"Lumayan uang SPP bisa buat nabung." Tri ikut senang. Pemuda itu bisa berhemat dan tabungannya bisa untuk melanjutkan study S2 nya sesuai yang dicita-citakan oleh pemuda bertubuh tinggi besar itu
"Benar." Adam setuju usulan sahabatnya. Selama ini ia selalu belajar dengan giat dan berhemat. Menempuh pendidikan tinggi di universitas swasta ternama yang dihuni orang-orang pintar dan juga kaya membuatnya harus bekerja ekstra keras.
"Kalau gitu kita harus rayain." Tri memberikan ide. Mendapatkan beasiswa prestasi di universitas ternama itu merupakan prestasi luar biasa yang patut untuk dibanggakan.
"Aku traktir kamu." Adam setuju. Tak sedang merayakan apapun ia acapkali mentraktirnya. Gadis yang usianya lebih tua darinya itu satu-satunya orang yang bisa diajak kencan olehnya. Selama ini Adam betah dengan status jomblonya.
"Asyik...eh ga usah mahal-mahal, tolong beliin aku pembalut aja ya. Kamu yang perginya." Tri melonjak kegirangan. Akhirnya ada seseorang yang baik hati menjadi dewa penolongnya.
"Apa?" Adam berharap tak salah dengar, terlebih tiga hari ini ia belum sempat membersihkan telinganya. Semoga kata pembalut yang didengarnya tak nyata.
"Kalau ngajak makan mah sayang, kan saya udah makan. Mana lagi diet lagi. Ya udah traktir yang tadi saja. Saya sedang butuh benda itu. Urgen banget." Tri bersikukuh.
"Astaghfirullah." Adam meringis. Ini merupakan traktiran terburuk yang akan ia berikan kepada sosok gadis cantik di hadapannya. Su gguh aneh permintaannya itu.
"Aku kasih mentahannya saja ya!" Pemuda berkulit bersih itu merogoh kantong celananya untuk mengeluarkan dompetnya. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Masa ia harus beli pembalut. Mau ditaruh dimana wajah tampannya itu.
"Aku males ke luar Bambang." Itulah Tri jika sedang datang bulan kerjanya hanya berdiam diri. Terkadang sengaja menutup kedainya. Rasa sakit di perutnya sangat menyiksa harinya.
"Kamu malu-maluin saja!" Adam mendumel kesal. Seumur hidup baru kali ini ada wanita yang statusnya bukan siapa-siapanya dengan semena-mena memerintah sesuatu yang aneh dan di luar kebiasaan. Ia tak pernah mendengar temannya ada yang membelikan pembalut untuk pacarnya
"Please ya, Dam. Stok pembalut saya tinggal sedikit lagi mana ini teh lagi banyak-banyaknya. Bahaya kan kalau bocor terus." Tri merengek seperti anak kecil yang meminta sesuatu kepada kakaknya.
"Baiklah, aku harap ini permintaan pertama dan terakhirnya. " Adam memberikan peringatan seraya berdiri. Permintaan temannya itu tidak biasa.
"Mana kunci motornya." Adam meminta kunci motor milik Tri. Ia malas memakai motor pribadinya yang sudah masuk garasi.
"Nih." Tri berdiri dan mengambil kunci motor di tas kecil miliknya yang tergantung di paku.
"Makasih Adam manis. Makin sayang deh sama kamu." Tri mengerling nakal.
Adam tak merespon. Ia memasang tampang kesalnya. Menyesal telah bersedia memberikan traktiran. Biasanya mereka hanya makan di eumah makan padang, warung sate atau mie goreng. Pria berusia dua ouluh tahun itu segera menyalakan mesin motor.
"Eh, jangan lupa yang panjang, night!" Teriak Tri. Ia berpesan agar Adam tak salah pilih.
Adam mengangguk. Ya Allah teriakannya itu bisa mencuri perhatian para penghuni rumah kontrakan lainnya.
Tro tersenyum melihat kepergian Adam. Itu baru sahabat sejati yang bersedia berkorban, lebih tepatnya mengorbankan rasa malunya demi sebungkus pembalut wanita.
***
Bersambung