Bab 17

1044 Words
Pukul empat pagi, Tri sudah bangun. Ia langsung mandi dan bersiap. Begitu juga dengan Aki Somad yang sudah bersiap mengepak barang- barang yang harus dibawanya, terutama baju ganti dan pelengkapan Nini, tak lupa obat-obatannya. Ia tak mau merepotkan Tri di Jakarta sana. Nini sudah duduk di kursi panjang, Tri yang mendandani Nini mengenakan sweater dan kerudungnya. "Gimana Ki, sudah siap?"Tri memastikan kakeknya sudah selesai berkemas. Ia tak ingin kesiangan. Rencananya saat Adam datang ingin langsung pergi. "Sudah." Aki Somad sudah menyiapkan semuanya. Semua barang diletakkan di dekat pintu agar mudah mengangkutnya. "Jadi kita teh akan ke Jakarta?" Nini yang duduk di kursi tamu tak percaya dengan rencana dadakan ini. Ia biasa tinggal di kampung dan hampir tak pernah bepergian kemana pun. Tadi saat ia bangun tidur, Aki Somad langsung memberi kabar. Nini tak bisa menolak karena Aki Somad terus membujuk. "Iya, Ni. Demi keselamatan kita bersama untuk sementara waktu kita hijrah." Tri menggenggam kedua tangan Nini yang sudah keriput untuk meyakinkan. "Kita harus menghindari Juragan Kardi yang sewaktu-waktu pasti mengganggu. ." Tri yakin kakek dan neneknya pasti akan menjadi target bandot tua tak tahu diri itu seperti apa yang diucapkan oleh Adam. Sebenarnya Nini Icih bingung karena ia tak tahu apa yng terjadi pada Tri malam tadi di rumah Mak Asih. "Kumaha atuh, Nini mah suka mabuk?" Nini Icih tampak waswas. Ia khawatir mempermalukan Tri dihadapan temannya. "Tenang saja Ni, Tri bawa minyak angin dan kresek. Semua dijamin aman. Klo mabuk dan mau muntah ya muntahin saja." Tri menenangkan Nini Icih yang selalu dilanda pobia naik kendaraan. Apalagi perjalanan yang akan ditempuhnya itu adalah pwrjalanan panjang "Betul, sing tenang, ini minum dulu antimo!" Aki Somad menyerahkan obat anti mabuk perjalanan kepada istrinya. Sang istri.langsung menerima dan meminumnya. "Kita teh belum sarapan!" Nini mengingatkan. "Nanti di jalan kita mampir beli bubur." Tri tak mungkin melupakan hal penting yang satu itu. "Ayo, Ni, Ki teman Tri sebentar lagi tiba." Tri memberitahukan mereka untuk bersiap. Tri mengecek pintu n jendela terkunci serta tak ada barang yang tertinggal. *** Tepat pukul setengah lima shubuh Adam bersama temannya datang membawa sebuah mobil avanza. Dari balik jendela Tri melihatnya. "Assalamualaikum." Terdengar suara Adam di depan pintu rumah, Tri langsung membukakanya. "Waalaikumsalam." Tri tampak senang. "Masuk Dam." Tri mempersilahkan sahabatnya ke dalam. "Makasih Teh." Sebetulnya pukul satu tadi Adam sudah tiba di Bandung. Ia dan temannya tidur di masjid untuk beristirahat. "Temannya mana?" Tri menanyakan teman Adam. Tadi Tri melihatnya dari jauh. "Bang Bram. Nunggu di mobil." Adam menunjukkan teman yang sekaligus sopirnya. Tri memang mengenalnya sebab pria bertato itu biasa berkeliaran di pasar tempat Engkong Udin jualan buah. "Oh." Tri baru tahu, teman yang diajak Adam adalah Bram si preman pasar yang terkenal akan kegarangannya. Meskipun demikian ia sebetulnya sosok yang baik hati asal dipwrlakukan dengan baik juga. "Ki, kenalkan ini Adam teman Tri." Tri memperkenalkan Adam kepada kakeknya untuk pertama kalinya. Kunjungan Adam ke rumah Aki Nini juga nerupakan kali pertama. "Pacar kamu teh ganteng pisan." Aki Somad memberikan pujian yang ditujukan kepada Adam. Nini pun mengangguk setuju. "Teman Ki, bukan pacar!" Tri menegaskan. Tak ada perasaan apapun terhadap pria berkulit bersih itu. Mendengar percakapan Tri dan kkeknya Adam tersenyum malu-malu. Entah mengaoa hatinya merasa berbunga-bunga. Aki Somad mengira Adam itu pacar Tri karena begitu perhatian keoada cucunya. Dalam berbagai kesempatan nama yang sering disebut oleh Tri adalah Adam. "Hayu Nini kita berangkat sekarang." Tri lamgsung mendekat ke arah n Nini Icih Mereka tak ingin menunda waktu sebelum diketahui oleh Emak dan bapak Tri. Apalagi keduanya berencana mengajak Tri ke menemui Juragan Kardi. Pasti tak akan membiarkannya pergi. Bisa bahaya jika kepergiannya kepergok mereka, bisa-bisa kedua orang tuanya akan melapor kepada Juragan Kardi meminta bala bantuan anak buahnya. Tidak, Tri tak ingin itu terjadi. Ia harus bergerak secepat mungkin. Terlambat sama dengan celaka. Barang-barang berisi perbekalan di bawa oleh Adam dan Tri ke dalam mobil. Nini di gendong oleh Bang Bram yang memiliki perawakan tinggi besar. Jangan ragukan tenaganya.Dia salah satu preman pasar yang sering membantu Engkong Udin. Dia bukan preman jahat. Kerja sampingannya menjadi sopir atau tukang parkir. Adam sengaja mengajaknya untuk dijadikan bodyguardnya, mengingat masalah yang terjadi kepada Tri. Siapa tahu bertenu orang jahat, ia bisa me.gandalkan Bang Bram yang brrtubuh tinggi besar dan berotot. *** "Maaf ya Dam merepotkan." Tri merasa tak enak hati. Entah berapa banyak ia menerima lebaikan pemuda berusia dua puluh tahun itu. Tro tak akan bisa membalasnya. "Santai aja." Adam sama sekali tak terbebani. Menolong Tri merupakan hal yang membuatnya bahagia. Ia ridho dan ikhlas sekalipun harus mengorbankan nyawanya. Nini Icih duduk di tengah bersama Tri. Sementara aki di belakang. Adam di depan di samping Bang Bram. "Nini dibalur dulu ya," Tri mengambil minyk angin dalam saku celananya. Tri mengoles beberapa bagian tubuh neneknya agar tak masuk angin. "Maaf ya, Nini teh sudah membuat mobil jadi bau." Nini Icih merasa malu. Mobil yang tadinya wangi parfum berubah menjadi wangi minyak angin yang dipakainya. "Tidak apa-apa kok Ni, saya juga punya engkong yang biasa mabuk kalau berkendaraan jauh." Adam tersenyum, semakin membutnya tampan. Sayangnya setampan apapun Adam Tri tak pernah tertarik dan tak ada debaran aneh yang dirasakan olehnya. Adam hanya teman. Tak lupa Tri pun memasang salonpas di pusarnya. Hal itu juga dipercaya bisa mengantisipasi masuk angin. Nini langsung memejamkan matanya. Apalagi ia habis minum antimo efeknya langsung terasa. Mobil yang Bang Bram kendarai melaju meninggalkan dusun Katumbiri. Tak ada yang tahu mereka pergi. Rencananya, tiba di Jakarta nanti Tri akan menghubungi Bi Nining untuk menginformasikan kabar mereka serta menceritakan kejadian tadi malam di rumah orangtuanya. Tri bernafas lehlga akhirnya lolos dari Juragan Kardi. "Dam, gimana kabar Engkong?" Tri menanyakan kabar engkong Uding yang tengah sakit. "Alhamdulillah sudah mendingan, cuma belum bisa ke pasar masih disuruh istkrahat." Adam menoleh kebelakang. "Syukurlah, kuliah kamu gimana, ini malah jemput saya." Tri memikirkan nasib kuliah Adam. Demi dirinya, sahabat tercintanya itu harus absen. Semalam hanya nama Adam yang terlintas di kepalanya untuk dimintai tolong. "Santai saja Teh, yang terpenting sekarang adalah keamanan kalian semua. Lagian tugas-tugas aku udah selesai." Adam sama sekali tak terbebani. Sebelum masuk jalan tol mobil berhenti di warung soto dan bubur. Mereka harus mengisi dulu perut agar tak masuk angin. Tri terpaksa membangunkan Aki dan Nini yang tengah tertidur. *** Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD