Berjalan lambat dengan kepala tertunduk lesu, Airin masih belum bisa melupakan kejadian menyedihkan yang baru ia alami, karena terlalu terbawa suasana Airin tidak melihat jalanan dengan benar.
Sekumpulan Pemuda-pemudi yang tengah asyik menikmati suasana kampus dan melakukan aktivitas diluar kelas, bahkan ada beberapa Senior yang terus memperhatikan sosok Airin yang cantik.
Bruk...
Karena tidak fokus melihat ke depan saat berjalan, tanpa sengaja Airin menabrak seorang pria yang berjalan berlawan arah dengannya.
Airin dapat melihat buku-buku yang dibawa pria yang ia tabrak berserakan di tanah.
"Ma-afkan saya," ujar Airin sambil membungkukkan badannya.
Dengan sigap gadis itu memunguti buku-buku yang ia bawa.
"Ini buku Anda, maafkan saya,"
"Airin?" sapa pria berkaca mata itu.
Mata Airin membola saat melihat pria yang ia kenal 2 tahun yang lalu.
"Edwin?"
Pria tampan berkaca mata itu mengangguk.
Detak jantung Airin berdetak kencang, Edwin adalah cinta pertamanya saat duduk di bangku sekolah menengah atas dan Edwin adalah kakak kelas 2 tahun di atasnya.
"Kamu kuliah disini?" tanya Airin malu-malu.
"Iya Airin, kamu juga kuliah disini?"
Airin mengangguk.
Rasanya masih belum percaya, seorang Edwin pria tampan yang terlihat culun memilih menjadi seorang Dokter. Padahal dulu Edwin adalah salah satu murid yang tidak berani di dekati oleh siapapun karena rumornya ia adalah anak seorang Gangster, meskipun begitu Edwin bukan terlihat menyeramkan namun sebaliknya, pria itu terlihat lembut dan penyayang, itulah sebabnya Airin pernah memendam rasa untuknya.
"Kenapa malah bengong?" ujar Edwin sambil melambaikan tangannya di depan wajah Airin yang tampak melamun.
"Eh.. eh maaf Edwin, kalau gitu aku pergi dulu ya, hari ini mau daftar ulang dulu," ujarnya ingin buru-buru pergi meninggalkan Edwin, kalau lebih lama lagi bersama Edwin bisa-bisa jantung Airin meledak di tempat sangking gugupnya.
Airin bergegas pergi meninggalkan Edwin dan segera mencari ruangan Administrasi untuk menyelesaikan pendaftarannya.
"Aku tidak percaya bisa menyukai karakter David yang dingin dan cuek, padahal dari dulu aku suka sama cowok lugu dan polos seperti Edwin," gumamnya berkacak pinggang sebelum melanjutkan langkahnya ke ruang administrasi.
***
Di Rumah sakit, Kalix tampak mondar-mandir di ruangan kerjanya, pria yang sedang menunggu tamu agung dari Malaysia itu tampak gelisah, ia masih belum bisa melupakan kejadian tadi malam bersama adik Sahabatnya itu.
Ceklek...
Pintu ruangannya terbuka dan menunjukkan sosok Rendy, sangking kagetnya Kalix sampai tersedak ludahnya sendiri.
Uhuk... uhuk... uhuk...
"Hei, ada apa denganmu?" ujar Rendy mengambilkan segelas air dari dispenser.
Kalix meminum air pemberian Rendy lalu mulai mengatur nafasnya dengan baik.
"A-aku hanya kaget saja," bohongnya.
"Apaan sih, biasanya juga lu tahu kalau pintu terbuka tanpa di ketuk dulu itu gue, kayak lihat hantu aja," kekeh Rendy yang kini sudah duduk di sofa.
"Ya, kayaknya gue lagi gugup aja karena mau ketemu Dokter-dokter hebat dari Malaysia," Kalix kembali beralibi.
Padahal ia masih canggung dengan Rendy karena kejadian malam itu. Jujur Kalix sangat merasa bersalah pada Sahabatnya itu.
"Halah, banyak gaya lu, biasa juga lu paling santai kalau ada rapat begini, btw tadi malam lu langsung pulang ya, bukannya lu juga mabuk?" tanya Rendy penasaran.
Karena biasanya kalau mereka mabuk bersama, Kalix jarang pulang dan menginap di Apartemen Rendy, pria itu bahkan lebih suka menginap di Apartemen Rendy daripada pulang ke Apartemennya sendiri.
Kalix menelan salivanya, keringat bahkan menetes dari pelipisnya.
"Sialan!" batinnya ketakutan setengah mati.
"I-iya, aku langsung balik semalam, syukurnya aku tidak terlalu mabuk sih," kekehnya menggaruk tengkuk yang tak gatal.
"Ooo... begitu, ya terserah kau saja lah, Oh, Ya... bukankah bulan depan Angeline akan kembali ke Indonesia, apa kau tidak ingin memberinya kejutan?" cecar Rendy.
"Ha... itu, aku tidak terlalu memikirkannya, lagi pula kepulangan Angeline untuk mempersiapkan pernikahan kami, aku rasa tidak perlu melakukan apapun dalam penyambutannya." ujar Kalix yang mulai terlihat tenang.
Rendy mengerutkan dahinya, pria itu sejak dulu sangat mencintai Angeline, dan ia rela memberikan Angeline pada Kalix, namun ia ingin wanita itu selalu bahagia, dan sikap dingin dan cuek Kalix membuat hatinya terluka.
"Kau ini jangan terlalu cuek dong! bukankah kalian sudah 2 tahun tidak bertemu, bagaimana bisa kau tidak mempersiapkan apapun untuk kedatangannya," sarkas Rendy.
Wajah pria itu tampak marah membuat bulu kuduk Kalix meremang, Rendy memang sangat posesif pada orang-orang yang dia sayang, dan sepengetahuan Kalix, Angeline adalah sahabat wanita Rendy yang sangat ia sayang.
"Ya, baiklah maafkan aku, aku akan memikirkan penyambutan Angeline," jawabnya.
Tiba-tiba ketukan pintu membuat perdebatan Kalix dan Rendy terpaksa terhenti.
"Ya masuk," teriak Kalix.
"Dokter Kalix dan Dokter Rendy, Tamu dari Malaysia sudah tiba," ujar seorang Perawat.
"Baiklah, antar mereka langsung ke ruang rapat, kami berdua akan bergegas ke sana," ujar Kalix.
Sang Perawat pembawa pesan pun bergegas pergi melaksanakan perintah Kalix.
Kalix dan Rendy keluar dari ruangan sambil merangkul pundak satu sama lain, melihat hal seperti ini bukanlah sesuatu yang mengherankan bagi seluruh Staff di Rumah sakit, mereka semua tahu betul kalau Kalix dan Rendy adalah Teman baik sejak mereka masih berusia 10 tahun.
Setelah 3 jam, Rapat itu akhirnya selesai. Rendy yang masih memiliki jadwal operasi langsung pergi ke ruang operasi sedangkan Kalix kembali ke ruangannya.
Hari ini ia memang tidak memiliki jadwal operasi sehingga Kalix bisa lebih dulu pulang ke Apartemen.
Drrtt...
Ponselnya berdering, ia merogo saku jas Dokter berwarna putih gading itu.
"Angeline!" ucapnya.
Kalix kembali berkeringat, semenjak kejadian tadi malam ia gampang gugup.
Kalix mengatur nafasnya lebih dulu sebelum mengangkat ponselnya yang terus berdering.
["Halo Sayang,"
"Iya halo Kalix, kau sedang apa Beb?"
"Aku mau pulang, baru saja selesai rapat dengan Dokter perwakilan dari Malaysia,"
"Wah, apakah semuanya berjalan lancar?"
"Tentu saja Sayang, kau tahu kan siapa calon suamimu ini,"
"Ya, aku tahu kau memang yang terbaik Beb, aku sudah tak sabar ingin bertemu,"
"Ya aku juga, kalau begitu aku matikan dulu ya Sayang, aku ingin bergegas pulang, tubuhku sangat lelah,"
"Ya, tentu saja Beb, Ha... aku hampir lupa bagaimana wine yang aku kirim? apakah Rendy dan Airin menyukainya?"
Mendengar nama Rendy dan Airin membuat jantung Kalix kembali berdebar kencang.
"Ha, aku harus bergegas pulang Sayang, nanti saja kita lanjutkan lagi ya,"]
Tut... tut... tut...
Tanpa basa-basi Kalix langsung memutuskan panggilan telepon itu secara sepihak.
"Argh... sial!" umpatnya.
Kalix merasa cukup frustasi, nyatanya ia yang belum bisa melupakan kejadian tadi malam. Kalix berniat untuk pergi ke kolam renang tempat ia biasa berlatih, dengan begitu mungkin Kalix bisa melupakan kejadian yang seharusnya tidak pernah terjadi.