“... Bukankah begitu, Luna?” Sekalipun berbicara dengan percaya diri, tapi dalam hati Winny justru berteriak, “Maafkan aku, Luna! Aku harus bertingkah menyebalkan untuk mendapatkan kepercayaan Aska.” Luna tertegun. Matanya sedikit panas. Dia mencengkeram kuat tangan Kai. Kai tersentak, seketika menatap Luna di sebelahnya. Betapa terkejutnya dia karena mendapati gadis yang biasanya tangguh, kini hampir menangis karena kata ‘murahan’. Dengan suara sedikit bergetar, Luna berkata, “Ya. Kau benar.” Luna sudah terbiasa dikatai murahan, tidak tahu malu, atau yang sejenisnya. Biasanya, dia tidak akan menanggapi semua itu. Untuk apa membawa omong kosong orang lain ke hati? Sebisanya dia menghindari apapun yang berpotensi menyakiti hatinya. Tapi kali ini berbeda; Winny mengatakan kebenaran. Di