“Sudah jangan menangis, make up lo luntur” ucapku dengan nada dingin. “Lo selalu menuruti apapun yang diperintah oleh ayah, lo juga harus menuruti apa yang gue perintahkan” nada bicara Tamara naik setengah oktaf. “Apa dengan gue menikahi Ricky masalah akan selesai?” desisku. Aku mengepalkan kedua tanganku hingga buku jariku memutih, sebisa mungkin aku menahan emosiku, dia kira aku ini apa? boneka ayahnya? “Sayang, mengapa kau menangis?” ucap Bunda saat memasuki ruang tunggu pengantin wanita. Aku memberikan kotak tisu pada Tamara, bunda membantu Tamara menyeka air mata dan memperbaiki make upnya. “Kau cantik sekali, jangan menangis di hari bahagiamu” puji bunda pada Tamara. Tamara mengangguk lemah, lalu aku dan bunda mengapit lengan Tamara untuk pergi ke aula tempat resepsi pernikah