PART. 1 ARSHILA FAUZIA ELINA RAMADHAN
"Nikahi aku, Paman!"
Gadis mungil usia delapan belas tahun itu tiba-tiba duduk di samping Risman.
Risman mengalihkan tatapannya dari tanaman yang sedang ia pindahkan dari polibag ke dalam pot besar ke wajah gadis itu. Gadis itu bernama Arshila Fauzia Elina Ramadhan, dipanggil Zia. Zia baru saja lulus SMA.
Zia sosok gadis yang sangat cantik. Tubuhnya mungil, rambutnya hitam panjang, matanya besar, alisnya hitam tebal dan rapi, bulu matanya lentik. Zia bukan hanya cantik tapi juga menarik. Setiap orang yang menatapnya pasti tidak bisa sebentar saja. Aura kecantikan yang datang dari ketulusan hatinya. Meski usianya baru delapan tahun, tapi Zia sudah pernah mengalami cobaan berat di dalam hidupnya. Zia pernah mengalami kecelakaan yang membuat kehilangan penglihatannya. Hal itu tidak membuat Zia patah semangat, Zia bisa menerima dengan ikhlas cobaan itu, hingga keajaiban datang, dan tiba-tiba Zia bisa melihat lagi.
Sejak kecil Zia sudah menyukai Risman, sampai Zia memiliki cita-cita hanya ingin menjadi istri Risman. Dibalik kecantikannya, Zia memiliki kekurangan di dalam dirinya. Zia seringkali tidak bisa menyebut satu kata dengan benar. Zia kerap kepeleset kata saat bicara. Optimis jadi Opi Kumis. Kenapa jadi kepana. Kalau jadi lakau, bahagia jadi bagahia. Tapi kekurangannya itu tidak membuat Zia menjadi sosok yang rendah diri. Kekurangan nya juga tidak membuat Zia dijauhi dalam pergaulan. Karena Zia supel dan periang, Zia disukai banyak orang.
Selain sering kepeleset kata, Zia juga tubuhnya sangat rentan sakit. Zia sering demam dengan tiba-tiba dan kena diare bila kena air hujan. Es dalam bentuk apapun adalah sesuatu yang terlarang bagi Zia, karena kalau minum es Zia kerap diserang batuk dan pilek parah. Karena itu Zia sangat dijaga oleh keluarganya.
"Paman, kok bengong! Ayo nikahi aku!" Zia merengek pada Risman. Sejak kecil Zia memang selalu manja pada Risman.
"Usia Zia masih delapan belas tahun, belum boleh menikah. Lagipula Zia tahu, kalau Paman harus menepati janji Paman pada adik-adik Paman." Risman mengingatkan Zia, kalau dirinya masih punya janji yang belum di tepati.
"CK! Zia capek tahu!" Wajah Zia cemberut.
"Capek apa?" Risman menatap wajah cemberut Zia.
"Capek di kejar cowok. Dari yang lebih muda sampai yang seumuran Abba!" Zia berseru kesal. Risman tahu Zia tidak berbohong akan hal itu. Siapa yang tidak menyukai gadis seperti Zia. Zia cantik, baik, dari keluarga terpandang yang kaya luar biasa. Risman juga sudah mendengar, kalau beberapa waktu ini ada beberapa orang pria yang datang ke rumah orang tua Zia untuk melamar Zia. Meskipun pernikahannya tidak sekarang, tapi mungkin para pria itu takut didahului orang lain. Pastinya itu karena orang-orang tahu, dalam keluarga Ramadan tidak ada istilah pacaran. Dalam keluarga Ramadan rata-rata para wanitanya menikah di usia muda. Usia dua puluhan. Keluarga Ramadan juga tidak pernah terlalu ribet dalam hal memilih calon menantu. Tidak ada istilah bibit, bobot, dan bebet, yang penting pria yang melamar wanita Ramadan adalah pria yang soleh dan bertanggung jawab.
"Ih bengong lagi! Kepana sih! Kesambit, eh kesambet jin penunggu kebun ini ya." Zia semakin kesal karena Risman tidak menanggapi permintaannya.
Risman tersenyum.
"Banyak pria yang suka dengan Zia, itu hal wajar. Zia cantik, menarik, ramah, sopan, makanya banyak yang suka." Risman berkata dengan suara lembut untuk meredakan rasa kesal Zia.
"Paman Itu sebenarnya cinta Zia tidak sih!?"
"Paman sayang Zia."
"Cuma sayang, tidak cinta?" Zia menuntut jawaban pasti kepada Risman.
"Bicara cintanya nanti saja kalau sudah menikah ya." Risman menolak berkata cinta kepada Zia.
"Huh! Pria yang dikejar tidak mau bilang cinta. Yang mengejar mengumbar kata cinta. Ingat ya, Paman, wanita lakau sudah lelah mengejar, maka akan memilih pria yang mencintai dan bisa menghargai, dari pada pria yang dicintai, tapi seakan menganggapnya tidak ada."
Zia bangkit dari duduk, lalu pergi meninggalkan Risman.
"Zia!"
"Zia capek! Mau pulang istirahat. Assalamualaikum!"
Zia mengambil motor matic yang ia parkir di depan pembibitan Risman.
Risman hanya bisa menghela nafas.
Sejak remaja, Zia sudah bicara tentang pernikahan dengannya. Bicara tentang cinta dan kesetiaan. Ada rasa ragu di dalam hati Risman, kalau perasaan Zia itu hanyalah obsesi semata, bukan sesungguhnya cinta. Risman takut setelah menikah Zia akan merasa kecewa, karena merasa bersamanya tidak seindah bayangannya. Risman cukup tahu diri siapa dirinya. Dirinya hanyalah tukang kebun di keluarga Ramadan yang kebetulan adiknya adalah istri dari Paman Zia.
Meski keluarga Ramadan mengetahui tentang rasa cinta Zia kepadanya dan mengatakan merestui hubungan mereka, tapi Risman masih harus berpikir ulang tentang semua itu. Zia gadis cantik dari keluarga yang terpandang. Keluarga yang kekayaannya tidak main-main, meski mereka tidak pernah memperlihatkan bahwa mereka orang yang sangat kaya. Tapi Risman tetap saja merasa tidak pantas untuk Zia, selain rasa cemas tentang cinta Zia yang mungkin saja sekedar obsesi masa remaja, Risman juga belum menepati janjinya kepada ketiga adiknya. Risman memiliki janji bahwa ia tidak akan menikah sebelum ketiga adiknya menikah, atau sarjana. Saat ini adik-adiknya baru saja memulai kuliah. Usia mereka baru sembilan belas tahun.
Risman tidak merasa risau dengan usianya yang sudah tiga puluh lima tahun tapi belum menikah. Risman justru risau tidak bisa memenuhi janjinya. Meski Zia sering mendesaknya untuk menikah, tapi untuk saat ini Risman belum ingin menikah, karena usia Zia juga belum mencukupi.
Risman menghela nafas. Risman sadar akan perasaannya kepada Zia. Rasa cinta itu sudah pasti ada di dalam hatinya untuk Zia, hanya saja Risman ragu akan perasaan cinta Zia kepadanya. Risman takut Zia salah menilai perasaannya sendiri, karena Zia baru saja beranjak dewasa dari masa remaja. Pikiran Zia belum matang, sikapnya masih labil, keinginannya masih sering berubah, itulah yang membuat Risman tidak ingin terburu-buru menikah. Lebih baik menunda sampai Zia benar-benar matang dan memahami perasaannya sendiri, daripada menikah sekarang, tapi akhirnya menimbulkan luka dan kekecewaan.
Risman melanjutkan pekerjaannya. Selain sebagai tukang kebun di kebun milik keluarga Ramadan, Risman juga memiliki beberapa usaha kecil-kecilan. Salah satunya adalah berjualan tanaman hias dan bibit buah-buahan. Risman juga memiliki beberapa rombong yang berjualan teh es dan mie. Secara mental dan materi ia sudah siap menikah. Meski belum memiliki rumah. Tapi ia sudah punya tabungan untuk itu. Hanya saja Risma berpikir Zia belum siap untuk menjadi seorang istri. Zia masih ingin bermain dengan teman-temannya. Jalan-jalan menghabiskan waktu dengan sahabatnya. Bagi Risman, Zia belum siap memikul tanggung jawab sebagai seorang istri.
*