Gerbang Al Zamil

1455 Words
Entah untuk keberapa kalinya, Mila menghela nafasnya. Saat ini, dirinya sedang berada dalam bus pariwisata menuju kota Malang. Jawa Timur. Kemarin sore, dirinya sampai di bandara Soekarno Hatta, dan menginap di salah satu Hotel sederhana di sana untuk beristirahat sebelum melanjutkan petualangannya menuju tempat destinasinya. Dan hari ini, dirinya sedang dalam perjalanan menuju ke sana, tempat tujuannya. Mila berharap, di perjalanan terakhir sebelum kembali ke keluarganya, dia mendapatkan sesuatu yang mampu membuat dirinya menjadi lebih baik. Dia sudah memberi kabar pada ayah ibunya, dan tentunya meminta, agar sang ayah dan ibu merahasiakan ini pada kakek dan kakaknya. Menghembuskan nafasnya sekali lagi. Apakah benar bahwa dirinya adalah sosok yang gagal move on? Apa sih arti sebenarnya kata gagal move on itu? Apakah dirinya juga termasuk? Sudah dua tahun ini, Mila menjadi buronan keluarganya, kakeknya lebih tepatnya. Karena dua minggu setelah pernikahan adik sepupu dengan mantan calon suaminya itu, Mila kabur ke Cairo. Mesir. Seminggu pasca pernikahan Safira, sang kakek kembali ingin menjodohkannya dengan lelaki pilihan beliau. Mila yang saat itu masih trauma akan sebuah perjodohan, merasa sangat terancam dan tertekan. Apalagi saat itu, dia mendengar bahwa calon perjodohannya itu adalah seorang duda. Setelah mendengar itu, tanpa berpikir dua kali, Mila melakukan aksi kaburnya dengan bantuan sahabatnya, Zahra. Beruntung mempunyai sahabat seperti Zahra yang memiliki IQ tinggi, dan berbakat di bidang IT itu, sehingga dirinya mampu terbang ke Universitas Al Azhar. Mesir. Enam bulan dirinya di Cairo, karena keberadaannya terdeteksi oleh kakaknya juga kakeknya, lalu berpindah ke Universitas Oxford yang berada di Benua Eropa, dan tentunya dari hasil kejeniusan sang sahabat. Itu pun tidak bertahan lama, hanya satu semester saja Mila belajar di sana. Karena setelahnya dia kembali kabur menuju Pusan National University, Korea Selatan. Di Korea, Mila mampu mengikuti matkulnya sampai dua semester. Karena mila tinggal di sana satu tahun lamanya. Mengingat sosok sang kakek, Mila tersenyum miris. Apakah dirinya sudah sangat keterlaluan kepada lelaki yang sudah tidak muda lagi itu? Menghindari pria tua itu secara terang-terangan. Bagi kakeknya, saat ini Mila memang harus sudah menjadi seorang istri, karena dalam sejarah keturunan sang kakek, gadis dari keluarga Salim, tidak akan melewati masa lajangnya sampai usia 22 tahun. Dan kebetulan 8bulan lagi, usianya genap 22 tahun. Itu sebabnya kenapa sang kakek terus memaksa dirinya agar menikah, apalagi dirinya adalah orang yang sudah dirunghal(didahului) oleh adik perempuannya, meski hanya sebatas adik sepupu. Mila sebenarnya tidak takut atau trauma dengan namanya pernikahan, dia sama sekali tidak semenyedihkan itu. Ditinggal kawin sama calon suaminya membuat dirinya trauma akan pernikahan? Sungguh, Mila bukan orang seperti itu. Lebih tepatnya, daripada trauma atas kegagalan pernikahannya, Mila lebih takut kepada ucapan yang pernah dia ucapkan waktu itu. Bukankah ucapan adalah do'a? Lalu bagaimana jika ucapannya saat itu benar-benar menjadi kenyataan? "HAFSOH NURUL KAMILA, JIKA KAMU TIDAK MENYETUJUI KEPUTUSAN KU,AKU BERDOA SEMOGA KELAK JODOH MU SEORANG DUDA BERANAK." Rafael berteriak ketika Mila tak lagi mendengarkan panggilannya. Mila langsung berbalik dengan langkah tergesa. 'Plak' tangannya mendarat mulus di pipi Rafael. "Maka dengarkanlah saya, Tuan Rafael! Dengan senang hati, saya mengamini." Dan terbukti, setelah seminggu pernikahan Rafael dan Safira, kakeknya mengumumkan bahwa dirinya akan segera dijodohkan dengan cucu teman lamanya, yang berstatus duda. “Ya Allah, kenapa hamba bisa tersulut amarah ketika itu? Sehingga dapat mengeluarkan ucapan tanpa berfikir panjang.” Bagaimana kalau benar-benar jodohnya seorang duda? Mila sendiri gak masalah jika memang jodohnya berstatus duda. Tapi, yang jadi permasalahannya adalah, … bagaimana kalau jodohnya itu duda beranak selusin? Itu yang ditakutkannya saat ini. Percayalah! Dia gak akan sanggup. Kabar kelahiran anak pertama dari pasangan Rafa-Safira juga sudah dia dengar. Menurut cerita yang dia dapat, hubungan rumah tangga mereka juga sedikit tidak harmonis, Safira yang terlalu cemburuan dan Rafa yang sedikit bersikap kasar. Entahlah, sepertinya Mila tak pernah mengenal sosok Rafa yang sekarang. Dia mengenal Rafa adalah sosok yang bersikap lembut, ramah, juga penyayang. Tapi sepertinya, itu tidak ada lagi sekarang. Apakah sikap Rafa yang Mila kenal, hanya sebuah kamuflase semata? Ya, sudahlah! Apapun itu, hal wajar manusia menjadi berubah, karena hanya Maha Suci Allah lah yang tak akan pernah berubah. Kekal abadi. Mila mengusap wajahnya, berharap apa yang saat ini tengah menggelayuti pikirannya akan segera hilang. Dia mengambil ponselnya, akan mencari tahu tentang tempat yang menjadi tujuannya saat ini. "Aaah ... aku lupa menchargernya," keluhnya ketika melihat baterai ponselnya tinggal 6% lagi. Dengan cekatan, Mila mengambil buku dan pensil dari dalam tasnya, mulai mencatat untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu membutuhkannya. Setelah mencatat, Mila menonaktifkan ponselnya dan menaruhnya beserta buku catatannya.  *** "Argh .... Alhamdulillah." Mila meregangkan ototnya yang terasa kaku, sungguh perjalanan yang sangat melelahkan. Karena saat ini waktu menunjukkan pukul 11 malam, dia memutuskan untuk bermalam dulu di Hotel yang tidak terlalu jauh dengan tempat tujuannya. "Bismillahirrohmaanirrohiim." Setelah melakukan chek in, Mila langsung membersihkan diri, melaksanakan salat yang belum ditunaikannya. Setelah itu, Mila bergegas ke tempat tidur yang sudah disediakan di sana. "Bismika Allahumma ahyaa wabismika aamuut." Mila merapalkan doa sebelum tidur, dia berharap besok masih bisa menikmati udara pagi. *** 'Bruk' Gadis berhijab pink itu yang tak lain adalah Mila, daritadi tak memperhatikan jalan. Dia terlalu fokus melihat gerbang yang tertulis di kertas, alamat yang sedang jadi tujuannya. Seorang pria yang tidak mempedulikan sekitarnya, berjalan terburu-buru sambil menelpon dan fokus pada tab yang digenggamnya. Sehingga tak dapat dihindari lagi mereka saling bertubrukan dengan sangat tidak etis. Si gadis jatuh secara terlentang, dan si pria secara tengkurap. Tapi, bukan saling tindih menindih, ya! "Maaf." "Maaf," ucap mereka berdua bersamaan. Setelah mengucapkan kata maaf, mereka kembali fokus pada tujuannya masing-masing. Apalagi, si pria yang masih dengan sambungan teleponya, dia langsung berlalu menuju keluar gerbang tersebut. Seolah tersadar, sang gadis menoleh ke belakang, berharap pria tadi masih di sana, dia bermaksud akan bertanya tentang alamat itu. Namun seketika menghela nafasnya, “Sudah pergi.”  Itu juga karna kecerobohannya sendiri, tadi malam dirinya terlalu lelah, sehingga melupakan ponselnya yang kehabisan baterai. Untung saja dia sempat menyalinnya ke dalam kertas. Batre ponselnya habis, sehingga dia tidak bisa menghubungi temannya itu. Mila kembali berbalik, dan mengamatinya sekali lagi. "SELAMAT DATANG DI GERBANG PONPES AL ZAMIL," gumamnya. Menoleh ke sana-ke mari mencari orang untuk bertanya. "Ekhem, maaf, Nona. Sedang apa anda di sini?" Mila terlonjak kaget karena tiba-tiba mendengar seseorang menegurnya. Mila berbalik, dan mendapati 3 orang laki-laki yang sedang menatapnya. Bahkan dia merasa canggung, seperti ada yang salah dengan tatapan mereka. Seperti ... 'Apakah dirinya sedang dicurigai?' tanyanya dalam hati. "Maaf, saya bermaksud untuk ke sini," jawab Mila. "Tujuan Nona?" tanya salah satunya. "Saya bermaksud, untuk ikut menuntut ilmu di Pondok Pesantren ini," jawab Mila sejujurnya. Namun seolah belum merasa yakin, mereka malah mencuri pandang terhadap keadaan Mila, seolah sedang menilai. "Saya mendapatkan rekomendasi dari sahabat saya yang kebetulan bertempat tinggal di sini." "Siapa nama teman Nona?" "Zahra." "Zahra?" Salah satu dari mereka sepertinya mengenal sahabatnya. Mila dengan mantap menganggukkan kepalanya, "Benar. Zahra Asy-Syifa, Mahasiswi jurusan IT semester akhir dari Universitas Indonesia. Jakarta." Mila sedikit cemberut, karena dugaannya sepertinya meleset. Bukannya mengizinkan masuk, laki-laki yang tadi menginterogasinya itu malah kembali menatapnya sambil menautkan kedua alisnya. "Jika anda tidak percaya, anda bisa menghubungi sahabat saya itu. Tapi, mohon maaf! Pakai nomor telpon anda. Karena ... ponsel saya kehabisan baterai," ucap Mila memperlihatkan ponsel miliknya yang dalam keadaan padam itu. Lelaki itu mengangguk. "Baiklah," jawab lelaki itu sambil merogoh saku kokonya, "bisa Nona beritahu saya nomornya?" Mila mengerjap, ternyata lelaki itu tidak mengenal Zahra. Mila mengangguk, wajar saja, karena jarang sekali antara Santriyin dan Santriyatnya saling mengenal satu sama lain. "Iya. 081--- tunggu! Apakah anda aparat terpercaya di sini?" Mila urung memberikan nomor sahabatnya kepada lelaki itu. "Bisa nona lihat tag di baju saya," jawab lelaki itu tersenyum. "Apakah saya bisa mempercayai anda? Anda tidak akan menyimpan nomor temen saya untuk kepentingan pribadi anda, bukan?" tanya Mila kembali. Dua lelaki yang tadi ikut dengan lelaki yang sedang berbicara dengan Mila, menganga, seolah terkejut mendengar pertanyaan Mila. Salah satunya berbicara kepada lelaki yang tadi berbicara dengannya. "Mohon maaf, Gus---." Namun, ucapannya terhenti, karena lelaki yang dipanggil gus itu memberi isyarat agar diam. Sekali lagi lelaki itu tersenyum, dalam hati ia memuji karakter gadis di hadapannya itu. 'Gadis cermat, tidak tergesa'. "Saya patut dipercaya."  Mila mengangguk, "081×××××××××"  Setelah memberikan nomor Zahra, Mila menunggu karena lelaki itu sedang menghubungi sahabatnya. "Halo apakah ini dengan Saudari Zahra?" "..." "Apakah benar, bahwa anda merekomendasi teman anda untuk menjadi salah satu santri di sini?" "..." "Kalau begitu terima kasih banyak atas waktunya! Mohon maaf telah menyita waktu anda, Nona." "Bagaimana?" tanya Mila penasaran. Lelaki itu mengangguk, "Mari, saya antar ke rumah pak Yai." Mila membalas tersenyum, "Makasih, Mas Agus!" "Mas Agus?" tanya dua lelaki di belakangnya. "Benarkan? Kalau Mas ini, Agus namanya, kan?" ucap Mila menunjuk lelaki yang berjalan paling depan. "Bukan, Nona. Beliau adalah, Gus Arfan, salah satu pengurus Pondok Pesantren di sini." Mila melotot, "APA??"   ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD