TRYING TO FLIRT

1311 Words
Aku pun menjatuhkan diriku dilantai, aku lemas, sangat amat lemas sekaligus tidak berdaya atas semua yang terjadi di depan mataku, dan aku harus menyaksikannya sendiri. Aku tertunduk bersandar di belakang pintu dan barulah aku pun menangis sejadi-jadinya, sakit, hancur, sesak, kecewa segalanya ku rasakan, Jeana— Ray…. Sejak kapan mereka menikamku? Sejak kapan? Geramku memukuli lantai. Aku lempar sepatu, tas dan semua barang-barang yang ada di dekatku, sungguh aku telak sekali, aku diinjak-injak oleh dua orang yang selama ini aku percayai. "Apa arti 10 tahun ini Je… Apa arti kita 2 tahun ini Rey? Ternyata kalian berdua sama saja sialan!!" Tidak lama aku di dalam kamar, aku dengar lagi sepertinya Ray akan pulang, pasti mereka sudah takut aku akan kembali, segera aku bangkit lagi dan kuintip dari lubang pintu kamarku, aku memejamkan kedua mataku, aku benar-benar merasa ditampar pengkhianatan, didustakan oleh sebuah cinta dan persahabatan, mereka berpelukan di depan pintu saat Jean hendak mengantarkan Rey pulang. Aku segera menyambar benda pipih yang tergeletak di atas lantai, lalu aku mencoba menelpon Rey, aku ingin mengetahui responnya sembari mengintip. Tuhan hatiku sakit… Jeana mengatakan jangan diangkat karena takut aku akan minta Rey menjemputku di kantor, sialnya Ray menuruti ucapan Jeana. "Jean, kau sungguh sahabat tidak tahu diri! Kau malaikat pencabut nyawa berwujud sahabat…JEJE!!! Kekesalanku kian membuncah, sungguh sakitnya tiada tara pengkhianatan sahabat dan orang yang kucintai sukses membuat aku seperti tertimpa reruntuhan gedung dan terjangan tsunami. Setelahnya itu begitu membuatku begitu hancur, aku seakan kehilangan sebagian tubuhku, dia sosok yang kuanggap adalah tempat aku berlari, tempatku berlabuh saat susah dan senang, namun dia malah menikamku begitu sadisnya. *** Sungguh sebuah rasa dendam membuatku menggebu-gebu, padahal sudah begitu lelah bekerja, badan yang tadinya gemuk dengan perut yang begitu keroncongan, bahkan seketika mati rasa. Aku tidak bisa diam dan meratapi, ini sakit yang membangkitkan titik iblis di diriku, aku berjalan mondar mandir di dalam kamar dengan semangat dendam yang menyala-nyala berpikir keras bagaimana membalas semua ini, membalas semuanya. Jean harus merasakan sakitnya seribu kali lipat dari rasa sakit dan telak yang kurasakan, dia harus mendapatkan balasan, tentang Ray gantian aku pikirkan nanti dan artinya Tuhan membuka mataku saat haluku tentang hubungan yang indah sudah terlalu jauh, bahkan berencana ke jenjang serius dan inilah keseriusan paling serius itu, dia bukan yang baik untukku. Tiba-tiba saja sebuah bisikan iblis terlintas di telingaku dan menyelinap masuk ke dalam otakku, “Ayah Jean dr.Redev…” Aku tersenyum, mendapatkan sebuah ide terlaknat, aku yakin ini sangat baik dan brilliant, sepertinya aku ingin membalas dia lewat ayahnya, orang tua satu-satunya yang masih Jean punya di dunia ini dan sangat ia cintai. Lelaki yang menjadi ayah sekaligus ibu untuknya, seorang dokter hebat mempunyai nama yang bagus sebab karirnya dan tangannya yang begitu dingin berjasa dalam banyak hal dalam menangani pasien dan berhasil, umurnya sudah setengah abad, namun jika dilihat-lihat pria paruh baya itu mempunyai pesona hot duda yang menantang dan menawan. "Siapa takut...hahaha...." Aku tahu Jeana benci jika ayahnya bergaul dengan wanita, dan membenci semua wanita yang mendekati ayahnya, apa lagi menjalin hubungan menggantikan mendiang sang ibu, Jeana tidak ingin cinta ayahnya terbagi kepada yang lain, selain dia dan mendiang sang ibu. “Oh, Baby… tapi kurasa itu menyenangkan, kenalkan Aku, Edelwaiss sahabatmu juga calon ibu sambungmu…” Hahaha tawaku pun pecah saat membayangkan wajah Jeana nanti kala aku berhasil melakukan semuanya. *** “Edel bangun, Edelweiss bangun!” Tarik paksa Marina, Edel yang terlelap tidak bangun hingga pagi dari ranjang, seketika Marina terkesiap setelah menyingkap selimut Edel, melihat temannya itu memakai gaun hitam super seksi membentuk tubuh, bahkan paha mulusnya terekspos jelas, berbahan latex dengan belahan di d**a hingga ke perutnya. “Edel, pakaian apa yang kau kenakan? Kenapa seperti pakaian anjingku!” Marina menunjuk dan menatap sengit seketika, “Kau tidak sedang berjalan di jalan yang salah, kan? Kau tidak sedang menjadi seorang penggoda, bukan?” Edel berdehem mengudarahkan suara serak bangun tidurnya,” Ha… apakah menurutmu aku berhasil menjadi seorang penggoda dengan pakaian seperti ini?” Edel menyeringai lebar, “Kau benar Marine, semalam aku berusaha menggoda seseorang tapi tidak berhasil.” “Edelweiss kau serius, ada apa denganmu!” “Ssst…diamlah, kepalaku masih sakit. Izinkan aku tidur 1 jam lagi, terimakasih sudah mengizinkanku menginap, terimakasih sudah membukakan pintu untukku, kau terbaik Marina… Mmmmuachh…” Edel mengudarakan kecupan lalu telungkup lagi. “Edel, astaga! ceritakan sekarang!" "Aku tidak kuat, kepalaku begitu berat!" Edel yang masih meracau tidak sanggup bangkit. "Kau minum alkohol?" Edel berdehem, "Hanya seteguk dan aku tidak sanggup..." Marina menggaruk dahinya merasa iba juga bingung,"Baiklah aku akan berangkat sekarang, jika kau lapar masaklah sendiri, di kulkas ada banyak makanan, jangan kemanapun kau berhutang cerita padaku…” Seketika Edelweiss bangkit, “Jangan katakan apapun pada Jeana, berpura-puralah kau tidak tahu aku dimana.” Marina menatap serius, “Kau dan Jeana bertengkar?” Edel menenggelamkan wajahnya lagi, “Semua yang kau katakan benar Marina, semuanya benar…Ray berselingkuh dan Jean lah wanita yang kau lihat itu, pergilah, setelah kau kembali aku akan ceritakan semuanya…” Marina mematung seketika menatap nanar pada Edel si gadis periang dan juga sosok yang paling semangat itu, "Ray....? Jean...." Marine terkesiap sungguh sangat tidak ia sangka, benar adalah sebuah pengkhianatan yang ia lihat kala itu. Sungguh menyedihkan sekali Edel, padahal Jean dan dia sangat dekat, bahkan dekatnya melebihi orang lain dan sudah lama sekali dia tahu Jean dan Edelweiss bersama, Jean lah yang menjadi orang terdekat Edel saat kedua orang tua Edel meninggal di dahului sang ayah 10 tahun, lalu sang ibu pun menyusul 5 tahun lalu sebab sakit kronis. Saat di kantor tak menemukan keberadaan Edelweiss yang semalaman tidak pulang ke kontrakan, hal itu membuat Jean merasa heran, ia kebingungan kemana gadis itu pergi, tidak pernah sekalipun Edelweiss pergi diam-diam dan tanpa kabar seperti ini. Bahkan dia tidak tahu kapan semalam Jeana pulang ke kontrakan, sudah jelas dia tidak pergi bersama Ray, Ray pasti akan memberitahukan kepada Jean bahwa Edelweiss mengajaknya pergi atau akan melakukan apapun. Jeana pun menghampiri kubikel tempat dimana Marina duduk, di kantor Edelweiss juga dekat dengan Marina, “Marine, apakah Edel ada menghubungimu?” wajah Jeana tampak gusar. Marine menoleh, sungguh rasanya ia ingin melempari wajah wanita pengkhianat itu dengan mesin printer yang ada di dekatnya. Namun, ia ingat perkataan Edelweiss untuk tetap bersikap tenang dan tidak membuat Jeana tahu bahwa mereka sudah tahu perselingkuhan mereka. “Kenapa kau bertanya kepadaku, bukankah dia tinggal bersamamu,?” “Aku tidak tahu dia kemana, malam tadi saat dia pulang aku sudah tidur dan aku tidak tahu kapan dia keluar dan kemana, Edel tidak pernah seperti ini.” “Mungkin dia pergi bersama Ray— dia pasti tahu Edel kemana!” Kata Marine “Ray tidak tahu apapun... Ah, baiklah aku akan mencarinya.” Jeana tidak ingin memperpanjang, takut salah kata dan membuat sebuah hal yang akan diterka-terka Marina, dia pun segera pergi dari sana dan berjalan seraya mengangkat panggilannya. “Ray... Edel tidak ada...” “Kau tenanglah, dia sudah dewasa dan dia pasti bisa menjaga dirinya.” “Ya tapi dia tidak pernah seperti ini, bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk padanya? Aku bahkan tidak melihat kapan dia pulang yang ku lihat dia sudah meletakkan pakaiannya di mesin cuci.” “Jika beberapa jam lagi dia tidak ada kabar juga, kita bisa meminta bantuan pihak berwajib untuk mencarinya, tenanglah, kau akan terlihat jelek jika sedih seperti ini.” “Aku sedang tidak ingin digombalin.” “Dan aku tidak sedang menggombalimu baby, sampai bertemu nanti, jadi bukan?” Jeana yang gusar seketika mengembangkan senyumannya dan kembali ke tempatnya bekerja, ”Tentu, aku menunggumu, miss you badly Ray...” “Miss you more...” Tanpa Jeana sadari gerak-geriknya menjadi sorotan Marina di tempat duduknya, Marina menyunggingkan bibir dengan tatapan jijik kepada Jeana, “Sungguh kau bukan manusia Jeje!” Geram Marina meremasi berkas-berkas dihadapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD