When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Aaaw ….” Meisya merintih. Ia merasa kesakitan di area dadanya. Pagi itu … kedua orangtuanya masih saja belum membuka ikatan yang membatasi ruang gerak Meisya. Maisya menangis semalaman hingga ia ketiduran di samping jendela dengan posisi tangan dan kaki yang terikat. Sejak kemarin, air susunya menetes terus menerus tanpa ada yang menghisap. Meisya menangis karena merasa merindukan anaknya meski baru beberapa jam mereka dipisahkan. Apalagi, ia mengingat jika anaknya itu ia tinggal sendirian, bagaimana jika Rudi tidak pulang? Bagaimana jika Rudi pulang terlalu larut malam? Begitu banyak pikiran yang menghantui Meisya. Maklum saja, sebagai seorang ibu, segala sesuatu yang berkaitan dengan anaknya pasti akan selalu ingat. Pagi itu Meisya mengintip ada tiga orang polisi dan seorang pria y