“Tolong jangan canggung karena makan satu meja bersamaku.” Kalimat permohonan yang diucapkan oleh Dwipa Mulya pada Kinanti, bukannya mencairkan suasana. Malah membuat suasana hati ibunda dari Meisya itu semakin aneh. Seharusnya ia marah pada pria tua itu, akan kejadian di masa lalu. Rasanya Kinanti tak bisa mengampuni pria yang sudah membuat hidupnya susah dan merasakan bagaimana sulitnya menjalani masa hamil muda sendirian tanpa adanya sandaran. Dia duduk di meja makan dengan semua makanan yang seharusnya bisa dinikmati. Namun lidahnya kelu, semua terasa hambar bahkan Kinanti juga merasakan jika otot lehernya menjadi semakin kaku seakan tak bisa menelan air sekalipun. “Ini, sambal kepiting buatan Mas Pur. Sangat enak.” Meisya memuji masakan yang dibuat oleh Purwanto. Ia berulang kali