7- Mentor Baru?

1082 Words
  Aku menyaksikan mereka memperdebatkan semuanya sambil tercengang sendiri     •••     Aku terjebak di ruangan Nyai Minah sekarang. Ustaz Sam, Ustazah Aisyah, Ustazah Kurnia dan Nyai Minah sedang mendebatkan sesuatu hal yang sepertinya pelik. Satu hal yang membuatku kesal adalah aku yang dikacangin sendirian, sedangkan mereka membelakangiku. Huft.   Aku mencuri dengar apa yang mereka perdebatkan. Sesuatu yang berkaitan dengan kata 'Tes BTA-PPI' dan 'Mentor'. Dan aku geram setengah mati kebingungan di dudukku sekarang.   "Bu.. kenapa mentornya harus saya? Bukan Ustazah saja, yang tidak berlainan makhramnya dengan Abel?"   "Sam.. Ibu tahu kamu pasti menentang. Tapi Ibu memilih kamu karena kamu memang kompeten." Nyai Minah menjawab pertanyaan Ustaz Sam.   Apa aku enggak salah dengar ya? Mentor? Ustaz Sam?   "Pertama, pesantren kita ini adalah pesantren modern yang tidak mempermasalahkan perihal jenis kelamin. Bahkan kalian tahu sendiri kalau Ustaz atau Ustazah bebas keluar masuk pondok putri atau putra. Kedua, kamu anak Ibu, nak. Ibu percaya sama kamu."   "Jadi maksudnya,  Nyai tidak mempercayai kami?" Ustazah Kurnia bertanya. Sorot matanya menyiratkan kekecewaan.   "Bukan seperti itu. Saya percaya kalian. Hanya saja, kalian ini bukannya harus mempersiapkan tesis kalian bukan? Saya hanya tidak ingin mengganggu saja." Mereka diam seketika.     "Ketiga, ini permintaan Ibunya Abel. Kamu tahu dia bukan?"     Ustaz Sam menghela napas kasarnya. Ia memejamkan matanya sebelum menjawab. "Baik. Saya ingin mempercayai ucapan Ibu, kalau ini permintaan Ibunya Abel sendiri.  Juga agar perdebatan ini tidak berkepanjangan." Sekali lagi menghela napas. Ustaz Sam berkata, "Baiklah, tapi ada syaratnya."   Nyai Minah mengangguk dalam diam.   "Ketika saya dan Abel berdiskusi, harus di ruangan ini. Dan tidak boleh ditinggalkan hanya berdua." Sam menantang Ibunya. "Satu lagi... waktunya hanya sebulan."   Nyai Minah mau tak mau menarik sudut bibirnya, ia tersenyum menang. "Baik. Jika itu maumu."   Ustazah Kurnia dan Ustazah Aisyah saling melempar pandang. Tak percaya akan keputusan temannya itu. "Sam? Kamu yakin?"   Ustaz Sam mengangguk. Mengiyakan.     Aku menyaksikan mereka memperdebatkan semuanya sambil tercengang sendiri. Ustaz Sam jadi mentor mengajiku?   Tanpa sadar aku tersenyum lebar.   Begitu mereka mengucap salam, Ustazah Kurnia dan Ustazah Aisyah satu persatu meninggalkan ruangan, aku tersenyum menyapa. Disusul Ustaz Sam yang ketika sadar akan keberadaanku, hanya melirikku sekilas. Sapaan yang ingin kukeluarkan dari bibirku akhirnya tersangkut di kerongkongan melihat sikapnya.   Haruskah kuanggap ini anugerah atau musibah?     ~~~     "Kamu sudah dengar tadi, Arabela?" Nyai Minah memandangku dengan tajam. Ditatap begitu tentu membuatku bergidik.   "Ustaz Sam akan menjadi mentor kamu dalam Tes BTA PPI bulan depan."   Aku mengangguk seraya tersenyum canggung. "Nggih, Nyai."   Nyai Minah mengubah sorot matanya, dan perlahan menatap mataku lembut. "Meskipun sikapnya itu dingin, tapi dia itu baik." Ia menunduk. "Ini semua karena salah saya."   Aku mengerjap. Apa? Aku enggak salah dengar?   "Ah sudahlah, kamu bisa balik ke kamarmu. Besok lusa kamu ada Ospek kampus, bukan?" Aku mengangguk.   "Sampaikan salam saya pada Mama kamu, ya." Ia menyungging senyum sekali lagi.   "Nggih, Nyai. Terima kasih."   Begitu aku keluar dari ruang Nyai Minah, aku tersentak ketika Ustaz Sam berdiri di balik pintu. Ia memandangku yang hanya sebatas pundaknya. Kemudian berdehem kecil mengalihkan matanya. "Besok kamu bisa mulai diskusi sama saya."   Aku mengerjap. "Apa?"   "Kamu enggak denger ucapan saya barusan?" tanyanya sarkas. Pertanyaan itu tampaknya lebih mirip ke arah ejekan.   "Denger kok."   "Ya udah." Ia melesat meninggalkanku begitu saja setelah mengucapkan kalimat itu.   Aku melongo di tempat. Apa-apaan itu?! Tapi aku nggak bisa membayangkan hal apa yang akan terjadi selama sebulan mulai dari besok.     ~~   Hari ini adalah hari Technical Meeting. Yaitu H-1 sebelum hari Ospek kampus. Jadi para senior akan memberikan tugasnya tepat pada hari ini, dan besok semua perlengkapannya harus dibawa. Hari ini juga dibentuk kelompok-kelompok berisi dua puluhan orang, mereka menamai kelompok itu dengan nama-nama kerajaan jaman dulu. Dengan masing-masing pemimpinnya yang dinamai Adipati. Kelompokku sendiri bernama Kerajaan Galesong.   "SUDAH DAPAT KELOMPOK MASING-MASING?"   Ketua panitia Ospek memegang toa di tengah lapangan. Kami kini tengah berbaris sesuai kelompok yang sudah ditentukan. Aku sendiri tadi sempat kebingungan mencari kelompokku.   "SUDAH!" Semuanya serempak menjawab.   "MASING-MASING KAKAK PENDAMPING SILAKAN MENGGIRING ANAK-ANAK DAMPINGANNYA  MENUJU RUANGAN YANG DISEDIAKAN."   Begitu pengumuman itu berakhir, kami benar-benar digiring menuju ruang yang kutau adalah ruang kelas para mahasiswa disini. Apa nggak bisa kakak tadi itu mengganti kata 'menggiring' dengan kata lain? Kesannya kayak apa aja.     "Seseorang harus jadi Adipati di kerajaan kita." Baru sepuluh menit kami masuk ruang, Si Kakak Pendamping kelompok kami memerintahkan untuk pemilihan adipati. Setidaknya biarkan kami istirahat terlebih dahulu.   "Kamu saja."   "Nggak. Aku nggak bisa. Kamu aja."   "Dia aja."   Begitulah mereka yang akhirnya saling tunjuk teman sebelahnya. Aku hanya memandang para  cowok itu dalam diam. Masa bodoh siapa yang jadi adipatinya.   "Cukup-cukup!" Kak Bahrais, Kakak Pendamping kelompokku, menepukkan tangan melerai. "Saya tunjuk saja ya. Bagi yang ditunjuk, harap maju."   Aku sebenarnya tidak berharap sama sekali untuk menjadi adipati atau wakilnya, atau apapun, aku hanya ingin jadi anggota biasa saja. Namun, begitu Kak Bahrais menunjukku setelah dua cowok lain, aku mendelik. "Kamu yang pakai kerudung ungu, jadi sekretaris."   Aku sempat celingukan di tempat sebelum menjawab. "Saya, kak?"   "Iya, siapa lagi?"   Semua yang ada di ruangan tertawa diam. Aku tau mereka ingin tertawa keras-keras. "Tulisan saya jelek, kak," alibiku.   "Maju dulu."   Dua orang cowok yang maju sebelumku sudah terpilih menjadi adipati dan wakilnya, mereka menatapku. Aku nyengir sambil membalas mereka. "Hai, kita ketemu lagi."   Salah satu cowok itu berbicara padaku. Tapi aku sama sekali tidak mengenal cowok itu. Jadi kuabaikan begitu saja. Aku melengos sambil mengambil spidol yang diacungkan Kak Bahrais.   Satu kalimat selesai. Dan saat kulihat hasil tulisanku sendiri di papan tulis, aku meringis. "Tuhkan Kak, tulisan saya jelek!"   Kelas berderai tawa setelahnya.     ~~     "Ini kamu tahu hukum bacaannya?"   "Enggak."   "Kalau Nun mati ketemu huruf Qaf, itu namanya Ikhfa Haqiqi."   "Ooo..." Ada yang bisa menebak aku ada di mana sekarang? Iya. Ruang Nyai Minah. Bersama Ustaz Sam. Eh, tapi ada Nyai Minah yang juga mengawasi kami.   "Itu pelajaran anak SD masa kamu nggak tau?"  tanya Ustaz Sam dengan kejamnya. Ia membalikkan halaman bukunya dari awal lagi.   Sabar, Bel. Ini yang namanya ujian sesungguhnya. Aku nyengir saja merespon pertanyaannya.  "Maaf, Ustaz."   "Daripada kata 'maaf' lebih baik kamu sebut kata 'afwan'."   "Artinya apa?"   "Saya harus jelasin dua kali? Kan tadi udah ada artinya."   "Oh, artinya 'maaf'?" tanyaku bodoh. Aku meringis.   Ia menghembuskan napas kasar. Sepertinya ia juga beristigfar dalam hati barusan.    "Tapi kamu tau huruf hijaiyah itu apa aja, kan?"   Dengan lantang aku menjawab. "Tau dong. Alif, ba, ta, tsa ... "   "Iya udah." Ia memotong kalimatku. Aku kicep seketika.   "Ingat-ingat ini. Yang saya lingkari." Ia melingkari lima angka dari halaman awal. Yang kutau itu adalah lima hukum bacaan nun mati. Aku selama ini kemana saja sih waktu pelajaran agama, sampai hasilnya begini?!   Sambil merutuki kebodohanku sendiri aku menatap Ustaz Sam kembali. Aku memperhatikannya diam-diam. Ganteng banget sih, Pak Ustaz! Kalau dilihat dari jarak dekat, Ustaz Sam nggak begitu terlalu mirip Jungkook BTS, tapi mata dan hidungnya benar-benar mirip. Hari ini ia datang tidak memakai peci, aku bisa melihat rambut hitamnya yang lurus agak keriting itu.   "Astagfirullah, Arabela. Fokus!"     ~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD