"Emmhhh …" Aura mendesah saat Shen bermain di dadanya.
Aura yang masih sadar kalau sekarang posisinya ada di kamarnya, dengan kesusahan menahan atau menolak sentuhan Shen, tapi entah kenapa tubuhnya selalu bereaksi hebat saat Shen menyentuhnya.
"Paman, sadar! Kalau Mama, Papa tahu bahaya." Ujar Aura seraya mendorong tubuh Shen, yang ternyata Aura benar-benar tidak kuat karena tenaga Shen jauh lebih kuat daripada tenaganya.
Karena Aura merasa kesulitan untuk melepaskan diri dari Shen, akhirnya Aura memilih menggigit pundak Shen, dan akhirnya Aura berhasil melepaskan diri dari jeratan Shen.
Shen yang merasa sakit di pundaknya, langsung mengelus bekas gigitan Aura, yang ternyata gigitan Aura cukup kuat, karena Shen merasa pundaknya terluka.
Shen menahan pinggang Aura agar Aura tidak menjauh darinya.
"Sayang, tidak boleh kejam sama aku kamu karena aku tidak pernah kejam sama kamu." Ujar Shen yang membuat Aura langsung memukul d**a Shen, karena Aura benar-benar merasa sangat kesal.
"Paman sadar nggak sih kita sedang dimana? Jangan membuat aku masuk dalam masalah baru." Ujar Aura dengan wajah cemberutnya. Aura melepaskan diri dari Shen, dan Shen dengan perlahan melepaskan tangannya dari pinggang Aura, lalu Aura duduk di tepi ranjang.
Shen mendekati Aura dan duduk di samping Aura.
"Sayang, kapan kita bisa mengulang kembali apa yang kita lakukan di kantor?" tanya Shen seraya memeluk Aura dan menyandarkan dagunya di pundak Aura.
Aura menggerakkan pundaknya meminta Shen untuk menjauh.
"Aku tidak mau! Sakit! Kata teman bercinta itu enak, ternyata sakit." Ujar Aura seraya menggelengkan kepalanya cepat seperti orang yang merasa trauma.
Shen yang mendengar kata penolakan dan juga pengakuan tentang rasa yang dirasakan oleh Aura langsung tertawa, membuat Aura yang mendengar tawa Shen langsung menutup mulut Shen dengan kedua tangannya, sambil menatap pintu yang masih terkunci.
"Paman, berisik! Kalau ada yang denger gimana?" kata Aura dengan nada berbisik, dan terlihat sangat lucu Dimata Shen.
Shen melepaskan tangan Aura, dan menuntun Aura untuk duduk di pangkuannya.
Aura duduk di pangkuan Shen, dan merebahkan kepalanya di d**a Shen.
"Sayang, sepertimu aku semakin tidak bisa mengendalikan diri saat melihatmu. Dan kemungkinan juga, aku akan jarang di rumah ini. Kamu keberatan tidak kalau berkunjung ke rumah pribadiku?" tanya Shen setelah memberitahu Aura kalau dirinya akan semakin jarang di rumah.
Aura yang mendengar ucapan Shen langsung sendu, karena Aura sudah merasa rindu pada Shen meski Shen masih kelihatan di rumah.
"Kalau aku rindu bagaimana, Paman?" tanya Aura dengan nada pelannya.
"Makanya kamu harus datang ke rumahku." Jawab Shen namun masih membuat Aura cemberut.
"Kan pasti aku tiap hari akan rindu sama Paman, tidak mungkin kan aku ke rumah Paman tiap hari," kata Aura lagi.
"Tidak perlu khawatir, Sayang. Kalau kamu tidak bisa datang ke rumah, aku yang akan kesini." Ujar Shen yang berhasil membuat wajah Aura kembali berbinar.
"Kita selalu bersama, kan?" tanya Aura memastikan.
Shen yang mendengar pertanyaan Aura langsung mengambil salah satu tangan Aura yang terdapat cincin, dan tentunya itu cincin yang diberikan oleh Shen sendiri.
Shen menunjukkan cincin itu pada Aura, dan mengelus cincin itu dengan pelan.
"Selagi cincin ini melingkar di jari manismu, selama itu kamu milikku." Jawab Shen dengan penuh ketegasan, membuat Aura yang mendengar jawaban Shen langsung mengecup cincin yang diberikan oleh Shen dengan penuh cinta, yang sebenarnya Aura sendiri masih belum sadar tentang perasaannya, apakah perasaannya benar-benar perasaan cinta, atau hanya sebatas perlindungan dari Shen saja karena Shen membantu dirinya untuk menjauhkan atau menghalangi terjadinya pernikahan yang diatur oleh Arya dan Elis.
"Tidurlah. Sekarang sudah malam." Bisik Shen tepat di telinga Aura.
"Paman sendiri?" Aura balik tanya karena Aura takut saat Shen ingin keluar malah ketahuan oleh salah satu kedua orang tuanya.
"Aku juga tidur, Sayang." Jawab Shen seraya mencubit hidung mancung Aura karena gemas.
"Ya maksud aku bagaimana cara keluarnya?" tanya Aura memperjelas pertanyaannya.
"Papa sama Mama kamu sudah tidur. Sudah. Ini bukanlah hal yang sulit. Aku bisa mengatasinya." Kata Shen seraya membaringkan tubuh Aura di ranjang, dan mendaratkan kecupan hangatnya di kening Aura sebelum Shen keluar dari kamarnya.
Shen mulai membawa langkahnya keluar dari kamar Aura setelah Shen mematikan lampunya dan menggantinya dengan lampu tidurnya.
Shen dengan pelan membuka pintu kamar Aura, lalu celingukan seperti pencuri untuk melihat apakah ada orang yang melihatnya atau sudah aman. Setelah Shen memastikan sudah aman, Shen langsung membawa langkah santainya menuju ke kamarnya sendiri dan istirahat.
Keesokan paginya, Aura menuruni anak tangga untuk sarapan bersama. Aura melihat meja makan hanya ada Mama sama papanya.
"Paman tidak ikut sarapan, Mah?" tanya Aura seraya menarik kursi untuk ia duduki.
"Belum turun. Mungkin dia sarapan di luar nanti. Kamu tahu sendiri kan kalau Paman kamu yang datar itu jarang berkumpul bareng kita." Jawab sang Mama yang di anggukkan kepala oleh sang Papa, membenarkan setiap perkataan Elis tadi.
"Ya sudah. Kalau gitu, aku coba panggil Paman, siapa tahu Paman memang belum bangun." Kata Aura yang langsung berdiri, dan dengan cepat kedua orang tuanya saling pandang saat melihat Aura sudah pergi untuk memanggil Shen. Merasa ada yang aneh pada Aura, karena ini pertama kalinya Aura mau memanggil Shen hanya karena alasan sarapan saja.
Aura masuk ke kamar Shen, yang ternyata Shen memang belum bangun.
Aura tersenyum melihat wajah tampan Shen yang sedang tidur dengan penuh kedamaian.
Aura mendekati Shen, dan duduk dekat Shen, lalu sedikit mengguncang lengan Shen untuk membangunkannya.
Shen mengerjapkan matanya karena merasa ada yang mengusik tidurnya.
Shen langsung bangun dan duduk karena terkejut melihat keberadaan Aura di kamarnya.
"Sayang, kamu ngapain disini?" tanya Shen dengan paniknya karena Shen sadar sekarang masih pagi.
"Tenang saja, Mama sama Papa tahu kalau aku kesini. Aku datang kesini untuk membangunkan Paman dan ngajak sarapan bersama." Kata Aura mengutarakan tujuannya mendatangi kamar Shen.
"Sayang, kamu duluan aja. Aku tidak biasa sarapan." Ujar Shen dengan malasnya, karena Shen memang jarang sarapan.
Aura yang mendengar ucapan Shen langsung cemberut karena Shen tidak mau sarapan.
"Ya udah. Kalau gitu aku juga gak mau sarapan. Ayolah Paman, sarapan. Aku malas makan kalau gak ada Paman." Rengek Aura membujuk Shen agar mau sarapan bersamaan.
Shen yang melihat permohonan Aura langsung menghela nafasnya kasar.
"Kita sarapan bersama, tapi ada syaratnya." Kata Shen yang membuat Aura langsung sumringah meski harus ada syarat segala.
"Apa syaratnya, Paman?" tanya Aura
"Beri aku menu pembukaan." Jawab Shen seraya menunjuk bibirnya sendiri, meminta agar Aura memberinya kecupan di bibirnya.
Aura langsung mendekatkan wajahnya pada wajah Shen, dan dengan cepat Shen langsung menarik tengkuk leher belakang Aura, hingga Aura terjatuh dalam pelukannya.
Shen langsung melumat bibir Aura tanpa menunggu Aura yang mendahuluinya.
Keduanya mulai terhanyut dalam permainan bibir, hingga Aura melupakan tujuan utamanya mendatangi kamar Shen, bahkan alasan yang ia berikan pada kedua orang tuanya tidak lain hanya ingin mengajak Shen sarapan, bukan memberi sarapan dengan menu yang berbeda.
"Aura, apa yang kamu lakukan!!!"