Kenapa Tidak Menikah Sama Paman

1002 Words
"Paman mau apa?" tanya Aura dengan polosnya "Kamu datang kesini untuk bersenang-senang, kan? Akan Paman penuhi." Jawab Shen yang membuat Aura semakin tidak mengerti. "Kalau mau bersenang-senang kenapa harus telanjang begini?" tanya Aura yang membuat Shen hampir saja menyemburkan tawanya. Polos begini, mana rela dibiarkan dimanfaatkan p****************g, pikir Shen. Shen mendekatkan wajahnya pada wajah Aura, dan menyentuhkan hidungnya pada hidung Aura, dan detik itu juga Aura langsung memejamkan matanya dengan pelan, dan Shen pun semakin mendekatkan wajahnya, hingga bibir Shen menyentuh bibir Aura. Shen juga memejamkan matanya dan mulai memainkan bibirnya pada bibir Aura , membuat hati Shen bergetar hebat, begitu juga dengan Aura. Aura juga merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan oleh Shen, karena Aura juga baru pertama kalinya bersentuhan fisik dengan seorang pria, terlebih pria itu adalah pamannya sendiri. Shen dengan pelan melepaskan bibirnya dari bibir Aura, dan detik itu juga Aura membuka matanya, yang langsung bertatapan dengan mata Shen. "Ini yang namanya permainan yang menyenangkan. Bukankah kamu ingin bersenang-senang, ini yang namanya bersenang-senang yang sesungguhnya. "Ujar Shen yang masih membuat Aura merasa bingung, saat Shen memberitahu tentang permainan yang sesungguhnya. Shen mengelap bibir Aura yang masih ada bekas salivanya saat menikmati bibir Aura. Jantung Aura benar-benar berdetak kencang, dan dengan polosnya aura memberitahu Shen tentang kondisi jantungnya, membuat Shen tersenyum. Shen sedikit memberi penjelasan pada Aura pertanda apa saat kondisi jantung Aura sedang bereaksi lebih cepat dari biasanya. Sedikit demi sedikit, Aura mengerti, membuat Shen ingin sekali memukul kepala Aura, karena Shen bingung pada Aura, antara polos, benar-benar polos, dan bodoh yang benar-benar bodoh. "Kalau ini perasaan saat bersentuhan dengan lawan jenisnya, kenapa Paman tidak menikah? Bukankah Paman bilang menikah itu sebagai surga dunia, lalu kenapa Paman tidak menikah?" tanya Aura polos "Simpan baik-baik pertanyaan itu, karena cepat atau lambat, kamu akan mengetahui alasannya." Jawab Shen yang membuat dahi Aura berkerut karena tidak mengerti. "Jadi seperti ini rasanya bersentuhan dengan lawan jenis." Gumam Aura, seraya membenarkan selimut untuk menutupi tubuhnya yang hampir polos. Shen yang mendengar bisikan Aura kembali mendekati Aura. "Sudah tau kan rasanya? Jadi jangan coba-coba mencari kesenangan seperti niat kamu datang ke tempat beginian." Ujar Shen tegas "Kenapa? Aku kan sudah dewasa, Paman?" tanya Aura penasaran "Pokoknya jangan membantah dan jangan banyak tanya Aura. Jangan pernah datang lagi ke tempat seperti ini. Bahaya!" ujar Shen dengan penuh ketegasan, membuat Aura mendesah kasar karena tidak suka. "Paman tidak perlu ikut campur dengan masa depanku. Mau itu bahaya atau tidak, Paman tidak perlu ikut campur." Ujar Aura dengan penuh ketegasan, saat Aura dilarang bersenang-senang oleh Shen. Shen yang mendengar ucapan Aura langsung menatap aura dengan tatapan horornya, bahkan Shen sampai mengepalkan tangannya kuat hingga urat-uratnya menonjol dengan jelas, mungkin Shen sangat marah saat Aura membantahnya. Shen memejamkan matanya kuat agar tidak lepas kendali dan bersikap kasar pada Aura. Shen mendekati Aura, dan mengelus pipi Aura dengan lembut. Untuk menghadapi wanita polos seperti Aura, Shen harus menggunakan kesabaran ekstra, agar tidak menyakiti Aura, terlebih Shen memang tidak ingin menyakiti Aura, dan untuk mengatasi wanita polos seperti Aura, itu harus dengan penuh kelembutan dan juga kesabaran, pikir Shen. "Sayang, tentu Paman harus ikut campur untuk masa depan atau masalah apapun yang menyangkut kamu, kenapa? Karena Paman sangat menyayangimu." Ujar Shen dengan penuh kelembutan, membuat hati Aura langsung menghangat. Aura mendekati Shen. Aura menuntun tangan Shen untuk menyentuh pipinya. Aura memejamkan matanya saat merasakan kehangatan dari tangan Shen. Dengan pelan Aura membuka matanya, dan keduanya saling membalas tatapan mereka, dan seketika tatapan keduanya langsung memutuskan untuk diakhiri saat mendengar suara ponsel Shen berdering. Shen melihat ponselnya yang menyala, dan ternyata Arya yang menghubunginya. "Ada apa?" tanya Shen datar "Shen, bantu Kakak cari Aura, sejak tadi sore ponsel Aura tidak bisa dihubungi. Tolong bantu cari Aura , dan kabari Kakak kalau sudah bertemu dengan Aura ." Ujar Arya yang terdengar sangat panik, membuat Shen langsung menoleh pada Aura. "Akan aku cari, tapi aku tidak janji bakal menghubungi Kakak, soalnya aku sibuk." Ujar Shen karena Shen sengaja ingin memberi pelajaran pada kakaknya tersebut. "Tidak bisakah Kakak minta waktu satu menit saja untuk memberi Kakak kabar. Kakak iparmu sejak tadi terus bertanya, dan memaksa Kakak untuk mencari Aura." Ujar Arya yang membuat Shen mendesah kasar, karena sebenarnya Shen juga tidak mau membuat mereka berdua mengkhawatirkan Aura, hanya saja, mengingat keras kepala sang Kakak yang terus ingin menikahkan Aura, Shen jadi tega, dan membiarkan mereka berdua khawatir meski sebenarnya Aura baik-baik saja bersama dirinya. Tanpa mengucap sepatah katapun, Shen langsung mengakhiri sambungan teleponnya dengan Arya, membuat Arya menatap ponselnya yang sudah gelap dengan tatapan kesal. "Mau pulang sendiri atau pulang sama Paman? Papa sama mama kamu mengkhawatirkan kamu." Kata Shen setalah meletakkan ponselnya di nakas dekat ranjang. "Aku tidak mau pulang, aku takut Papa akan menikahkan aku kalau aku pulang," ujar Aura dengan wajah sedihnya. "Kemana ponselmu?" tanya Shen. Aura tidak menjawab pertanyaan Shen, namun menunjuk tasnya yang tergeletak di lantai. Shen mengambil tas Aura , dan mengeluarkan ponsel Aura, yang ternyata ponsel Aura sengaja dimatikan, bukan karena kehabisan daya. Shen kembali menyimpan ponsel Aura, dan duduk ditepi ranjang didekat Aura. "Ayo, Paman antar pulang." Ujar Shen dengan penuh kelembutan. Aura yang memang tidak ingin pulang langsung menyentuh wajah Shen, dan bahkan mengelusnya dengan lembut. "Paman tampan. Bahkan sangat tampan. Kenapa Paman tidak pernah tergoda denganku? Apa aku sangat buruk Dimata Paman?" tanya Aura dengan nada pelannya, namun mampu membuat tubuh Shen terasa panas. Tangan Aura juga tidak bisa diam. Tangan Aura terus bermain di d**a dan juga leher Shen, membuat Shen semakin merasa panas di seluruh tubuhnya. Shen menahan tangan Aura, dan memandang wajah Aura tanpa berkedip. Aura juga membalas tatapan Shen, bahkan Aura juga melihat dengan jelas bagaimana jakun Shen bergerak naik turun, membuat Aura semakin merasakan hal yang tidak biasa, bahkan hal yang tidak pernah Aura rasakan sebelumnya. Aura menyentuh jakun Shen dengan tangan yang satunya, karena tangannya yang sejak tadi meraba d**a Shen, masih berada dalam genggaman tangan Shen. "Apakah pria yang akan menikah denganku memiliki paras setampan Paman? Kalau tidak, kenapa Tidak Paman saja yang menikahiku?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD