9. Aku Hamil Kan? Mana Bayiku?

1513 Words
Eyang membaca laporan perkembangan Elena dengan seksama. Keningnya berkerut membaca laporan itu karena tidak mengerti seratus persen maksudnya. Eyang memang bukan orang bodoh, beliau sangat pintar malah, tapi eyang tidak punya pengetahuan tentang kesehatan. Itulah kenapa beliau mengundang juga tiga orang dokter spesialis berbeda untuk membantunya membaca laporan yang dikirimkan Zack. “Aku gak ngerti ini artinya apa. Apakah cucuku membaik atau tidak ada perkembangan apapun atau bagaimana. Terus terang aku curiga pada cucu mantuku ini dengan niatannya yang tidak mau memberi tahu Elena bahwa dia keguguran. Tolong kalian beri aku nasehat.” Ketiga dokter spesialis itu membaca laporan dengan teliti. Mereka harus berbicara senetral mungkin agar tidak terkesan menjatuhkan rekan sejawat mereka. “Baik ibu akan kami pelajari terlebih dulu dan segera kami sampaikan kepada ibu.” Ketiganya kemudian pamit dengan janji akan memberi penjelasan dan rekomendasi pada eyang. Bagaimanapun juga, direktur rumah sakit mereka yang memberi tugas untuk menemui eyang. Nama keluarga Bratajaya adalah sebuah nama yang bisa membuat karir mereka melesat ataupun nyungsep. Jadi mereka harus benar-benar memastikan langkah mereka tidak salah bagi hidup ataupun karir mereka. “Aku ingin lakukan panggilan video dengan Elena sekarang, penting.” Titah simbok pada salah seorang staf kepercayaannya. Dia hanya ingin cucu satu-satunya yang tersisa bisa memberikan keturunan untuk meneruskan trah Bratajaya. Jangan sampai darah Bratajaya berhenti di Elena. Ya Tuhan, andai saja anak, menantu, cucuku dan suaminya serta buyutku masih ada, pasti hidupku dan Elena akan jauh lebih mudah. Sejujurnya aku lelah, aku ingin istirahat, menikmati masa tua dengan merawat buyut. Tapi aku belum bisa tinggalkan Elena sendirian. Dia butuh belajar banyak betapa dunia ini tidaklah sepolos dan sebaik dirinya. * Elena menutup panggilan telepon dari eyang dengan kalut. Pikirannya semakin pusing setelah mendengar cerita eyang. Eyang memintanya mencari opini kedua, artinya dia harus mencari tim dokter lain. Tapi bagaimana dia bisa mencari opini kedua jika keluar rumah saja dia dilarang oleh Zack. Lama-kelamaan dia juga jadi curiga ada sesuatu yang disembunyikan oleh Zack. Tapi apa? Kenapa? Memikirkan hal itu, membuat kepala Elena semakin nyut-nyutan. Diambilnya obat pereda sakit kepala yang diresepkan dokter dan segera diminum. Direbahkannya tubuhnya. Bukannya mereda, sakit kepala itu semakin menjadi. Kilasan-kilasan peristiwa mendadak muncul dan mencoba merebut perhatiannya. Satu per satu kepingan peristiwa itu hadir di otaknya. “Aargh… kepalaku! Ya Tuhan, aku kenapa? Semakin aku coba mengingat kembali masa lalu, kenapa kepalaku malah semakin pusing?” Keluh Elena. Pusing yang mendera membuatnya meremas seprai berharap agar pusingnya bisa mengalir ke seprai itu. Dia putuskan untuk memejamkan mata dan coba tidur siang. Tapi dia berusaha untuk tetap mengingat kilasan peristiwa itu, coba menyatukan kepingan puzzle agar dia bisa sepenuhnya mengingat. Jika ingatannya sudah kembali, dia akan bisa tidur dengan tenang. Tidur Elena tampak tidak nyaman siang ini. Beberapa kali tubuhnya seperti berjengkit karena kaget. Keningnya juga berkerut, entah dia mimpi apa kali ini. Zack yang pulang cepat hari ini melihat hal itu. Dia duduk di sebelah Elena, jemarinya mengusap kening Elena yang berkerut. Sekarang malah ganti kening Zack yang berkerut karena merasakan kening Elena yang berkeringat dan sedikit hangat. Lebih baik dia bangunkan Elena. “Elen sayang, bangun!” Digoyangnya lembut tubuh Elena agar bangun. Tapi tidak juga bangun. Akhirnya dia menggoyang lebih keras lagi. “Elen, bangun. Kamu mimpi buruk ya? Elena!” Sekali lagi Zack coba membangunkan Elena. “Bayiku…!” Teriak Elena, seketika terduduk dan memegang perutnya. Wajahnya tampak kebingungan. Saat melihat ada Zack di depannya, Elena langsung saja mendekap erat tubuh Zack hingga terhuyung. Beruntung Zack tidak terjatuh karenanya. “Ada apa sayang? Kenapa teriak? Kamu mimpi buruk apa?” Tanya Zack lembut. Dia mengusap rambut hitam panjang dan punggung Elena dengan lembut. Perasaannya juga tidak menentu saat tadi dengar Elena berteriak bayi dan terbangun langsung memegang perutnya. “Zack, aku tadi mimpi buruk. Bayiku… aku kehilangan lagi bayiku Zack! Untuk ketiga kali! Bayiku, bayi kita masih ada di sini kan? Di perutku? Iya kan Zack?!” Tanya Elena dengan panik, dia melihat ke arah perutnya yang tetap rata dan ke wajah Zack bergantian. Bulir keringat sebesar jagung membanjiri wajah cantik Elena, selain panik, dia juga sangat ketakutan. Zack menelan ludahnya, dia harus bisa meyakinkan dan menjawab pertanyaan Elena ini. “Iya kan Zack?” Sekali lagi Elena minta konfirmasi Zack, agar dia bisa tenang. Dia tidak mau lagi kehilangan bayinya untuk ketiga kali! “Iya sayang.” Hanya dua kata itu yang mampu diucapkan Zack, selebihnya dia hanya mampu merengkuh Elena ke dalam pelukannya. Matanya terpejam, wajahnya mendunga, dalam hatinya berdoa agar diberi keajaiban, sebuah jalan keluar dari semua masalahnya ini. “Aaargh kepalaku… Zack kepalaku sakit sekali padahal aku sudah minum obat dari dokter.” Keluh Elena, meremas rambutnya dengan kasar, membuat Zack harus menarik tangannya agar tidak menyakiti diri sendiri. “Mungkin efek obatnya belum terasa, kan gak setelah minum langsung terasa khasiatnya." Zack coba menenangkan Elena. “Zack tadi aku berusaha mengingat lagi memoriku tapi malah sakit kepalaku semakin bertambah, padahal tadi aku berhasil mengingat beberapa hal, tapi kenapa aneh ya?” Keluh Elena, menangis di pelukan Zack. “Jangan memaksakan diri sayang, jika memang belum bisa, kamu jangan memaksa untuk kembali mengingat apapun. Oiya, kamu berhasil mengingat apa saja, aku ingin tahu?” Zack penasaran sekaligus takut. Tentu dia ingin tahu apa yang berhasil diingat oleh Elena. “Yang aku ingat, aku memegang alat tes pack itu, terus ada lampu mobil sangat menyilaukan mata dan suara klakson truk yang membuatku terpaku di tempat, sesaat sebelum aku kecelakaan itu. Tapi yang lebih aneh lagi…” Elena menjeda, Zack menjadi tidak sabar ingin mendengar kelanjutannya. “Apa yang aneh?” Tanya Zack. Mimiknya serius, jangan sampai tiba-tiba Elena berkata dia ingat melihat Zack sedang diservis oleh Tatyana. “Aku seperti melihatmu sedang b******a dengan dua perempuan sekaligus di sebuah hotel. Entah hotel apa dan siapa dua orang perempuan itu. Semuanya serba tidak jelas, masih kabur. Entahlah Zack, energiku seperti terkuras untuk mengingat itu.” Jawab Elena, pelan. Dia menyandarkan punggungnya pada head board dan memejamkan mata, memaksa coba kembali mengingat. Walaupun Elena berkata dengan nada pelan, tapi itu bagai petir di siang hari bolong di telinga Zack! Apakah saatnya sudah tiba? Bagaimana jika Elena tahu dia juga berbohong tentang kehamilan Elena yang pura-pura? “Jangan memaksakan diri untuk mengingat sayang. Ini aku tadi buat secangkir teh sereh tambah madu untuk menenangkan dirimu. Minumlah mumpung masih hangat.” Zack berikan secangkir teh yang sudah hangat, tidak lagi panas. Elena minum tapi hanya sedikit, rasanya sedikit aneh. Itulah kenapa dia tidak suka dan tidak mau habiskan. Sebenarnya Zack berikan penyubur di minuman itu agar Elena cepat hamil. “Gimana biar kamu lebih tenang, aku akan masak makan malam romantis buat kita berdua? Bisa kok nanti makan di kamar ini saja ya, aku akan menyulap kamar kita menjadi sebuah resto mewah. Mungkin setelah itu kita bisa b******a kan?” Tentu saja ada alasan khusus kenapa Zack memanjakan Elena malam ini, dia sudah hitung-hitung, seharusnya ini masa subur Elena, jika penyatuan mereka berhasil, Elena akan bisa hamil! “Kamu mau masak apa?” Tanya Elena, cukup antusias dengan tawaran Zack yang menggoda imannya. “Euum gimana kalau aku masak steak ikan salmon plus brokoli rebus kesukaanmu? Jeruk peras hangat sebagai minumannya? Nah sebelum tidur aku akan buatkan s**u coklat untukmu. Gimana?” Gosh, beruntung semalam dia sudah selancar dan mencari tahu makanan dan minuman apa saja yang bisa untuk menyuburkan dan mempercepat kehamilan. “Waah banyak banget Zack, kamu yakin mau bikin itu semua? Aku suka semuanya loh, terima kasih ya, kamu sudah menyayangiku dan sangat memanjakanku.” Elena memeluk lengan kiri Zack penuh cinta. Tidak sabar menunggu hadirnya malam untuk bisa menikmati apa yang dijanjikan oleh Zack. * Usai b******a, Zack membawa Elena untuk tidur beralaskan lengan kekarnya. Nafas mereka masih memburu usai permainan panas yang membuat seprai kasur mereka berantakan. Zack ucapkan permohonan dalam hati agar percintaan mereka malam ini akan membuahkan hasil. Jika Elena hamil, mereka akan terikat. Akan lebih mudah baginya untuk membuat alasan tetap mempertahankan pernikahan mereka walau nantinya Elena tahu bahwa dia berselingkuh. Yang penting sekarang adalah Elena harus hamil! “Zack, kenapa perutku gak membuncit layaknya ibu hamil ya? Kenapa perutku tetap rata sih?” Tanya Elena, ingin tahu kenapa kondisi fisik tubuhnya tidak mengalami perubahan. “Karena kamu pintar mengatur asupan gizi jadi tubuhmu mendapatkan gizi baik walau badan tidak membengkak. Lagipula kalau di masa awal kehamilan kan memang belum akan terlihat membuncit, nanti kalau sudah trisemester kedua baru terlihat buncit.” Jawab Zack, dia sudah mempelajari kehamilan dan ciri-cirinya. Elena tersenyum kecil, alasan itu cukup masuk akal baginya. Semoga saja, sebelum tri semester kedua kamu benar-benar hamil. Soal hitungan bulan itu nanti aku bisa atur. Yang penting adalah kamu hamil dulu Elena! “Oiya Zack, tadi eyang menelponku. Eyang minta agar aku mencari opini kedua. Menurutmu bagaimana?” Padahal eyang sudah wanti-wanti pesan pada Elena untuk tidak usah bercerita pada Zack tentang hal ini. Tapi dasar saja Elena yang naif dan polos, dia tidak tahu bahwa sumber petaka yang dia alami adalah suaminya sendiri! “Kenapa? Apakah eyang tidak percaya dengan tim dokter yang merawatmu sekarang?” Tanya Zack. Atau karena beliau sudah mulai curiga?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD