Uh...
Leng Xu membuka mata, ia berada di kediamannya--Sekte Menara Es. Tentu ini mengejutkan dirinya. Bukankah sekte telah hancur? Lantas apa yang ada di depan matanya?
"Xu'er, apa yang kau lakukan di sana?"
Mendengar suara yang sangat tidak asing, Leng Xu memalingkan pandangan. Mendapati sosok yang sangat ia rindukan, ibunya.
"Ibu?" Masih dalam keadaan linglung, Leng Xu mendekati sang ibu.
Leng Shui yang melihat anak semata wayangnya sedikit aneh langsung bertanya. "Ada apa denganmu, Xu'er?"
Leng Xu menggelengkan kepala, "Tak apa, ibu."
Meski menjawab tak apa, dalam kepalanya masih memikirkan peristiwa janggal yang ia alami. Pertanyaan seolah berputar membuat pikiran tak bisa tenang.
"Apakah semua yang terjadi hanya mimpi, ilusi tidak nyata? ... Atau yang ada di hadapanku ini ilusi?" Leng Xu memandang lekat sang ibu, tidak bertemu dua tahun membuat kerinduan tidak lagi bisa ditahan.
Leng Xu menepis apa yang ada dalam kepalanya, tak peduli apakah ini adalah ilusi. Yang terpenting sekarang adalah melepas rindu dengan Leng Shui--ibunya.
"Ibu, aku sayang kepadamu." Leng Xu memeluk erat Leng Shui, tak melepasnya untuk waktu yang lama.
"Xu'er, sebenernya ada apa?"
Leng Xu tak menjawab, memeluk semakin erat. Beberapa saat hanya diam, ia pun berkata. "Aku tak mau kehilanganmu, ibu. Tetaplah bersamaku."
"Itu tidak mungkin, Xu'er--putraku. Kau harus kuat, jagalah dirimu sendiri."
Mendengar perkataan sang ibu, sontak kening Leng Xu berkerut samar. Ia melepas pelukan, melihat tubuh ibunya perlahan menghilang.
"Ibu?"
Leng Xu tidak bisa menahan bayangan ibunya yang semakin redup dengan ukiran senyum di antara bibirnya.
"Ibu!!"
Leng Xu bangun, cukup terkejut mendapati dirinya berada di sebuah gubuk sederhana terbuat dari tumpukan jerami dan rotan. Wajahnya berkeringat dingin, tidak mengira pertemuan dengan sang ibu ternyata hanya sekedar mimpi. Namun, mimpi itu sedikitnya telah mengurangi rindu dalam hati.
Beberapa waktu Leng Xu hanya diam, mencoba mengingat apa yang terjadi kepadanya. Seolah ada gambar yang berputar, satu persatu ingatan menyegarkan pikirannya tentang bagaimana kesialan ini terjadi kepadanya.
Ia yang masuk ke dalam portal ruang tidak mengira jika portal ruang telah dalam keadaan tidak stabil, mengakibatkan guncangan ruang yang membuat Leng Xu menghadapi badai ruang dahsyat mematikan.
Dengan kultivasi petarung dewa bintang satu, dia mencoba bertahan, mempertahankan kesadaran. Meski pada akhirnya ia harus menyerah dan terserap ke dalam kekosongan. Setelah itu ia tak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba sudah berada di dalam gubuk.
Bersama dengan itu, seorang wanita masuk ke dalam gubuk. Ia mengenakan cadar, rambutnya hitam dan panjang. Leng Xu berniat memulihkan diri, tapi tenaga dalam di tubuhnya terkuras habis tak bersisa.
"Kau terluka sangat parah, Qi dalam tubuhmu habis tak bersisa. Minum ini. Memang tidak bisa menyembuhkanmu, tapi setidaknya mampu mempercepat penyembuhan." Wanita itu menaruh mangkok berisi cairan kental berwarna hijau, sangat aneh jika diperhatikan.
Baru saja Leng Xu ingin bertanya, tapi wanita itu telah keluar dan tak lagi masuk untuk waktu yang lama. "Apa yang ia maksud dengan Qi? Apa itu tenaga dalam?" Dia bisa merasakan tenaga dalam di tubuhnya terkuras kering, mencermat kalimat wanita sebelumnya jelas yang dimaksud Qi adalah tenaga dalam.
Pandangan lalu terpusat pada mangkok di samping tempat tidur. Warna hijau yang pekat itu membuatnya meneguk ludah dengan enggan. "Apakah itu tidak beracun?" gumamnya secara tak sadar.
Namun sangat sial, dalam cincin penyimpanan ia tak memiliki satu pun pill. Hanya ada ratusan ribu uang kertas dan juga senjata.
Leng Xu tak punya pilihan, mau tak mau ia harus meneguk ramuan yang diberikan wanita bercadar. Terlepas siapa dia dan baik tidaknya, ia tak berpikir seorang yang telah membawanya ke gubuk memiliki niat buruk.
Setelah menghabiskan ramuan pahit tersebut, Leng Xu merasakan tubuhnya hangat dan nyaman. Tak banyak berkata ia langsung duduk bersila, mulai mengumpulkan kembali tenaganya.
Menjelang malam, wanita bercadar datang dengan membawa beberapa makanan. Melihat Leng Xu yang masih sibuk memulihkan diri, ia menaruh makanan di atas meja, kemudian berniat keluar. Namun Leng Xu menyadari kedatangannya, "Tunggu sebentar, ...."
Wanita bercadar diam di ambang pintu, menunggu kalimat yang akan diucapkan.
"Terima kasih karena telah menolongku. Namaku Leng Xu, siapa namamu?" Leng Xu melihat sikap wanita ini begitu dingin, ia tak mengharap banyak dengan mengetahui siapa nama penolongnya.
"Lin Yu," ucapnya lalu pergi keluar.
Leng Xu terkejut, memandang dengan heran. Padahal ia sudah yakin jika ucapannya akan diabaikan, tapi ternyata dibalas kontan.
Hari demi hari berlalu, Leng Xu perlahan tapi pasti telah memulihkan tubuhnya ke keadaan semula. Dalam kurun waktu tersebut Leng Xu tak sekalipun meninggalkan gubuk, sekalinya keluar paling pergi ke sungai menangkap ikan.
Seperti hari ini, Leng Xu tengah membakar ikan hasil tangkapan bersama Lin Yu. Melewati beberapa hari bersama membuat mereka memiliki hubungan yang lumayan.
Leng Xu menikmati ikan sampai tak menghiraukan Lin Yu yang mengamati dengan heran. "Aku tak bisa melihat tingkatanmu, kau berada di tingkat apa? Apakah dewa bumi?"
Ekspresi Leng Xu berubah mendengar perkataan Lin Yu. Namun rasa penasaran membuat perhatiannya teralihkan, "Dewa bumi, apa maksudmu?"
Lin Yu sedikit terkejut. Bagaimana mungkin ada seorang yang tak mengetahui sampai sejauh mana tingkatannya. Akan tetapi ekspresi bingung Leng Xu menbuat Lin Yu balik bertanya. "Apakah kau sungguh tak tahu?"
Leng Xu hanya diam, dia memang tak tahu apa itu yang dimaksud tingkat petarung dewa bumi.
Lin Yu menghela nafas, kemudian menjelaskan. "Di Daratan Tian Zun, terdapat lima tingkatan -- "
"Tunggu, Daratan Tian Zun?" Saking terkejutnya, Leng Xu sampai menghempas ikan yang ada di tangannya. Ia mengingat jelas jika dalam sebuah buku catatan di perpustakaan sekte, portal akan membawanya menuju daratan Tian Lei, lebih tepatnya Kekaisaran Han.
Namun yang ia dengar dari Lin Yu bukan Daratan Tian Lei, melainkan Daratan Tian Zun. Tentu ini berbeda dari apa yang ada dalam kepalanya.
Bukan hanya Leng Xu yang terkejut, tapi juga Lin Yu yang terkejut melihat tanggapan pria di hadapannya. Apakah ada yang salah dari ucapannya, tidak mungkin ia berkata asal. "Ada apa, apa ada yang salah?"
Leng Xu menggelengkan kepala, menggaruk tengkuk sambil tersenyum canggung. "Tidak, tidak ... Bisakah kau menceritakan tentang Daratan Tian Zun?"
Lin Yu menatap Leng Xu dengan aneh, tapi pada akhirnya dia memaparkan semua yang ia ketahui tentang Daratan Tian Zun. "Sekarang kita berada di Kota An, Kekaisaran Li. Tepatnya Hutan Malam di sebelah barat Kota An ...."
" ... Tingkatan setiap orang sendiri ada 5, tingkat dewa pemula, tingkat dewa bumi, tingkat dewa langit, tingkat dewa surga, dan terakhir adalah tingkat dewa abadi. Masing-masing memiliki sembilan tahapan, bintang satu sampai sembilan. Aku saat ini berada di tingkat petarung dewa pemula bintang delapan. Kau pasti di tingkat petarung dewa bumi."
Ekspresi Leng Xu nampak tak percaya, ia bisa melihat jika tingkatan Lin Yu berada di tingkat petarung suci bintang delapan. Ia mengatakan petarung dewa pemula bintang delapan. Jadi bisa disimpulkan jika petarung dewa pemula setara dengan petarung suci, sementara petarung dewa sama dengan petarung dewa bumi.
Yang lebih mengejutkan, ternyata ada beberapa tingkatan di atas petarung dewa. Padahal selama ini ia mengira jika petarung dewa merupakan titik tertinggi yang mana keberadaannya sangat langka.