BAB 3

1060 Words
    Rintik hujan menemani pagi di hari minggu yang malas. Aku masih bergelung di bawah selimut sambil memeluk guling kesayangan. Rencanaku hari ini adalah tidur, tidur dan tidur. Dulu acara pulang ke rumah setiap weekend adalah hal yang menyenangkan. Tapi sekarang tidak lagi. Aku harus menyelamatkan kesehatan telingaku dari kata-kata menyakitkan yang pastinya tidak pernah absen belakangan ini.     Raina mana pacar kamu, lihat! Lyra saja udah punya pacar, mana ganteng, sopan, udah punya pekerjaan. Kamu kerjanya tidur aja sih makanya gak dilirik cowo. Kurang lebih seperti itulah kalimat yang akan aku dengar setiap bertemu yang mulia ibunda. Andai saja dia tahu, laki-laki yang sering dia banggakan itu adalah sampah yang sudah selayaknya berakhir di tempat sampah, bukan berserakan di rumah mengganggu keberlangsungan hidup.     Oke! Curhatnya sampai disini, aku sudah malas memikirkan si sampah tidak berguna itu.     Aku menyingkap selimut sampai ke bagian d**a, setelah sebelumnya menutupi seluruh tubuhku. Mataku masih terpejam tapi tanganku meraba ke berbagai arah mencari ponsel yang sudah dari setengah jam lalu berbunyi dan aku abaikan.     “Ganggu orang tidur aja.” Gumamku. Aku terus meraba tapi tidak menemukannya. Entah dimana semalam aku melemparnya. Aku duduk, mengumpulkan kesadaran sebentar dan hendak mencari benda pipih itu namun suara panggilan memekakan itu berhenti. Ku hembuskan nafas pelan. Mengerjap beberapa saat dan memutuskan untuk melakukan ritual pagiku terlebih dahulu dari pada mencari ponsel s****n itu. Sebenarnya ini sudah pukul 10:30 sih, bukan pagi lagi. Tapi dihari malas seperti ini tentu saja masih sangat pagi, karena biasanya aku baru bangkit dari tidur malasku jam satu siang.     “Disini ternyata, pantesan susah dicarinya.” Aku bicara dengan diri sendiri sambil memungut ponsel di kolong tempat tidur. Ada lima belas panggilan tak terjawab dari nomor asing disana.     Siapa gerangan yang menelponku seperti telah terjadi kebakaran seperti ini? Telpon balik gak yah?     2 menit kemudian...     “Hallo selamat siang miss, kami dari pihak Delivery Love ingin mengkonfirmasi pesanan yang kami terima atas nama anda.” Begitulah kalimat pertama yang aku dengar setelah ponselku kembali berdering dan aku mengangkatnya.     “Maaf sepertinya salah sambung.” Aku hendak mematikan telpon tapi kalimat selanjutnya dari mbak-mbak yang merdu banget suaranya itu, membuat aku urung melakukannya.     “Ini dengan miss Imaji Raina Putri benar?” Nah kan dia tau nama aku.     “Iya saya sendiri, tapi saya tidak merasa melakukan pemesanan apapun mbak.” Ucapku bingung, jangankan buat belanja online, uang jajan saja sudah tipis, gara-gara dua minggu ini belum pulang ke rumah. Alhasil belum dapat aliran dana segar dari ibunda.     Sementara ayahku, sejak kecil beliau memang jarang berbicara padaku. Aku tidak tahu penyebabnya tapi, dia seperti sangat membenciku.Ibuku itu sedikit unik. Dia tidak mau mengirim uang padaku. Dia bilang, jika mau uang ya pulang. Kalau gak pulang jangan harap ada uang. Sebenarnya aku sangat menyayangi beliau, karena sejak kecil beliau juga sangat menyayangiku. Selalu melindungiku dari sikap kaku ayah, yang terkadang terlihat seperti ingin mencelakaiku. Tapi aku tidak mau berpikiran buruk, terlebih pada ayahku sendiri.     Oke fix!  bertambah lagi kesengsaraanku gara-gara si sampah s****n itu.     “Iya tapi ada pemesanan atas nama anda miss.” Aku mengerutkan dahi bingung.     “Maaf tapi saya tidak akan membayar apapun yang tidak saya pesan mbak!” Biarin aja dia berfikir aku bokek, wong kenyataanya seperti itu.     “Kami tidak sedang menagih p********n, karena memang semua urusan administrasi sudah selesai. Kami hanya ingin memastikan pesanan yang anda inginkan.”     Wehehehe, lumayan nih gratisan.     “Oh, kalau gak bayar gak masalah sih.” Ujarku cuek.     “Ada lima pertanyaan yang akan saya ajukan untuk memastikan pesanan anda, saya harap anda menjawab dengan sungguh-sungguh karena hasilnya akan mempengaruhi kebahagiaan anda.”     Buset nih orang udah kaya dokter psikolog aja, ngomongin kebahagiaan.     “Oke.” Jawabku malas.     “Baik, apa anda sudah siap untuk menjawab pertanyaan kami?”     “Siap lahir batin mbak.”Aku terkekeh.     “Untuk yang pertama, apakah anda termasuk orang yang mendambakan liburan romantis bersama pasangan?” Aku mengernyit heran.     Pertanyaan macam apa ini? Aku gak lagi dikerjain kan?     Aku cek kembali nomor yang sedang melakukan panggilan denganku, memastikan bahwa itu bukan nomor si cerewet Yeslin. Tapi anak itu tidak mungkin menggunakan nomor operator dengan tarif mahal ini untuk sekedar mengerjai aku. Wong, bakso kemarin aja maunya gratisan dia..     “Hm, saya tidak suka liburan romantis. Saya lebih suka tidur berdua di dalam kamar, sambil berpelukan hangat seharian.” Aku tersenyum jahil. Kalau dia mau ngerjain , berarti genderang perang berkumandang. Dan sudah pasti aku yang sangat peka ini sudah siapkan kuda-kuda untuk mengerjai balik.     “Pertanyaan yang kedua. Apakah anda lebih suka bibir yang tipis atau tebal?” Demi Dewa sembilan belas yang sekarang udah bubar, ini pertanyaan gak ada yang lebih aneh apa?     “Saya lebih suka bibir tipis yang sexy dengan senyuman malaikat dan tentunya ciuman yang menggairahkan.” Kali ini aku terkikik sambil menjulurkan lidah seperti ingin muntah mengatakan hal menjijikan tersebut. Ku dengar mbak-mbak dengan suara merdu itu sedikit berdehem.     Rasakan, siapa suruh nanya-nanya yang aneh. Aku kerjain balik kan hahaha.     “Baik, sekarang pertanyaan yang ketiga. Apakah jenis bunga yang anda sukai?”     “Saya suka bunga Tulip mbak.” Kali ini aku sungguhan. Karena Tulip memiliki makna keindahan cinta yang tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Bagiku Cinta itu harus dibuktikan bukan hanya diucapkan. Percuma bilang Cinta kalau ujungnya ninggalin kaya si sampah itu.     “Baik, pertanyaan yang keempat anda lebih suka dipeluk atau dicium?” Buset pertanyaannya bikin sesuatu di perut bergejolak cuy, makin penasaran sama barang gratisan itu.     “Dipeluk sambil dicium, apalagi nyerempet ke ranjang.” Aku menahan ketawaku setelah mengucapkan kalimat itu.     “Baik, pertanyaan terakhir. Bagaimana tipe laki-laki yang anda inginkan untuk kemudian bisa kami kirimkan kepada anda?”     Ini maksudnya ngirim cowok? Ini paketan gratisan isinya cowok gitu? Ni orang waras kan?     Ah lebih baik aku memastikannya sekali lagi, takut telinga orang yang lagi galau ini salah denger.     “Maaf tadi anda menanyakan apa?”Aku bertanya kembali karena tidak yakin dengan apa yang aku dengar.     “Saya bertanya tentang bagaimana tipe laki-laki yang anda inginkan, untuk kemudian bisa kami kirimkan kepada anda.” Aku benar-benar heran dengan apa yang baru saja diucapkannya.     Apa dia sudah gila?     “Kirimkan yang paling sexy, paling hot, paling ganteng dan paling jago di ranjang.” Jawabku asal.     “Kami akan mengirimkan sesuai yang anda mau miss.” Ucapnya kemudian sebelum menutup telpon.     “Dasar sinting!” Umpatku sambil melempar ponsel ke sofa.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD