Nadya menggendong Adit dengan selendang biasa, Adit tertidur pulas digendongan sang bunda, Nadya khawatir pada Dea dan merasa bersalah. Nadya tau jika Dea menyukai Arzan karena dari dulu saat Nadya belum bekerja di pabrik itu Dea selalu menceritakan tentang Arzan dengan sangat antusias. Nadya tidak tau yang dimaksud Dea itu Arzan sebab saat dulu cerita Dea lupa nama Arzan sehingga Dea hanya menyebut 'Doi'.
Tin tin
Terdengar suara klakson mobil yang baru saja berhenti di pinggir jalan tepat Nadya akan menyebrang. Jendela mobil itu terbuka menampilkan sosok lelaki tampan memperlihatkan senyum manisnya padanya.
"Arzan, kamu itu ngagetin aja. "tegur Nadya sembari menimang Adit yang tidurnya merasa terusik.
" Kamu dari mana? "
" Jemput Adit di penitipan anak. "
Andai kamu tidak menikah dengan lelaki b******k itu mungkin kamu sekarang akan bahagia hidup bahagia bersama ku~batin Arzan.
" Kenapa tadi kamu izin pulang cepat? "tanya Arzan penasaran pada Nadya.
" Emm itu aku cari temenku. "
" Oke, lebih baik kamu masuk aja, kasian anak kamu kedinginan di luar banyak angin malam itu gak sehat. "tawar Arzan.
" Ah iya, bentar. "
Nadya masuk ke dalam mobil samping pengemudi lalu Arzan membantunya untuk memakaikan sabuk pengaman.
" Terima kasih."gugup Nadya.
"Emm sama sama. "
" btw kenapa kamu rela izin kerja hanya mencari temanmu? "tanya Arzan padanya.
" Aku a aku. "Nadya menggigit bibir bawahnya bingung.
" kamu cari Dea kan? "
" Kamu tau? "
" Iyalah tadi aku cari kamu terus kebetulan ketemu sama Bu Ningsih dan aku nanya ke beliau. "
" Ya benar, aku cari Dea. "Nadya mengubah ekspresinya menjadi khawatir.
" Ya udah aku bantu cari. "
" Emang kamu tau Dea ada di mana? "
" Enggaklah. "
" Ishh. "Nadya menggeleng pelan.
" Kalau aku tau ya aku mesti ngasih tau ke kamu. "ujar Arzan sembari menyalakan mesin mobilnya. Lalu mobilnya melaju membelah jalanan yang lengang.
" Kamu tau gak tempat Dea suka berkeluh kesah atau sendiri? "Tanya Arzan saat di tengah perjalanan.
Nadya berpikir sejenak mengingat dulu saat jalan-jalan bersama Dea.
" Dea kamu suka di tempat mana nih kalau sendiri gitu? "tanya Nadya pada Dea di sampingnya yang sedang menggendong Adit.
" Di bukit, aku suka aja di sana karena bisa lihat pemandangan kota juga kayak lebih rileks saja pikiranku. "
" wah seru juga, ku jadi pengen kecsana deh. "
" Kamu belum pernah ke bukit ya? "
" belum, pengennya sih sama pasangan. "
" Ah elo mah. "cibir Dea.
" Di bukit, "balas Nadya yakin.
" Di bukit? Kalau kita ke sana sih satu jam-an mungkin. "
Nadya menghela napasnya panjang perasaannya sudah tidak tenang, wanita itu takut terjadi hal-hal buruk pada temannya yang selalu ada untuknya, teman yang merubahnya menjadi gadis yang kuat dan dirinya berjanji akan membantu temannya itu dekat dengan pria yang disukainya yaitu Arzan.
Nadya menoleh menatap Arzan yang sibuk menyetir,"Lebih baik aku pulang dan berganti pakaian. "
" Jadi kamu tetap ingin cari temanmu itu? "
" Iya, dia temanku satu-satunya dan aku gak mau temanku kenapa-napa. "
Andai kalau aku yang hilang, apakah kamu mau mencariku dan mengkhawatirkan ku seperti kamu ke temanmu itu~batin Arzan sesekali lelaki itu menoleh ke arah Nadya.
" Lalu bagaimana dengan anakmu? Tidak mungkin kan kamu mengajak anakmu ikut bersama kita."
"Kalau itu aku bisa titip di tetangga sebelah rumah atau pemilik kost-kost-san. "
" Emm yaudah, aku anterin kamu balik dulu. "
...
Saat tiba di bukit, tempat yang biasa dikunjungi Dea, Nadya berlari mencari Dea ke sana ke mari sedangkan Arzan cowok itu hanya mengikuti ke mana Nadya pergi.
Arzan sangat malas mencari wanita bar-bar itu, dia tahu siapa itu Dea. Cewek centil yang suka mengganggu saat dia sedang mengawasi orang-orang yang tengah bekerja. Arzan ingin mulutnya mengatakan sesuatu yang penting pada Nadya namun saat melihat gurat kekhawatiran di wajah Nadya pun lantas diurungkannya.
"Dea kamu ke mana aja sih?"
Nadya mengacak rambutnya bingung harus mencari kemana lagi sebab hanya ini tempat yang ia tahu, tempat dimana Dea menyendiri itu kebiasaannya.
"Besok pasti ketemu Nad. "ujar Arzan enteng.
" Aku khawatir sama Dea Zan. "
" Ini udah mulai larut malam, apa kamu gak mikirin Adit? "
" Hmn okelah. "
Keduanya pun pulang tanpa ada yang tahu jika sosok gadis mungil bersembunyi di balik pohon besar mengamati mereka berdua dari jarak jauh. Dea.
....
"Bun nda."cicit Adit menatap kesal ke arah Nadya yang sedang menyapu lantai, otomatis mobil-mobilan kesayangannya dimasukkan ke rak oleh Nadya.
"Uhh udah bisa panggil bunda ya? "Nadya menghampiri Adit dan mencium seluruh wajah mungil anaknya. Adit menjambak rambut panjang Nadya.
" Akk aduh Adit tambah nakal gini hmm? "gemas Nadya menggendong Adit, Adit memberontak dan menunjuk mobil mobilannya dengan jari mungilnya.
" Iyaya nanti main lagi, nih lantainya lagi kotor. "Nadya juga menunjuk sisa-sia biskuit di lantai.
Nadya menyapu lantai sampai bersih sambil menggendong Adit agar tidak mengganggunya walau tubuh gembul itu meronta-ronta ingin turun.
Tubuh Nadya mematung di ambang pintu, melihat Dea yang kini berdiri di depannya.
"Ya ampun Dea kamu ke mana aja sih. "
Nadya memeluk tubuh Dea setelah meletakkan Adit di atas lantai, Adit dengan semangat merangkak menuju mainannya dan menumpahkan rak berisi mainan itu di lantai.
" Gue gue hiks hiks. "
Dea menangis menatap Nadya, Nadya menuntun Dea supaya segera masuk ke dalam rumah.
" Kenapa De cerita aja, kamu bikin aku khawatir."Lirih Nadya.
"Adekku kritis Nad, "balas Dea menatap sendu ke arah Nadya.
" Apa? Jadi ini alasan kamu pergi gitu aja?"
Dea mengangguk membuat Nadya pun mengusap punggung Dea. Nadya mengerti jika adiknya Dea sering sakit-sakitan dan Dea sangat menyayangi adiknya itu.
"Aku kira kamu cemburu De, lihat aku sama Arzan karena kamu pergi gitu aja. "
Dea menggeleng," Aku cemburu? Iya. Tapi kemarin setelah diberi kabar oleh ibu, aku langsung ke ATM Nad ngambil uang dan aku--"
"Iya De? "
Dea ingin mengatakan tapi dia sangat malu.
Nadya tersenyum," Kenapa De? Bilang aja kalau ada masalah, jangan sungkan gitu dong. "
" Aku ingin jenguk adikku Nad. "
" Gak papa De, aku ijinin ke pabrik kalau kamh mau jenguk adikmu. "
" bukan itu maksudku Nad. "
" Terus apa?" Nadya mengernyitkan dahinya makin bingung.
"Kamu mau gak ikut aku ke Jakarta? Aku takut kesana sendiri Nad. "
Deg!
Jantung Nadya berdegub sangat kencang mendengar ajakan dari mulut Dea. Kedua tangan Nadya bergetar, ia menggigit bibir bagian bawahnya dan menatap ke lurus ke depan. Mendadaj pikirannya kembali pada satu tahun yang lalu. Nadya takut, takut jika bertemu sosok yang dihindarkan. Tapi...
"Aku tau Nad, kamu pasti gak mau. "gumam Dea, Dea merasa gelisah sedari kemarin setelah diberi kabar keadaan adiknya, dia tak bisa tidur bahkan makan pun terasa hambar.
Nadya menghembuskan napasnya berkali-kali dengan pelan, ia bingung dengan sendirinya tapi melihat Dea seperti itu juga kasian. Dea memiliki trauma jika menjenguk adiknya sendirian.
Setelah terdiam beberapa menit, Nadya mengangguk sebagai jawaban dari ajakan Dea. Dea langsung memeluk Nadya menggumamkan kata terima kasih.
"Terima kasih Nad, makasih banget kamu mau ikut. AKU kangen banget sama adikku. Aku janji, aku gak akan terpesona sama Arzan, "ucap Dea yakin sembari menganggukkan kepalanya. Senyum lebar dari wajah Dea membuat Nadya juga ikut tersenyum melihat wajah lega Dea.
" Besok aku cariin tiket dan minta ijin gak masuk kerja. "
" kalau ijin, kutelepon Arzan aja deh,"kata Nadya.
Dea tersenyum tipis walau hatinya teriris.
" Ah iya, kamu kan deket sama bos Arzan. "
" Kita hanya teman De. "Nadya menggeleng bermaksud membantah ucapan Dea. .
...
Hari ini Nadya berangkat kerja sendiri sedangkan Dea tidak mau bekerja karena percuma kalau bekerja jika pikirannya dipenuhi adiknya. Nadya menitipkan Adit pada Dea.
" Adit sayangku, tante mau buat roti nih. "Dea menghampiri Adit yang sedang berusaha belajar berdiri, tangan mungilnya itu merayap ke arah rak sepatu.
Adit menoleh ke arah Dea dan mengerjapkan kedua mata bulatnya.
" Oti oti? "cicit Adit, p****t gembul itu didaratkan ke lantai dan kedua tangan mungilnya bertepuk tangan antusias menyambut sesuatu.
" Iya roti tapi buat dulu hehe. "Dea menyengir sembari menunjukkan tepung terigu pada Adit sedangkan tangan yang lain membawa kantong plastik berwarna hitam berisi bahan-bahan yang lain.
" Dak dak. "teriak Adit berusaha mengambil tepung terigu itu yang dikiranya bedak membuat Dea tertawa.
" Aishh aku lupa nih bocah juga kagak ngerti. "gumam Dea.
Setelah menggunting plastik berisi tepung terigu Dea menuangkan tepung terigu itu ke dalam baskom sedangkan Adit merangkak menghampiri Dea bukan Dea tapi baskom yang berisi tepung terigu itu.
" Eh eh jangan haduh. "Dea meraih baskom itu dan diletakan di meja.
" aakkk tu tu dak dak huaaa. "Adit menangis sembari menunjuk baskom di atas meja.
" Cup cup jangan nangis. Tante buatin bubur deh. "
Dea menggendong tubuh gempal itu menuju dapur. Dea menatap keranjang yang berisi tomat segar lalu diambilnya. Adit yang berada di gendongannya diam dan menatap apa yang dilakukan Dea.
Dea ingin membuat bubur tomat yang baik untuk gizi Adit cukup menyajikan bubur tomat kepada Adit dengan cara di haluskan dan ditambahkan gula agar tidak masam. Mangkuk berisi bubur tomat dan sendok kecil di letakan di atas karpet milik Adit yang tadi sempat di berikan Nadya pada Dea.
Dea meletakan Adit di atas karpet itu. Adit mengoceh entah apa yang diucapkan lalu meraih sendok kecil itu.
Dea terkekeh melihat Adit yang sangat suka makan. Adit dengan lahap memakan bubur tomat itu sesekali Dea mengusap di sekitar mulut Adit yang belepotan dengan menggunakan tissue basah.
Dea senang merawat Adit dan itu cukup menghibur dirinya yang sedang merindukan adiknya yang saat ini tengah berjuang melawan penyakitnya.
Sedangkan disisi lain...
"Zan aku sama Dea mau minta ijin tidak masuk kerja selama seminggu. "Nadya menatap memohon ke arah Arzan. Sebelum melakukan pekerjaan Nadya menghampiri Arzan di kantornya yang letaknya tak jauh dari pabrik.
" Lho Dea bukannya menghilang ya? "
" Hmm Dea kemarin menghilang sebenarnya bukan menghilang tapi mengambil uang di atm setelah dikabari oleh Ibunya jika Adiknya sakit dan saat ini sedang kritis, "ujar Nadya membuat Arzan terkejut.
" Lalu Dea sekarang ada di mana? "
" Dea ada di rumah merawat Adit. Sengaja buat menenangkan hatinya. "
Nadya heran menatap wajah Arzan yang khawatir saat ini sedangkan kemarin seolah bodo amat Dea menghilang entah ke mana.
" Kamu dan Dea kemana? Maksudnya di kota mana tempat adiknya Dea dirawat sampai ijin segala. "Arzan berusaha tenang agar Nadya tak menaruh curiga kepadanya.
" Hmm di Jakarta. "
" Kamu yakin ke sana? Bukannya kota itu--"
"Sudah yakin Zan, aku telah memantapkan hatiku untuk ke sana lagian kasian Dea kalau sendirian ke sana. Kamu jangan khawatir aku udah berusaha tabah dan kuat dan aku juga bukan diriku yang dulu sangat lemah. "ucap Nadya yakin.
" Aku ikut. "
" Apa? "
" Iya aku ikut kesana. Mau gak mau, kamu harus setuju dengan keputusanku. "
" Hmm baiklah, aku justru berterima kasih ke kamu yang mau mengantarkan Dea juga, aku jadi gak enak sama kamu. "
" Gak usah merasa gak enak kayak siapa aja."
Mengapa mencintaimu sesakit ini-batin Arzan.
...