prolog
12 oktober, pukul 01.00 dini hari.
rumput hijau di depan halaman rumah Rahel masih basah akibat hujan gerimis yang baru saja berhenti. Tetapi, Gery dan Rahel nekat berbaring diatasnya. Beratap langit malam yang baru terbebas dari cengkeraman awan mendung, seolah menyambut kehadiran dua insan yang pada akhirnya menyadari kehadiran cinta hakiki yang sebenarnya sudah lama bersemai di dalam hati mereka.
Disini, mereka tetap terjaga saat sebagian besar kehidupan merebahkan tubuhnya, pasrah dalam pelukan malam. Gery dan Rahel bercanda, berkhayal merancang masa depan. Dimana mereka adalah pemain utamanya. Tak peduli yang lain, bahkan jika bulan pun mencemooh mereka.
Rahel merasa dingin, entah karena rumput basah yang menjadi alas tidurnya atau karena angin malam yang seakan ingin sekali menjadi pihak ketiga diantara mereka.
Ia tidak akan membiarkan rasa dingin itu menyakitinya saat ini. Untuk saat yang telah ia impikan sejak cinta menjadi sesuatu yang baru, yang asyik ia pelajari dalam hidupnya.
"Dari semua ulang tahun yang pernah kulalui, aku merasa ulang tahun kali ini yang paling indah. Pada akhirnya, mimpi yang kupikir hanya akan jadi angan-angan, sekarang berubah jadi kenyataan. Diawal hari ulang tahunku, dini hari ini, aku bisa berbaring di sisi orang yang kucintai. Klise, tapi inilah hadiah terbaik yang paling berharga untukku." Lirih rahel berusaha mengunggkapkan kebahagiaan yang memenuhi relung hatinya.
Dalam hatinya ia bahagia berada diantara orang-orang yang mencintainya.
Gery, kekasihnya yang sungguh mencintainya.
kakaknya yang selalu ada, keluarga yang saling menyayangi.
Anggreini Lumintang, sahabat sejatinya yang selalu saling mendukung. Ia bersyukur, di tengah keadaannya yg ada kekurangan, masih memiliki sahabat yang setia. Bahkan bisa dikatakan bukan sekedar sahabat atau saudara lagi, karena mereka saling memahami satu sama lain. Bagai hati dan pikiran, saling berkomunikasi.
Sejenak ia teringat sepucuk surat yang sebenarnya ia tulis untuk sahabatnya itu. kepayahan dalam menjalani kehidupan membuat sahabatnya terjatuh kedalam kesuraman. Seseorang harus menolongnya. Tapi siapa kalau bukan dia sendiri? Sedangkan, keadaan tubuhnya tidak memungkinkan untuk melakukan lebih.
Ia takut tidak akan sempat.
Bayang-bayang yang ada di pikirannya semua berlalu. kemudian sunyi. Ia terdiam, mereka terdiam. Hanya tangan Gery yang menggenggam erat tangan Rahel, seerat janji yang mereka genggam dalam setiap napas. Mereka sungguh tidah butuh kata-kata lagi.