Bab 35

1005 Words
Matahari mulai meninggi, menyinari setiap manusia. Begitu pun dengan Dellia yang terjaga akibat sinar terang dari matahari menembus jendela kamarnya dan menyinari Dellia. Ia emang tidur kembali setelah selesai shalat shubuh tadi, Dellia tau sebenarnya tidak baik jika tidur setelah shalat subuh. Hanya saja Dellia sangat lelah semalam. Tadi shubuh Dellia sudah tidak menemukan keberadaan Adam. Pasti ada yang kembali ke dalam kamarnya terkadang belia kakak rindu kebersamaan mereka seperti dulu lagi. Dellia mengenakan baju tidur bergambar doraemon berwarna merah dengan d******i warna putih itu beranjak bangun untuk mengganti bajunya dengan gamis yang simple dan kerudung polosnya. Mata Dellia membulat seketika saat melihat jam di atas dinding sudah menunjukkan pukul setenggah delapan pagi. Sekarang sudah sangat telat untuk menyiapkan makanan untuk suaminya. Tanpa menunda lagi Dellia langsung buru-buru turun ke bawah menuju dapur. “Ya Allah, semoga Mas Adam belum bangun,” gumam Dellia pada dirinya sendiri. Syukurlah, ternyata Mas Adam belum terbangun dari tidurnya. Dellia berniat membuat nasi goreng spesial buat suaminya. Semoga aja Mas Adam suka. Akhirnya setelah lima belas menit, nasi goreng siap di sajikan. Dellia menatap ke lantai atas, hanya sekedar melihat mungkin saja Mas Adam sudah berjalan turun ke maja makan. Tapi sayangnya belum ada tanda-tanda akan kehadiran Adam. Tidak ada pilihan lain, akhirnya Dellia langsung menuju kamar Adam. Tok tok tok Dellia mengetuk pintu kamar Adam berulang kali. Ceklek Dellia langsung tersenyum semanis mungkin saat berhadapan dengan Adam. Penampilan pria itu sudah sangat tampan apalagi dengan setelan jas yang sangat pas di badan tegap pria itu. Dellia melirik sekilas ke arah kamar Adam, dan ternyata kamar pria itu tidak rapi karena ada beberapa baju yang terletak begitu saja di atas kasur. Tangannya sudah gatal untuk melipat baju yang berada di atas kasur itu, tapi sayangnya Adam melarangnya untuk masuk ke kamar ini. Padahal mereka sudah menikah selama empat bulan tapi masih saja harus pisah kamar. Bukan hendak bersifat murahan, tapi sudah wajar bukan? Jika orang yang sudah menikah tidur di satu kamar. "Mas Adam ayo makan," ujar Dellia pelan dengan senyuman lesung pipinya. Adam mengahlikan matanya ke arah lain saat bersitatap dengan senyuman manis itu. Huh, perempuan ini selalu saja menganggu ketenangan Adam. "Oke," jawab Adam datar. Dellia lagi-lagi tersenyum. Walaupun Adam wajah datar tapi dia sangat bersyukur karena ada masih mau makan masakannya. Adam langsung duluan menuju meja makan, meninggalkan Dellia di belakangnya. Yang dapat Adam dengar suara cicikan tawa yang di tahan. Sudah Adam tebak, pasti wanita itu sangat senang karena Adam yang mau makan makanan yang Dellia buat. Gampangan sekali, batin Adam. Rupanya perempuan ini sama saja dengan perempuan yang pernah kenal dengan Adam, perempuan yang mudah baper. "Ouh iya nanti malam, kamu siap-siap ya. Kita jalan-jalan." "Malam mingguan Mas?" Tanya Delia sambil tersenyum bahagia, apa ini pertanda baik? Dahlia tidak sabar untuk menunggu nanti malam ia akan berdandan cantik. Adam mengangguk ragu, kalau tidak ada tujuan mana mau ia bersikap manis seperti ini. "Yaudah aku berangkat dulu," "Iya Mas," jujur Dellia ingin menyalami tangan itu tapi sayangnya Dellia takut Adam marah. Karena terakhir kali Dellia mau menyalami Adam, suaminya malah menghempaskan tangan Dellia. Dellia tetap mengikuti langkah Adam yang menuju teras rumah mereka. "Hati-hati Mas, jangan terlalu lelah," Dellia tersenyum lebar dengan tangan yang melambai ke arah Adam dan Adam tidak menanggapi seruannya itu. Adam pun menghilang dari pandangannya. Hufft, kenapa sih Mas Adam itu cuek banget? Dellia menghela nafasnya pelan, dan kembali masuk ke dalam rumah. *** Dellia saat ini sedang melaksanakan shalat isya. Setelah shalat ia tidak lupa untuk berdoa kepada tuhannya. "Ya Allah berikanlah pertunjukmu untuk suamiku, Ya Allah hamba ikhlas untuk menghadapi semua takdirmu. Ya Allah jagalah rumah tangga kami, Ya Allah berikanlah rasa cinta suami hamba untuk hamba." Selepas selesai berdoa, Dellia langsung bersiap-siap untuk pergi bersama Adam. Intinya Dellia ingin terlihat cantik malam ini. Akhirnya setelah hampir menguras waktu satu jam lamanya, Dellia sudah siap berdandan. Dellia menggunakan gamis berwarna pink dipadukan dengan khimar berwarna putih yang menjuntai hingga melewati dadanya. Di wajahnya pun sudah ia pakai bedak tabur dan lipbalm, awalnya Dellia berdandan seperti wanita yang sering Dellia lihat di jalanan tapi usahanya gagal karena ia malah mirip badut. Suara deringan ponselnya berbunyi membuat Dellia langsung mengambil ponsel yang berada di atas nakas samping tempat tidur. Rupanya Adam yang menelepon. "Aku udah di luar," Suara Adam membuat ketenangan sendiri bagi Dellia, baru saja hendak membalas. Adam sudah duluan mematikan sambungan telepon itu. Senyuman Dellia yang awalnya lebar, langsung redup seketika. "Nggak boleh sedih, kan mau di ajak jalan-jalan," ujarnya kepada dirinya sendiri. Senyuman yang sempat redup itu kembali bersinar. Entahlah sudah berapa lama bibir ini tersenyum. "Assalamualaikum Mas," salam Dellia setelah tiba di hadapan Adam yang sekarang sedang bersandar di mobilnya. Adam terdiam kaku saat memandang Dellia yang sangat cantik sekarang, apalagi menggunakan baju yang sangat pas di kulit putihnya. Tanpa sadar Adam menatap tanpa kedip ke arah Dellia. Dellia yang merasa di tatap seperti itu langsung menduduk dengan pipinya yang sudah memerah. "Ayo masuk," Dellia cemberut saat Adan tidak membalas senyumannya. Dengan menghentaknya kakinya kesal, Dellia langsung masuk ke dalam mobil menyusul Adam. "Kita mau kemana Mas?" tanya Dellia saat Adam sudah melajukan mobil. "Rahasia," Dellia langsung tersenyum lebar, wah ini pasti surprise apalagi ini adalah hari Dellia bertambah umur. Saat di dalam mobil hanya keheningan yang menemani mereka, Dellia memilih memandangi luar jendela sambil menghayal hal-hal yang indah akan terjadi setelah ini. Tiba-tiba mobil Adam berhenti tepat di depan sebuah Club. Dellia tahu karena sangat banyak orang-orang berpakai minim yang berkeliaran dan beberapa pria yang berdiri di depan pintu. "Kenapa kita ke sini Mas?" Dellia menatap Adam dengan tanda tanya yang sangat besar. "Hm, aku berhenti cuman buat teleponan," jawaban itu membuat Dellia menghela nafas lega. Ia tidak akan mau masuk ke tempat dosa seperti itu. "Nih minum," Adam menyerahkan botol minum yang berisi air putih. Dellia tidak haus sebenarnya tapi ia juga tidak enak jika menolak. Akhirnya ia meminum air itu. Tanpa di sadari oleh Dellia, Adam tersenyum miring. "Kapan teleponnya?" tanya Dellia yang sudah selesai minum dan meletakkan kembali botol minum di samping kursi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD