Bab 37

1006 Words
Ciuman itu sangat s*****l, hingga terkadang Dellia bisa aja lupa pada dirinya sendiri. Tubuhnya merasakan getar yang lebih besar dari pada sebelumnya, bahkan sekarang ia engan untuk berjauhan dari tubuh Adam. Dellia kembali meneteskan air matanya, saat mengingat bahwa suami yang sudah menjualnya. "Jangan menangis," ujar Adam dengan suara beratnya yang begitu rendah dan pandangan sangat s*****l saat menatap mata Dellia. Adam mengusap tekuk Dellia berulang kali, mencoba menenangkannya dan kembali menyatukan bibir mereka. Ciuman kali ini sangat cepat, Dellia hanya memejamkan matanya tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Adam sangat menikmati semua ini dan ia yakin Dellia sama juga dengan apa yang ia rasakan, karena Adam merasakan sendiri tubuh itu tidak memberontak lagi. Dellia memejamkan matanya erat dengan tangan mengenggam bahu Adam erat, ini sungguh menyiksanya, gelenyar aneh terus memenuhi tubuh Dellia. "Akhhh," Desah Dellia tertahan saat tangan Adam sudah menjalar di tubuhnya. Tangan itu bahkan sudah membuka kancing bajunya yang memang berada di depan, dengan lemah ia memegang tangan Adam, tapi Adam malah menyingkirkan tangan Dellia dengan sentuhan halus. "Lepasin, aku benci sama kamu," teriakkan Dellia membuat Adam menghentikan aksinya, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Benci? Adam melemas kenapa kata benci membuat tenaganya berkuras begitu saja. Tubuh Dellia sudah sangat lemas sepertinya efek obat itu sudah berkurang. "Kalau gitu mandi aja," Adam mengangkat tubuh Dellia menuju kamar mandi, ia meletakkan Dellia ke dalam tempat mandi itu. Adam menghidupkan air dingin itu ke tubuh Dellia untuk menghilangkan efek dari obat. Tapi air yang berwarna merah membuat Adam tertegun. Adam mendekat ke arah Dellia. "Apa yang berdarah?" tanya Adam sambil menepuk pelan pipi Dellia, dan perempuan itu hanya mengumam dengan mata yang tertutup. "Jawab!" entah kenapa Adam jadi panik saat melihat Dellia yang sudah menutup matanya. Adam melihat sekitar rupanya bagian bahwa wanita itu yang berdarah. Tidak ingin membuang waktu lagi Adam langsung mengangkat Dellia tanpa menutup rambut Dellia, ia terlalu panik sampai tidak bisa berpikir jernih. Adam berlari dengan cepat menuju mobil selanjutnya Adam langsung membawa Dellia ke rumah sakit. *** Adam mengusap rambutnya kasar untuk beberapa kali. Bukan, bukan seperti ini keinginannya. Kenapa Adam jadi menyesal sudah melakukan itu. Adam sudah menunggu lama tapi tidak ada Dokter yang keluar dari ruangan. Apa Dellia akan mati? Tangan Adam bergetar. Rasa takut membuat keringat mengalir di dahi dengan deras. Tidak lama Dokter keluar dari ruangan. "Mari ikut ke ruangan saya," Adam mengangguk dan mengikuti langkah Dokter itu. "Kondisi Ibu Dellia sangat mengkhawirkan. Dia sepertinya mengomsumsi obat perangsang yang sangat bahaya bagi Ibu hamil," jelas Dokter yang membuat Adam syok. Hamil? Adam menunduk sambil menatap sepatunya dengan pikiran yang terus berputar tentang betapa jahatnya dia. Jahat? Adam sedari dulu emang jahat. "ini merupakan gejala keguguran, jadi selama lima hari Ibu Dellia harus bedrest di rumah sakit." Adam mengangguk. "berapa usianya?" tanya Adam. "Usia kehamilan? Ini sangat telambat jika kalian baru mengetahui kehamilan Ibu Dellia. Sekarang sudah masuk usia dua bulan." Dokter itu sebenarnya sangat penasaran apa yang membuat pasiennya meminum hal seperti itu. Tapi ia sadar tidak boleh terlalu ikut campur dengan urusan pasiennya. "Kalau begitu saya permisi," sahut Adam, ia pun pergi menuju kamar rawat Dellia. Adam mencium rambut harum Dellia berulang kali. Ia duduk di samping berangkar Adam. Dan juga Adam memegang tangan Dellia, tapi semua kesadaran menghampiri dan Adam langsung menampar pipinya dengan keras. Bagaimana bisa ia bersikap seperti suami yang baik, padahal penyebab Dellia seperti ini karena ulahnya. Pada akhirnya Adam hanya duduk berdiam di kursi sambil menatap sepatunya. "Hiks," suara tangisan membuat Adam langsung melihat kondisi Dellia. "Jangan nangis, saya panggilkan Dokter ya," Adam menekan tombol yang berada di samping Ranjang Dellia. Tidak lama Dokter beserta Suster masuk. "Alhamdulillah kondisi Ibu Dellia sudah lebih membaik, kandungan Ibu harus di jaga ya. Jangan lupa untuk makan yang banyak untuk nutrisi janin, seperti buah-buahan. Jangan stress juga ya Bu, karena itu nggak baik untuk kesehatan janin." Nasehat Dokter membuat Dellia terdiam. Hamil? Setelah kejadian itu ia tidak menyangka bisa mengandung anak pria jahat seperti itu. Dellia memegang perutnya pelan dia emang wanita tidak berguna. Masa saat hamil saja ia tidak sadar. Walaupun begitu ia akan menyayangi anaknya sendiri, Dellia yakin ia bisa menjadi sosok Ibu sekaligus Ayah untuk anaknya. Tidak bisa Dellia bayangkan apa yang terjadi jika Adam yang merawat anaknya. "Yasudah kalau begitu saya ke luar," Dokter dan Suster hendak beranjak keluar, tapi Dellia langsung menghentikan mereka. "Dokter!" panggil Dellia. "Iya, kenapa?" "Tolong usir dia," Dellia menunjuk Adam yang sedari tadi hanya menatap dia ke arah mereka. "Itukan suami Ibu, emang kenapa ya?" tanya Dokter itu. Sedangkan Dellia hanya menangis sambil menggeleng, tidak mungkin kan jika ia harus jujur tentang kejadian itu. Dellia malu, itu adalah aib ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun. "Ya sudah kalau begitu. Pak tolong ya istrinya dijaga jangan diganggu. Kalau bisa Bapak bisa keluar dari ruangan ini." Adam hanya diam tidak tau harus membalas apa. Dan tetap saja Adam tidak mau keluar. Dokter itu hanya bisa menghela nafasnya, karena ia tidak punya alasan untuk mengusir pria ini. Ditanya pun pasiennya tidak menjawab alasannya. Mereka tidak bisa mengusir jika tidak ada alasan yang jelas, kecuali emang sangat terpaksa. "Sus, tolong ambil kerudungnya," pinta Dellia. "Baik Buk," Suster mengambul jilbab dari lemari yang berada di samping brangkar dan membantu Dellia memakai kerudungnya. "Kalau begitu kami permisi," pamit Dokter itu ketika Suster sudah selesai membantu Dellia, setelahnya Dokter dan Suster itu keluar dari ruangan Dellia. Hanya keheningan yang menghampiri mereka, tidak lama Dellia memecahkan keheningan ini. "Aku setuju, segera urus perceraian kita." Adam hanya mengangguk dengan kaku, ia tau ini yang ia harapkan tapi Adam malah tidak rela. "setelah cerai jangan pernah temuin aku lagi, masalah anak aku tau kamu nggak mengharapkan dia kan. Jadi aku nggak akan ngemis buat kamu jadi perhatiin anak aku nanti." "Sekarang aku minta kamu keluar!" Adam langsung keluar saat perintah yang dikeluarkan oleh Dellia. Adam duduk dilorong rumah sakit sambil menatap dinding putih itu. Kenapa Adam merasa hidupnya seperti tidak ada tujuan, kalau ada tujuan pun tidak akan berakhir kebahagiaan. Ia ingin mati saja, sudah cukup kejahatan yang ia keluarkan di dunia ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD