Adam melirik Dellia yang sejak tadi mengeluas perut wanita itu.
Adam tidak lama lagi akan memiliki anak. Panggilan seorang Ayah hanya akan menjadi mimpi bagi Adam, sebab setelah bercerai Dellia pasti tidak akan mengizinkan ia bertemu dengan anaknya nanti. Lagi pula Adam tidak merasa pantas untuk menjadi seorang Ayah.
"Apa setelah kita cerai kamu nggak mau ketemu sama aku lagi?" tanya Adam.
"Jelas aku nggak mau lah," jawab Dellia ketus.
"Kalau bayinya aku nggak boleh lihat juga?"
"Yang ada kamu nanti marahin anak aku terus, emang kamu bisa jadi Ayah yang baik? Jadi suami yang baik aja nggak bisa. Lagi pula gara-gara kamu anak aku hampir keguguran."
Delloa tidak bisa dibayangkan jika p*********n itu benar-benar terjadi, apalagi dalam kondisi yang sekarang sedang hamil.
Adam terdiam, benar ia tidak pantas menjadi Ayah saat sifatnya saja seperti iblis. Adam bahkan hampir membuat Dellia keguguran.
Dellia menekan tombol di sebelah brangkar, Dellia sesak pipis hanya saja ia masih lemas jika hanya berjalan ke kamar mandi.
"Buat apa manggil Suster?"
Dellia hanya diam, sumpah ia malas melihat wajah Adam. Rasanya muak dan mau muntah. Tidak lama Suster yang dipanggil masuk ke dalam ruangannya.
"Ada yang bisa di bantu?"
"Mau ke kamar mandi Sus."
"Mari saya bantu," Suster sudah mau membantu tapi pergerakan Suster langsung terhenti saat Adam malah mengambil ahli tubuh Dellia.
"Maaf Sus biar saja saja yang ngantar Dellia."
Dellia menampilkan wajah marahnya ingin memarahi Adam hanya saja ada Suster di sini, tidak mungkin kan Dellia marah-marah di depan Suster, kalau gitu sama saja ia menyebarkan masalah keluarganya. Walaupun mereka ingin bercerai tapi dia tidak mau membuat nama baik Adam tercoreng, mau bagaimana pun sekarang Dellia masih berstatus seorang istri. Biarkanlah Dellia menahan semua luka ini.
Adam bukannya menuntunnya ke dalam kamar mandi tapi Adam malah menggendong Dellia ke dalam kamar mandi dan Dellia hanya bisa pasrah dan melingkarkan kedua tangannya ke antara leher Adam sedangkan Suster tadi sudah izin keluar.
Tiba di dalam kamar mandi Dellia jadi bingung sendiri saat Adam malah terus memperhatikannya.
"Sana," Adam mengangguk dan malah membalikkan badannya saja tanpa menutup pintu.
"Tutup pintunya!"
"Nggak kalau ada apa-apa gimana?"
Dellia menghela nafas lelah, ia tidak sanggup menahan air kemihnya yang hendak keluar. Tanpa bisa menahan lagi Dellia langsung kencing.
"Udah?" tanya Adam.
"Udah," jawab Dellia.
Tanpa banyak kata Adam langsung memberi aba untuk mengendong Dellia, sebelum itu Adam malah membantu Dellia memasangkan celana karena tadi Dellia terlalu malas dan lemas untuk membenarkan celana di bagian belakang. Dellia menepuk keras punggung Adam.
"Nggak usah macam-macam!"
***
Sudah hari ke empat Dellia berada di rumah sakit, di sini benar-benar membosankan. Tapi bukan berarti Dellia sendirian, ia di sini bersama dengan Adam hanya saja Adam hanya berdiam diri tidak banyak bertingkah. Pria itu hanya akan bangun saat Dellia hendak menekan bell yang artinya Dellia ingin ke kamar mandi.
Sungguh membosankan. Dan Dellia bukan hanya sekali dua kali mengusir Adam, tapi tetap saja pria itu sama sekali tidak perduli dengan ucapannya.
Sebentar lagi Dellia sudah diperbolehkan pulang, tapi Dellia tidak mau pulang ke rumah mereka yang dulu. Dellia ingin pisah rumah.
Hanya saja sekarang ia kesal dengan dirinya yang seperti ingin memeluk tubuh Adam yang sekarang sedang sibuk dengan laptopnya.
"Kenapa?" tanya Adam saat ia menyadari jika sedari tadi Dellia menatapnya.
Dellia langsung memalingkan wajahnya saat kepergok. Dellia tidak mungkin minta di peluk seperti itu, ia harus punya malu. Ia harus kuat, walaupun ini bisa saja permintaan anaknya.
Dellia mengelus perutnya yang sekarang agak sedikit kembung, Dellia kira perutnya seperti ini karena kebanyakan minum rupanya karena hamil.
"Sakit?" Dellia terkejut dan secara reflek menepis tangan Adam yang berada di perutnya.
"Nggak," balas Dellia ketus, ia menutupi perutnya menggunakan selimut dan juga tangannya. Tidak akan Dellia izinkan pria itu menyentuh anaknya.
Dellia sudah tau jika tidak seharusnya Dellia memisahkan anaknya dengan Ayahnya pasti sangat menyakitkan saat anak tidak bisa mendapatkan kasih sayang oleh Ayahnya. Hanya saja sekarang Dellia masih belum bisa ikhlas tentang kejadian yang menimpanya. Setelah ia sudah merasa lebih tenang, Dellia tidak akan melarang Adam untuk bertemu anaknya. Walaupun Dellia sendiri tidak yakin jika Adam mengiginkan bertemu dengan anaknya.
"Dam, aku mau sate."
Adam mengangguk dan bersiap-siap keluar untuk membeli sate.
"Tunggu," langkah Adam langsung terhenti dan menaikan alisnya bertanda 'kenapa?'
"Aku mau sate yang direstoran So Good."
"So Good?"
"Kalau kamu beli di tempat lain, aku nggak bakalan mau makan."
"Tapi aku nggak tau di mana."
"Ada Hp kan? Nggak bisa di pakek?" sindir Dellia.
Adam mengangguk dan langsung pergi. Kepergian Adam membuat ia tersenyum sinis sudah saatnya Dellia pergi. Ia tidak ngidam Dellia hanya ingin membuat Adam pergi lama sehingga Dellia bisa keluar dari rumah sakit tanpa Adam harus tau Dellia pergi sama siapa.
Restoran yang Dellia suruh memakan waktu satu jam pergi dan satu jam untuk kembali ke rumah sakit.
Dellia bukannya ingin kepedean dengan berpikir Adam akan mengikutinya bahkan melarangnya pergi, Dellia hanga ingin berjaga-jaga saja.
Ia kembali menekan tombol di samping brangkar. Tidak lama Suster masuk ke dalam ruangan.
"Bisa tolong Suster panggil Dokter?"
Suster mengangguk dan kembali ke luar ruangan, tidak lama Suster kembali masuk ke dalam ruangannya dengan Dokter di samping Suster.
"Dok saya boleh pulang nggak?" tanya Dellia memelas. "tubuh saya udah kuat kok, anak saya juga kok. Sekarang juga udah bisa kalau mau jalan sendiri."
"Baiklah kalau begitu, saya liat pun kondisi Ibu sudah lebih baik. Tapi ingat setelah keluar dari ruangan ini tetaplah menjaga kesehatan dan jangan stress. Karena hamil di awal ini masih rentan."
"Iya Dok."
Setelah berbicara tentang persiapan kepulangannya dengan Dokter, keduanya, Suster dan Dokter langsung melangkah pergi keluar dari ruangan Dellia.
Kesempatan ini tidak Dellia sia-siakan ia langsung menelepon kedua orangtua Adam. Seharusnya dalam keadaan begini Dellia pulang ke rumah orangtuanya hanya saja sekarang Dellia masih tidak sanggup bercerita tentang perceraian ini. Ia yakin kedua orangtuanya pasti akan sangat merasa sedih dengan nasibnya.
Rencananya Dellia akan memberi kabar perceraian ini saat ia sudah akan datang kepersidangan.
Sebelum pergi Dellia memberi sedikit catatan untuk Adam.
'Aku pamit, kamu bisa langsung ngirim surat cerai kita ke rumah Intan, makasih untuk suka dan dukanya'