Bab 49

1012 Words
Adam terkejut, ia langsung menatap Dellia yang meringis pelan dengan memegang perutnya sendiri. "Kenapa?" tanya Adam yang ikut panik melihat Dellia yang panik dan tampak kesakitan itu. "Ini kayaknya mau melahirkan." Adam segera mengendong Dellia menuju ke luar rumah, setelahnya ia meletakkan istrinya ke dalam mobil. Adam panik apalagi ini belum waktu yang sudah perkiraan Dokter. Apa tidak apa jika Dellia melahirkan lebih cepat dari perkiraan Dokter? Hal itu membuat Adam memikirkan hal yang tidak-tidak Adam melajukan mobilnya, selama membawa mobil Adam mencekram stir mobilnya erat mencoba menahan tanganya yang gemetar. Ia harus tetap memfokuskan dirinya untuk membawa kendaraan. Saat di rasa udah sedikit tenang, Adam langsung mengenggam tangan Dellia erat. "bentar ya De, rumah sakitnya udah nggak jauh lagi." "Iya Mas hiks," Dellia membalas genggaman Adam tidak kalah kuatnya. *** Suara tangusan bayi membuat seluruh orang yang berada di ruang persalinan berucap syukur. Begitu pun dengan Adam yang tidak sadar sudah meneteskan air matanya. Ia mengelus pelan lengan Dellia.. "Makasih," Adam mencium kening Dellia pelan. "Maaf ya Mas," Dellia menatap tidak enak ke aras leher Adam yang mengelurkan darah, itu semua karena Dellia yang tidak sengaja mencakar leher sang suami saat proses melahirkan tadi. "Ini nggak sebanding dengan pergobanan kamu." "Alhamdulillah Ibu dan Bayinya sehat, berjenis kelamin laki-laki, mau diberi nama siapa?" "Lagi disepakati Dok," Adam mengambil ahli tubuh mungil anaknya dari gendongan Dokter. Adam langsung mengumandangkan azan ditelinga anaknya. Adam berusaha untuk menahan tangis saat mengazankan anak untuk pertamanya ini. *** Adam keluar dari ruangan persalinan Dellia, tiba di luar ia langsung memeluk tubuh Sarah dengan erat. Entahlah setelah melihat pengorbanan Dellia melahirkan dan mengandung membuat Adam sadar bahwa perjuangan seorang Ibu sangatlah luar biasa. Adam sendiri tidak tau jika ia masih membenci atau tidak pada Sarah, hanya saja Adam hanya ingin memeluk wanita ini. "Gimana keadaan mereka?" tanya Siti yang mendekat ke arah Adam. Para keluaga Adam dan Dellia sudah berkumpul di rumah sakit untuk mengetahui kondisi Dellia dan bayi. "Sehat, laki-laki," ucapan syukur memenuhi telinga Adam. Ia juga bersyukur, sangat bersyukur dengan apa yang sudah Allah berikan untuknya. Sarah menahan tangisnya, saat Adam belum juga melepaskan pelukannya pada Sarah. Sarah senang saat Adam memeluknya duluan dan memeluk dalam waktu yang lama. Sarah terharu ia menangis bahagia. Ini adalah hari bahagia yang tidak akan Sarah lupakan kapan pun. *** Dellia sudah dipindahkan keruangan rawat inap. Kondisi Dellia sangat baik begitu pun bayi mereka, jadi Dellia dan bayi tidak perlu melakukak perawatan yang lebih. Adam meletakan bayinya di samping Dellia. Istri yang sekarang sudah menjadi Ibu itu tidak bisa menahan senyumanya sedari tadi. "Ya Allah, anak Mama comel banget," Dellia mencium pelan pipi sang anak. "Allah baik ya Mas," Adam mengangguk setuju dengan yang dikatakan oleh Dellia. "Jadi bayinya sekarang di kasih asi nya ya," ucap Suster yang masuk ke dalam kamar ruang inap Dellka. "Bapak tolong di bantu ya," Adam mengangguk, ia membantu dalam menyangga tubuh bayinya di atas d**a sang istri. Adam menatap anak sekaligus istrinya yang sangat mengemaskan. Anak mereka tiba-tiba membuka matanya dan tersenyum lebar. "Mas bayi kita buka mata, lucu dia senyum," Dellia berucap dengan antusias dan menatap Adam dengan mata berbinar-binar. Adam ikut tersenyum. "Iya anak kita senyum, manis kayak Mamanya." Pipi Dellia bersemu mendengar pujian dari Ayah dari anaknya. Dellia meneliti wajah sang putra. Semua sisi ia perhatikan. "Kok mirip Mas semua ya?" Dellia menatap Adam sambil tersenyum, Dellia tidak masalah karena rupa anaknya pasti akan tampan karena mirip dengan suaminya. Adam ikut memperhatikan wajah sang anak, "Iya, tapi alisnya mirip kamu." Dellia memperhatikan alis putranya. "eh iya, wah," Dellia terkekeh dan mencium alis anaknya. Adam memegang jari kecil anaknya dan bayinya membalas dengab mengenggam jadi telunjuk Adam. "Mau kasih nama siapa?" tanya Adam. "Mas aja yang kasih nama?" "Kok aku? Jangan kamu aja ya, aku takut nggak cocok sama bayi kita." "Hm, nggak papa, kamu pasti bisa kasih nama yang bagus." "Muhammad Sankara, gimana?" "Wah, masyaallah bagus banget Mas. Kenapa nggak dari tadi sih bilangnya." "Mas cuman nggak enak aja kalau bayi kita nggak suka nantinya." "Sankara suka kok, nih liat dia nggak nangis." "Menutur kamu aku bisa jadi Ayah yang baik nggak?" "Mas kita kalau berusaha pasti kita bisa memberikan yang terbaik untuk anak kita," lanjut Dellia yang sekarang mengusap pipi Adam. "aku juga mulai sekarang lagi berusaha jadi Mama yang baik." Adam mengangguk lembut, ia mengecup bibir Dellia dan mencium pipi anaknya. Keluarga kecil itu terlalu bahagia hingga tidak menyadari jika Suster yang jomblo sudah menahan senyumnya dan rasa iri yang menimpa. Sambil bertanya-tanya kapan ya punya suami seperti suami dari pasiennya. *** "Wah anak lo gemoy banget De," Intan menatap anak dari temannya dengan kagum begitu pun dengan Billa yang ikut tersenyum-senyum. Mereka berdua langsung datang ke rumah setelah mendapat kabar jika Dellia sudah melahirkan. "Halo?" suara dari arah kamar mandi mengejutkan Billa dan Intan. Mereka yang terlalu kagum dengan Baby langsung sadar jika yang ada di ruangan sini adalah Adam, iya Adam. Mereka langsung kaku, bagaimana pun suami Dellia sangat cuek bahkan sepertinya tidak pernah berbicara bahkan hanya sekedar sapa pada Billa dan Intan. Adam yang tadinya berada di kamar mandi, langsung menuju ke luar ruangan Dellia dengan ponsel yang berada di tangan. Pria itu menatap tamu yang datang hanya saja ia memilih untuk tidak menyapa. "Suami kamu cuek banget De, ya ampun dia senyum aja nggak," Billa tadi mengangguk kecil dan tersenyum tipis ke arah Adam, hanya sekedar menyapa. Tapi Adam malah melirik sekilas. Padahal Billa tidak ada maksud apa-apa, ia hanya ingin menghargai Ayah dari anak temannya. "Iya, maaf ya nanti aku tegur." "Eh jangan, nggak papa De," sahut Billa cepat. Tidak lama, Adam masuk kembali dan menuju Dellia. "Bentar ya, aku mau ketemuan sama orang di kantin. Nggak lama cuman sebentar." "Sama siapa?" tanya Dellia. "Sama Sekretaris aku," Dellia mengangguk pelan. Sebelum pergi Adam lebih dulu mengecup bibirnya sekilas dan pipi Sankara. Dellia membulatkan matanya terkejut, bagaimana pun di sini ada sahabatnya.. Dellia melirik malu ke arah Intan dan Billa yang sekarang menutup mata mereka sendiri menggunakan tangan. "Aku pergi." "Eh, tunggu sapa teman aku dulu." "Sapa gimana?" tanya Adam ditelinga Dellia dengan suara kecil."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD