Bab 33

1029 Words
Pikirannya terus melayang dengan kejadian barusan. Ia terus berpikir tentang semua yang dikatakan oleh Adam tentang sandiwara itu, Dellia terus mencoba menolak kenyataan menyakitkan ini. Tapi sangat sulit. Dellia tidak ingin kehilangan Adam, ia sudah terlanjur cinta. Sekarang tidak ada yang bisa Dellia lakukan selain berdoa untuk selesainya masalah ini agar perceraian itu tidak benar-benar terjadi. Dellia mengusap air matanya dengan kasar ia melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Dellia boleh bersedih, hanya saja ia tidak menyiksa dirinya sendiri dengan tidak tidur. Mau ia bergadang sampai pagi pun masalah ini tidak akan selesai juga. Dellia memilih mematikan TV yang sejak tadi ia hidupkan. Walaupun sulit, Dellia berusaha untuk segera terlelap. Pagi harinya Dellia sudah mempersiapkan dirinya untuk kembali bertemu dengan Adam, sudah dua hari ini mereka tidak saling tidak ada yang berbicara hal ini membuat Dellia merasa hubungan pernikahan mereka akan semakin sulit jika tidak ada yang memulai. Dellia berdiri di depan kamar Adam dengan pikiran yang masih sangat kacau. Jujur Dellia kadang merasa takut jika hanya menatap Adam, tapi entah kenapa Dellia seperti ingin terus bersama dengan pria itu. Setelah menghela nafas berulang kali, dan saat di rasa perasaannya sudah tenang. Dellia langsung membuka knop pintu dengan pelan. Dellia melirik isi dalam kamar Adam berulang kali, dan ternyata suaminya masih tertidur. Apa Adam tidak shalat? Tapi tidak mungkin bisa sajakan setelah shalat subuh Adam kembali melanjutkan tidurnya. Ia berjalan mendekati ranjang dan di sini Delllia hanya bisa terpaku menatap tubuh Adam dengan perasaan yang aneh. Ia ingin memeluk tubuh itu. Keinginan yang aneh, kenapa ia bisa seperti ini. Dellia naik ke atas tubuh Adam dan langsung memeluk tubuh kekar itu. Ini sangat nyaman, Dellia menangis karena ia kangen dengan sikap Adam yang sangat menyayanginya. Adam yang merasa berat dengan sangat terpaksa harus membuka mata. Ia kira ada hantu yang tidur di atas tubuhnya, rupanya wanita s****n ini. "Makin berani aja ya," sindir Adam dan Dellia langsung beranjak bangun tapi sayangnya badannya langsung dengan singgap di tahan dan sekarang Adam malah memutar balik tubuh mereka, hingga sekarang Dellia berada di bawah kunkungan Adam. Jantung Dellia berdetak dua kali lebih cepat, "Tubuh kamu enak banget," ucap Adam v****r. " bisa aja sih kamu jadi istri gue seumur hidup, tapi ya cuman jadi pemuas nafsu, tapi sayangnya saya males hidup sama kamu," ucap Adam tepat di samping telinga Dellia. Adam mengelus rambut yang hitam dan panjang itu. "Mas aku emang istri kamu, nggak perlu kamu sebutin aku pemuas nafsu, tanpa kamu mohon pun aku bakalan kasih," jawab Dellia mencoba menahan tangisannya. "Udah berani ngelawan ya?" Adam terkekeh sinis. "Bukan gitu Mas," Adam geram ia mencekik leher Dellia. Ia menyalurkan rasa kesalnya dengan mencekik Dellia. Ia ingin melampiaskan semua rasa muaknya selama ini yang selalu menurut atas ucapan Dellia. "Dulu saya emang nurut sama kamu! Tapi sekarang jangan harap!" bentak Adam. Dellia memberontak ia mencoba melepaskan tangan itu dari lehernya. Ya Allah selamatkan dirinya. "Mas sakit," Dellia terisak dengan nafas yang sudah tersegal-segal. Adam langsung melepaskan tangannya dari leher putih itu. Bisa panjang masalahnya jika Adam membunuh Dellia. Dellia mencoba kembali turun, ia takut dengan ucapan Adam barusan apalagi dengan perlakukan kasar itu. Dellia bukan p*****r yang hanya digunakan sebagai pemuas nafsu Adam walaupun Adam sudah menjadi suaminya. "Mau ke mana?" Adam menarik pingang Dellia hingga kembali menubruk tubuh Adam. Ia memegang pinggang Dellia denfan erat agar wanita ini tidak kembali mencoba kabur. "Lepasin Mas," Dellia terisak sambil kembali mencoba melepaskan diri dari Adam, tapi semua itu percuma kekuatannya tidak sebanding dengan Adam. "Ayo bersenang-senang," Adam mencium bibir Dellia dengan kasar, bahkan Adam mengigit bibir ranum itu. Dellia berusaha melepaskan diri, ia tidak ingin diperlakukan kasar. Hingga penyatuan kasar itu membuat Dellia hanya bisa pasrah karena tubuhnya sudah tidak sanggup lagi melawan tubuh besar itu. "Hiks," Dellia terisak ia mengusap pipinya pelan yang sekarang sudah memerah dan jangan lupa bibirnya yang juga mengeluarkan darah. Ini semua akibat dari perlakukaan Adam. "Ya Allah sakit," Dellia mencoba bangun hanya saja tubuhnya terlalu lemah, dan tanpa sadar Dellia sudah pingsan. Adam keluar dari kamar mandi dengan setelan rapi, sekarang Adam akan bertemu dengan kembali ke Kantor. Adam berdiri di samping ranjang, wajah Dellia sangat pucat. Adam seperti merasa sesuatu yang menjanggal saat melihat wajah itu yang terdapat bekas pukulan. Adam melakukan itu semua secara sadar. Ia menggelangkan kepalanya pelan saat dihatinya ada keinginan untuk mengobati luka itu. Ia yang membuat dan setelah itu mengobati itu benar-benaf tidak lucu. Adam membuka selimut yang menutupi tubuh rapuh itu. Di tubuh Dellia juga sudah penuh dengan kissmark dan beberapa lebam. Perempuan ini benar-benar menyusahkan, Adam tidak ingin Dellia berada di dalam kamarnya dalam waktu yang lama. "De, bangun!" Adam mengoyangkan tubuh itu berulang kali dan sialanya Dellia tidak bangun-bangun. Tidak ingin terlambat, Adam memilih untuk langsung ke Kantor saja dan membiarkan Dellia yang terbaring lemah. *** Tok Tok Tok. Suara pintu diketuk membuat pandangan Adam yang tadinya sedang mengerjakan berkas-berkas langsung mengalihkan pandangannya ke arah depan. "Hm," dehem Adam, setelahnya pria bertubuh tinggi dan berkulit eksotis itu masuk dengan beberapa kertas yang berada di tangannya. "Ini Pak ada surat dari Pak Alva, tadi pagi beliau memberikan surat ini kepada saya." Adam menerima surat itu dengan kebingunggan, tidak biasanya orang tua itu memberi surat seperti ini biasanya Alva akan datang ke Kantor untuk menemui Adam bahkan terkadang Alva menelepon. Melakukan komunikasi seperti ini sangatlah kuno. "Kamu bisa pergi," perintah Adam tanpa mengalihkan pandangan matanya dari surat itu. Sekretari Adam membukuk pelan lalu langsung keluar dari ruangan Adam. Setelah kepergian Sekretarinya Adam langsung membuka surat itu. Adam, putra kesayangan Papa. Maafkan semua kesalahan Papa dan Mama dimasa lalu. Kami dulu sangat muda hingga tidak bisa berpikir terbuka, kami bodoh hanya karena tidak ada uang kami memeperlakukan kamu seperti itu. Papa dan Mama menyesal sudah meninggalkan kamu sendirian pada malam itu Adam. Papa dan Mama saat itu menyesal dan kami kembali ke tempat kami meletakkan kamu tapi kamu sudah tidak ada di sana. Kami mencari kamu Dam, tapi kami tidak menemukan kamu. Karena itulah kami berusaha untuk mencari uang sebanyak-banyaknya agar bisa lebih mudah menemukan kamu. Dan perusahaan ini emang sudah hak milik kamu karena tujuan kami bekerja keras untuk memiliki perusahaan ini karena kamu Dam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD