Part 01 : Kenyataan Yang Menyakitkan

1235 Words
Suara tangis bayi itu membuat seorang gadis mungil yang sedang duduk diluar ruang operasi tersenyum senang, dalam diam hatinya berdegup senang walaupun saat ini wajah mungilnya tertutupi alat bantu oksigen dan wajah cerianya terlihat berwarna pucat pasi. Namun gadis mungil itu tak perduli karena saat ini ia sangat ingin melihat adik bayi yang baru saja ia dengar suara tangisannya dan tak lama pintu ruang operasi terbuka lalu terlihat ibu dari gadis itu ditemani suaminya dan bayi mungil yang berada dalam gendongan ayahnya. Melihat hal ini membuat gadis kecil itu tersenyum senang dan kaki-kaki kecilnya terus bergerak mengikuti langkah besar milik ayah dan ibunya, padahal seharusnya gadis mungil itu istirahat dengan cukup perihal penyakit bawaan yang dimiliki dirinya sejak ia lahir ke dunia ini. Sesampainya gadis itu di ruangan perawatan ibunya tak lama gadis mungil itu langsung berlari ke dalam pelukan ayahnya sampai alat bantu oksigen terlepas dari wajahnya dan melihat hal ini membuat ayah dan ibunya merasa khawatir dengan keadaan gadis itu. "Lara! Ya ampun nak, jangan berlari seperti itu lagi sayang ... kami tau kamu mungkin senang dengan kehadiran adikmu, tetapi kamu juga perlu menjaga dirimu sebaik mungkin ya sayang? Daddy gak mau melihat kamu kesakitan lagi nantinya loh! Hati-hati lagi ya," ucap Daizen panik. "Hati-hati dong sayang, kamukan mau menjadi kakak jadi sebaiknya kamu tidak boleh ceroboh ya? Daddy sama mommy hanya tidak ingin kamu terluka kalau berlari seperti itu loh sayang, nah lain kali Lara harus berjalan dengan lebih santai ya sayang jangan begini," ujar Barbara khawatir. Gadis mungil itu justru semakin erat memeluk ayahnya seakan-akan ia begitu merindukan ayah dan ibunya yang terasa lama di ruangan mengerikan itu, Daizen dan Barbara yang melihat putri kesayangan mereka manja seperti ini membuat keduanya tersenyum bahagia. "Kami bisa menahan rasa sakit yang terasa, tetapi mommy sama daddy gak bisa liat kamu yang harus menahan rasa sakit loh sayang ... tapi syukurlah kamu baik-baik saja dan mommy sama daddy ikut merasa senang saat kamu merasa senang seperti ini princess," canda Daizen santai. "Duh anak mommy sama daddy senyumnya manis banget deh, tetep bahagia kayak sekarang ya Lara ... kami benar-benar beruntung diberkahi putri secantik dan sekuat kamu loh sayang, eh di tambah sekarang Lara udah gak sendirian lagi ya sayang? Tuh adik kamu," tutur Barbara lembut. Tak lama suara tangisan terdengar lalu gadis itu turun dari gendongan ayahnya dan kaki kecil Lara bergegas berlarian ke arah box yang membuat anak kecil itu merasa penasaran dengan bagaimana rupa adik barunya itu. "Wah, dia mungil sekali? Mom ... dad? Bagaimana muka adik baru aku? Pasti cantik seperti mommy ya? Ah ... atau dia tampan seperti daddy? Lara mau lihat lebih dekat boleh ya? Ya ampun kamu manis sekali dek, hidung dan bibir mungil itu lucu sekali ya mom, dad? Apa aku boleh aja dia bermain? Tenang adek baik! Kakak akan selalu di sisimu," gumam Lara semangat. Dalam diam Daizen dan Barbara hanya bisa bersyukur diberikan putri sebaik dan sekuat Lara yang tidak pernah mengeluh akan penyakit yang entah bagaimana caranya Lara mau tidak mau menerimanya dan berusaha dengan keras untuk sembuh. "Kehadiran Lara dalam kehidupan keluarga ini seperti berkah yang patut untuk disyukuri dan rasanya dia adalah putri terbaik karena ia selalu baik dan kuat bahkan di saat ia sedang sakit sekalipun princess ini tidak pernah mengeluh bahkan ia tetap saja ceria," batin Daizen khawatir. "Entah harus dengan apa hati ini mengucap rasa syukur akan kehadiran Lara dalam keluarga kecil ini, tetapi ia benar-benar gadis mungil yang kuat! Bahkan di saat rasa sakitnya kambuh Lara tidak pernah mengeluh padahal ia boleh saja merengek pada kami," batin Barbara sendu. Tak lama celotehan gadis mungil itu menyadarkan ayah dan ibunya bahwa saat ini mereka tidak boleh bersedih atas hal apa yang menimpa keluarga kecil mereka dan tanpa sadar Daizen, Lara dan Barbara larut dalam obrolan santai di sore hari ini. "Mom, dad ... adek barunya menangis nih, kayaknya dia lapar atau apa ya? Loh kenapa kalian melamun begitu? Ah pasti kalian sedang memikirkan nama untuk adik baru ya? Bagaimana kalau nama adek Sekar? Mekar? Ah apa ya yang bagus? Gimana kalau kita cari nama untuk adek saja mom, dad? Kalian mendengar ucapan Lara bukan? Mom? Dad?" ujar Lara bingung. "Iya sayang? Oh tentu saja mendengar dengan baik kok, Lara ... kamu ingin adek kamu minum s**u dan memberikan nama yang cantik untuk bayi mungil ini bukan? Hm, Sekar? Mekar? Loh kenapa seperti nama bunga ya? Bagaimana kalau Luruh Tzania Lovely Hunt saja? Karena dia adek yang menggemaskan pasti ia akan dicintai oleh kita dan siapapun," sahut Daizen lembut. "Iya princess, daddy benar sayang! Mommy sama daddy mendengarkan kamu kok cantik, wah kakak hebat ya sudah memikirkan nama untuk adeknya? Sini adeknya mommy gendong biar gak nangis lagi ya kak, nah boleh tuh daddy! Namanya mirip sama nama kakak ya sayang? Nah mulai sekarang kita panggil adek bayi Luruh agar mudah diingat ya kak?" tutur Barbara santai. Tanpa terasa waktu terus bergulir dan bersyukurnya Barbara dan bayi mereka sudah diizinkan untuk pulang sementara Lara seperti biasa masih perlu melakukan terapi dan tetap melakukan proses penyembuhan yang sebenarnya tak tega untuk dilakukan di usianya yang masih kecil ini. Sayangnya baik Daizen maupun Barbara tak memiliki pilihan lain selain menemani dan berusaha untuk tegar saat melihat wajah Lara selalu terlihat kesakitan bahkan berubah pucat karena tiba-tiba tubuh Lara dalam keadaan down karena penyakitnya kambuh. Namun gadis mungil itu tak pernah berhenti untuk tersenyum dan ia bahkan sangat senang saat kedua orang tuanya dan adik bayinya ada disisinya, bagi gadis mungil itu rasa sakitnya seakan tak pernah pergi bahkan ia sudah lelah menangisinya jadi ia tak ingin lagi mengingat rasa sakit itu dan lebih ingin bermain dengan adik bayinya yang cantik itu. Daizen dan Barbara cukup tau jika keadaan Lara memang keadaan yang langka dan mereka tak bisa memberi kesembuhan untuknya, sebagai orang tua mereka hanya bisa berusaha membuat gadis mungil itu bertahan hidup walaupun sudah pasti menyiksa Lara karena ia harus terapi dan juga menelan obat agar tetap kuat melawan rasa sakitnya. Begitu juga pagi ini, Lara harus berusaha dengan keras untuk ia meminum obatnya walaupun wajahnya sudah tidak lagi terlihat pucat sedangkan Daizen dan Barbara hanya bisa menghela nafas mereka pasrah saat harus melihat putri mereka terbebani seperti ini. "Maafkan daddy sama mommy ya sayang bahkan disaat kamu sudah membaik, tetapi kamu masih saja harus meminum obat untuk menekan penyakit bawaan itu sayang ... hati orang tua mana yang sanggup melihat gadis mungil sepertimu bertahan sekuat ini nak," batin Daizen perih. "Maafkan mommy princess ... harusnya kamu bisa berlarian dan bermain ke sana-sini bukan malah meminum obat yang tidak enak itu sayang, maafkan kami yang membebani kamu ya nak? Kami hanya berusaha sebaik mungkin agar kamu bisa sembuh loh sayang," batin Barbara sendu. Di saat Daizen dan Barbara larut dalam lamunan mereka tak lama terdengar suara bayi yang menyadarkan keduanya bahwa saat ini mereka perlu menyayangi keduanya, baik Luruh ataupun Lara mereka berdua harus mendapatkan kasih sayang sama. Dalam dekapan sang suami tidak banyak yang ia bisa dilakukan oleh Barbara Tzabia Carl Hunt, seorang ibu dengan putri yang divonis mengidap penyakit bawaan membuatnya merasa sedih dan juga tertampar oleh kenyataan yang menyakitkan hatinya. "Harusnya Lara tidak merasakan sakit begini loh ... harusnya dia bahagia karena usianya adalah usia dia bermain dengan bahagia, sayangnya dia malah harus membawa beban yang kalau boleh biarkan aku saja yang memikul rasa sakitnya itu Daizen! Jangan dia yang kesakitan begini sayang ... jangan," lirih Barbara sendu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD