Sang Pewaris-6

2023 Words
Sediam-diamnya Andaru yang tak pernah membuka mulutnya mengenai soalan mutasi dirinya ke divisi IT support, nyatanya telinga-telinga tajam rekan kerjanya mampu mendengar desas desus yang mulai tersebar. Entah siapa yang menyebarkan berita itu. Yang jelas bukan Andaru sendiri karena selama ini pria itu lebih suka diam tak mau banyak omong. Hal yang tidak baik bagi ketenangan hidup seorang Andaru ketika pagi ini pria itu menapaki lantai ruang kerjanya. Dua orang rekan satu divisi dengannya tiba-tiba manghadang langkahnya. Dua lelaki berwajah sinis saling bersadekap menatap tajam pada Andaru. Jelas jika tatapan tidak suka yang mereka berikan karena berita mengenai Andaru membuat iri sekaligus tidak terima. Bagaimana mungkin bisa pria cupu macam Andaru bisa mendapatkan keberuntungan itu. Bahkan masih banyak orang yang memiliki kompetensi di bidang IT untuk dapat masuk ke divisi itu. Di perusahaan Arashi group, bagian IT yang sangat susah untuk dimasuki. Jika bukan orang pandai dengan kinerja otak di atas rata-rata, maka tak akan sanggup memasukinya. Rata-rata staff IT juga orang khusus dan sudah pasti lulusan dari sebuah jurusan tehnik sebuah universitas ternama. Andaru hanya diam membeku di tempat juga tak berkutik ketika dua orang yang kini tengah berjalan mengitarinya sembari memperhatikan dari atas ke bawah. Andaru yang menunduk kesulitan menelan saliva. Jujur ia takut meski hanya berhadapan dengan orang-orang seperti ini. "Oh ... rupanya kamu beneran mendapat promosi?" tanya salah seorang dari mereka. Dengan memberanikan diri mendongak Andaru memperhatikan takut-takut lalu kembali menunduk dalam lateja tatapan mematikan yang rekannya itu berikan. "Hei, cupu! Kamu dengar apa yang kami tanyakan hah! Jawab!" Bentakan itu sanggup membuat Andaru terlonjak kaget dan tubuhnya mengkerut. "Da-dari mana kalian tahu," jawab Andaru terbata karena jujur dia sendiri tidak mengerti bagaimana rekannya ini bisa tahu. Ah, mungkin saja gosip seputar kepindahannya telah merebak dan karena Andaru tak pernah berkomunikasi dengan para karyawan di kantor ini. Jadilah Andaru tak pernah mengerti akan gosip apa yang tengah beredar saat ini. "Tidak penting kami tahu dari mana. Dasar penjilat. Rupanya pria cupu sepertimu ini sangat licin dan licik." "A-apa maksud kalian?" Yap, Andaru tentu tidak terima dengan tuduhan seputar dirinya yang jelas saja tidak benar. Dia bukan penjilat dan tak ada sedikit pun niat Andaru untuk menunjukkan dirinya terlebih mencari muka di hadapan atasan. Jika memang dia bisa berbuat demikian, kenapa baru sekarang Andaru berulah dan tidak sejak dulu saja. Bahkan Andaru bukanlah sebentar menjadi karyawan di bagian staf administrasi. Sudah tiga tahun dan Andaru selalu menerima apapun jabatan yang diberikan untuknya. Tak pernah mengeluh apalagi protes. Tidak seperti yang lainnya kurang bersyukur minta kenaikan gaji lalu berdemo jika keinginan mereka tidak dituruti. Andaru bukan tipe orang seperti itu. "Halah. Jangan sok polos kamu. Jika tidak lamu menjilat pada Pak Dion ... mana mungkinlah kamu mendapat promosi dengan pindah divisi seperti itu." "Kalian salah. Aku tidak pernah menjilat atau berusaha mendekati Pak Dion. Beliau sendiri yang memang ingin memberikan promosi itu. Bahkan aku sendiri daja tidak pernah tahu." Satu diantaranya mendekat membuat Andaru mundur selangkah demi berjaga-jaga untuk melindungi dirinya sendiri. Namun, dengan berani rekan kerjanya yang bernama Doni itu justru menarik kerah kemeja Andaru dengan mengucapkan kata-k********r yang tak patut didengar olehnya. "Apa yang telah kamu lakukan pada Pak Dion sampai kamu bisa pindah divisi semudah itu, huh! Pergi ke dukun? Atau ...." "Stop! Jangan menuduhku sembarangan. Kalian sadarlah. Aku bukan seperti itu." Dengan berani Andaru menyela dan membantah semua yang Doni tuduhkan. Bagaimana mungkin ada yang mengira dia main dukun segala. Helo! Ini sudah mendekati tahun dua ribu dua puluh dua dan rupanya masih ada orang kolot yang terpikir ke arah sana. Guna-guna serta dukun tak pernah terlintas di benak Andaru karena dia percaya ada Tuhan yang selalu bersamanya dan melindunginya. Tak ada dukun dalam kamus Andaru terlebih hal-hal mistis seperti itu. Kerah yang tadi dicengkeram, kini dilepas paksa sembari mendorong Andaru ke belakang. Pria itu terhuyung dan hampir saja terjauh. Mengusap dadaa demi menormalkan detak jantungnya yang memburu akibat ulah teman-temannya. "Awa saja kamu s jika ketahuan berbuat hal yang tidak sepatutnya. Akan aku laporkan kamu ke Pak Dion langsung agar kamu dipecat saat ini juga." Sebelum pergi meninggalkan Andaru, masih sempat-sempatnya teman kerjanya yang satu lagi yaitu Andri meninju perut Andaru. Lelaki bertubuh bongsor itu memberikan satu pukulan tepat di perut dan mengenai ulu hati membuat pria itu meringis kesakitan. Perutnya terasa nyeri dan kedua rekannya itu justru tertawa terbahak melihat penderitaan Andaru. Sungguh ingin rasanya Andaru berteriak kesal karena tega-teganya mereka berbuat hal kotor seperti ini dengan menyakitinya. Padahal Andaru sama sekali tak pernah berbuat hal aneh-aneh yang merugikan teman juga orang lain tentunya. Tawa kemenangan dari Doni juga Andri menggema di indera pendengaran Andaru, lalu mereka berdua menuding ke depan wajah Andaru. "Siap-siap saja kamu dipecat pria culun!" Lalu kedua rekannya itu meninggalkan Andaru sendirian. Masih dengan menahan nyeri pada ulu hatinya, Andaru berjalan tertatih masuk ke dalam ruang kerjanya. Keringat mulai membanjiri pelipisnya karena selain takut, dia juga merasa sakit yang saat ini berusaha dia tahan. Sial! Kenapa dia harus menerima kenyataan pahit seperti ini. Dibenci, dihina, bahkan disakiti. Dan Andaru benci pada dirinya sendiri yang tak mampu melawan demi menyelamatkan dirinya sendiri. Andaru memejamkan mata. Kilasan kejadian demi kejadian menyakitkan dalam hidupnya terlintas begitu saja di dalam benaknya. Semua hal menyakitkan itu tanpa dia sadari telah menumpuk dan membentuk sebuah gumpalan dendam yang suatu ketika nanti jika Andaru bisa melakukannya maka akan ia balas semua perlakuan tidak manusiawi yang selama ini ia terima. "Mas Ndaru." Panggilan lirih seseorang membuat Andaru terkesiap lalu membuka matanya. Mendapati Aisya yang berdiri dengan memegang sapu di ambang kubikelnya. Andaru memaksakan senyuman. Di antara sekian banyak karyawan di perusahaan ini hanya Aisya lah yang mau berteman dengannya juga peduli padanya. Gadis itu sering membantunya dalam segala kesulitan yang tengah dihadapi. Aisya, ketika melihat pada sosok Andaru kedua bola matanya memancarkan sorot iba pada pria baik hati yang tak banyak tingkahnya selama berada di kantor ini. Andaru sendiri yang ditatap seperti itu merasa risih juga lama-lama karena dia tidak ingin sesiapapun orang mengasihaninya. Benarkah Aisya kasihan melihat semua penderitaannya selama ini? Dan benarkah gadis itu tadi melihat semua apa yang sudah dilakukan oleh Doni juga Andri. Benak Andaru bertanya. "Mas Ndaru tidak apa-apa?" Lagi-lagi pertanyaan penuh kekhawatiran Aisya lontarkan. Namun, gadis itu tetap berdiri pada posisinya tak berniat lancang mendekat. Selain karena takut terjadi bahan gosip di kantor yang tak mengenakkan, juga agar tak diketahui oleh rekaj kerja mereka yang memergoki dia sedang berbaik hati pada Andaru. Kasihan pada Andaru yang selama ini selalu mereka bully. Bahkan tak ada seorang pun juga yang berani membela Andaru atau untuk sekedar berteman juga dekat-dekat dengan pria itu "Aku baik-baik saja, Ais," jawab Andaru menunjukkan ekspresi yang dibuat-buat seolah memang tak pernah terjadi hal apapun juga padanya. "Tapi tadi saya nggak sengaja lihat ketika Pak Doni dan Pak Andri ...." Aisya mengunci bibirnya tak berani melanjutkan ucapannya. Ya, gadis itu memang mengetahui apa yang sudah diperbuat oleh orang-orang jahat tadi pada Andaru. Aisya kebetulan sedang menyapu. Sampai-sampai gadis itu harus bersembunyi di balik kubikel kosong yang penghuninya belum datang agar Doni dan juga Andri tak melihat keberadaannya. Bisa gawat jika ketahuan oleh mereka jika Aisya melihat semuanya. Sungguh, Aisya masih tak habis pikir kenapa orang sebaik Andaru masih juga dimusuhi. Padahal Andaru sendiri baik sekali orangnya. Suka sekali membantu rekan kerjanya dan tak pernah membantah jika teman-temannya meminta ini dan itu. "Hust!" Andaru meletakkan jari telunjuk di atas bibirnya meminta pada Aisya agar menutup mulutnya. Gadis itu bisa terkena imbas jika ketahuan tengah membelanya. Dan Andaru tidak ingin jika sampai Aisya menemui kesulitan selama bekerja karena ketahuan dekat dengannya. "Aku tidak apa-apa. Beneran. Jangan bicara sembarangan lagi. Nanti ketahuan mereka kamu bisa mendapat masalah besar." Andaru mengingatkan. Aisya paham lalu gadis itu menganggukkan kepala. "Apa Mas Ndaru mau aku buatkan teh hangat?" Satu senyuman Andaru berikan. "Tidak usah, Aisya. Jangan repot-repot, nanti aku bisa membuatnya sendiri. Aku tidak mau merepotkanmu." Tolak Andaru secara halus. "Tidak ada yang merepotkan. Mas Ndaru tunggu sebentar aku buatkan teh hangatnya." Kepala Andaru menggeleng cepat Sungguh dia tidak ingin ada orang lain salah paham lalu berprsangka buruk dan melibatkan Aisya sehingga gadis itu mendapat kesulitan kaena dirinya. "Aisya ... nanti aku akan buat sendiri. Beneran. Kamu selesaikan saja pekerjaanmu. Nanti kamu dimarahi oleh atasanmu." Aisya menghela napas. Salut dengan Andaru yang benar-benar tak mau merepotkan dkrinya. "Baiklah. Yakin ya Mas Ndaru baik-baik saja. Jika perlu sesuatu, Mas Ndaru katakan saja. Aku pasti akan membantu." "Terima kasih, Aisya." Sebelum pergi meninggalkan Andaru, Aisya menyempatkan diri tersenyum lalu benar-benar pergi meninggalkan Andaru yang kembali meringis karena nyeri itu masih terasa. Gegas Andaru berdiri dan pergi ke toilet membawa minyak kayu putih untuk ia oles pada perutnya. Berharap rasa nyerinya mereda dengan sendirinya. *** Tak berhenti sampai di situ penyiksaan yang Andaru dapatkan hanya karena mendapatkan promosi pindah ke divisi baru. Masih saja orang-orang itu dengan seenaknya menyuruh Andaru ini dan itu sampai Andaru kewalahan sendiri menyelesaikan tugas-tugas yang harus dia serah terimakan sebelum satu hari dari sekarang dia meninggalkan divisi administrasi. Andaru sangat capek sekali sampai-sampai setiap pulang kerja tak pernah ada keinginan untuk sekedar berbicara. Ia sudah cukup capek. Tak hanya lelah fisik tapi juga pikiran. Ia takut tidak bisa menyelesaikan semua tugasnya dengan benar ketika nanti pindah ke IT support jika, teman-temannya di divisi administrasi seolah sengaja menyulitkannya. Andaru tahu betul jika mereka banyak yang tidak suka akan apa yang tengah Andaru terima ini. Namun, ini semua Dion Arashi sendiri yang minta dan bukan keinginan Andaru sendiri. Meski Andaru tidak keberatan, juga merasa senang akan jabatan barunya itu. Malam ini pun dengan lesu dan tak bersemangat, Andaru makan malam. Arimbi yang sedang membuatkan minuman hangat untuk Andaru, sekarang menghampiri sang putra. Menyerahkan teh hangat madu agar tenaga Andaru kembali. Juga tubuh yang sedikit fresh. Ia sodorkan langsung di hadapan putranya membuat Andaru mendongak. "Terima kasih, Bu." Arimbi duduk di hadapan Andaru lalu menatap penuh selidik pada sang putra. "Ibu lihat kamu kenapa lelah sekali, Ndaru. Bukankah kamu belum waktunya pindah ke divisi baru itu? Kenapa ibu rasa kamu seolah tertekan begitu." Pertanyaan dari Arimbi membuat Andaru berhenti mengunyah lalu meraih gelas berisi teh hangat yang tadi ibunya buatkan. Andaru menyesapnya. Cairan pekat yang mampu membuat tenggorokannya hangat seketika. Ibunya selalu tahu apa yang dia inginkan. Itulah sebabnya kenapa Andaru begitu menyayangi ibunya. "Aku memang sedikit capek, Bu. Ini semua karena masalah serah terima tugas-tugas lamaku sebelum aku tinggalkan. Tidak mungkin aku meninggalkannya begitu saja karena divisi IT dan administrasi berbeda. Sehingga aku harus menyelesaikan semua sebelum benar-benar meninggalkan jabatan staf administrasi." Panjang lebar Andaru menjelaskan. Arimbi menghela napas, ikut kasihan melihat putranya. "Ibu harap ketika kamu nanti telah menjadi staf IT, pekerjaanmu tak seberat sekarang ini. Kadang Ibu heran, kamu ini hanya staff administrasi, tapi kenapa ibu rasa kerjaanmu itu tak ada habisnya. Sebenarnya di administrasi itu apa yang kamu kerjakan, Ndaru?" Pertanyaan ini sudah lama dipendam oleh Arimbi tapi tak enak hati untuk dia pertanyakan pada Andaru. Andaru menelan saliva. Mana mungkin dia berani jujur pada ibunya mengenai apa yang sebenarnya ia kerjakan selama di kantor. Tentu Andaru tak mau membuat ibunya khawatir. Pria itu mencoba cara untuk memberikan penjelasan yang dapat Arimbi terima. "Bu ... divisi administrasi itu tak hanya mengurus mengenai administrasi kantor saja, tapi aku juga diperbantukan pada bagian penjualan." Jelas Andaru agat ibunya tak lagi mencemaskannya. Namun, yang ada mata Arimbi justru berkaca-kaca. "Maafkan Ibu, Ndaru. Karena kamu harus berjuang mencari nafkah sendirian." "Ibu ini berkata apa? Ini sudah menjadi tugas dan tanggung jawabku untuk membahagiakan Ibu. Jangan berpikir yang macam-macam. Bu ... sampai kapan pun aku tetap akan menyayangi Ibu dan berbakti pada Ibu. Dulu Ibu yang telah bekerja keras demi membesarkanku. Sekarang sudah saatnya aku yang harus berjuang untuk Ibu." "Terima kasih, Ndaru. Kamu memang anak yang baik. Ibu sayang kamu." "Aku juga sayang Ibu." Keduanya saling melemparkan senyuman bahagia. Ibu dan anak yang saling menyayangi. Dalam hati Andaru tak pernah berhenti berdoa agar masih bisa menjaga ibunya sampai nanti dia menikah, punya anak dan cucu. Kebahagiaan ibunya adalah yang utama bagi Andaru dan semoga kelak ketika ia mendapatkan istri yang mau menerimanya apa adanya juga menerima keberadaan ibunya. Terlebih seorang wanita yang juga mau menyayangi Arimbi seperti dirinya menyayangi wanita yang telah melahirkannya itu dengan sepenuh hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD