When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Bunda, Ata kapan main lagi sama Om Anda?" tanya Permata. Binar tersenyum. "Nanti kalau omnya gak sibuk." Setidaknya ia lega karena sudah mendapat kabar bahwa suaminya telah siuman. Permata menghela napas panjang, bagai orang dewasa yang sedang memiliki beban hidup. "Lama, Bunda. Ata kangen sama Om Anda." Binar terkekeh mendengar perkataan putrinya yang menggemaskan lalu mengangkat tubuh anak itu dan mendudukkannya di pangkuan. "Ata 'kan anak baik, jadi harus sabar." "Bunda, Tante galak itu kenapa marah sama Bunda?" Menatap ibunya penuh tanya. "Enggak marah, Sayang." Binar tidak ingin putranya punya penyakit hati. "Tapi tantenya galak. Ata gak suka," sahut anak itu lagi. Binar diam. Andai benar Febi menikah dengan suaminya, itu berarti Permata akan memiliki ibu sambung yang tampak t