“Hmm ... kita liat nanti aja, ya. Kalau adikku nggak minta ikut, aku akan kabari kamu.”
“Beruntung banget jadi adeknya, Mas Arjun. Diratukan sama abangnya.”
“Udah seharusnya gitu. Apalagi, adik semata wayang. Sama, dong seperti kamu. Kan, kamu juga diratukan sama abang kamu itu. Siapa tadi namanya? Gemilang, ya?” tanya Arjun sengaja.
“Iya juga sih, Mas. Beruntung banget pokoknya kalau punya dua pria seperti mas Gemilang dan Mas Arjun,” ucap Deby tanpa sengaja.
“Maksudnya gimana?” tanya Arjun pura-pura lugu.
Deby merasa salah tingkah ditanya seperti itu oleh Arjun. Pasalnya, dia benar-benar tidak bermaksud untuk bicara seperti tadi di depan Arjun. Dia tidak ingin jika Arjun jadi ilfeel padanya hanya karena terlalu aktif atau terlalu agresif.
“Eh, nggak ada sih, Mas. Maksud aku tuh gini, beruntung banget punya abang-abang seperti mas Gemilang dan Mas Arjun juga. Adiknya diprioritaskan dan diratukan banget gitu,” ungkap Deby memberikan penjelasan palsu dan tidak sepenuhnya itu benar.
Padahal, maskud Deby tadi sungguh beruntung dia jika mendapatkan Arjun juga sebagai lelakinya. Namun, berhubung ini adalah pertemuan pertama mereka dan Deby tidak ingin terlalu dominan, terpaksa dia mencari alasan bohong sebagai jalan keluarnya.
Citra dan Lili juga menyadari kekeliruan yang dilakukan oleh sahabat mereka saat ini. Jadi, Lili yang lebih dewas pemikirannya pun mengambil kesempatan membela Deby.
“Bener tuh yang dibilang sama Deby. Aku juga pengen punya abang seperti mas Gemilang atau mas Arjun.”
“Aku juga pengen. Sayangnya aku anak semata wayang.”
“Kalian kompak banget, ya!” puji Arjun dan tersenyum lagi.
Makan siang itu pun berakhir dengan perbincangan yang tentu saja membuat Deby semakin ingin dekat dengan Arjun. Dua sahabatnya sudah mengalah dan memilih untuk pergi meninggalkan Deby. Hal itu mereka lakukan agar Deby bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama Arjun dan melakukan pendekatan tanpa ada yang mengganggu.
Sepeninggal Lili dan Citra, tentu saja Arjun semakin ingin mendekatkan dirinya ke Deby. Gadis itu tampak tidak keberatan saat Arjun mengenggam tangannya saat mereka berjalan ke salah satu toko barang branded di dalam mall itu. Deby justru merasa senang dan bangga saat orang-orang memperhatikan mereka.
Hal itu bisa dimaklumi andai orang tidak tahu jika Arjun adalah pengusaha kaya raya. Arjun memiliki wajah yang tampan dan kharisma lelaki itu sungguh kuat untuk bisa membuat para wanita tergoda. Mana mungkin Deby tidak merasa bangga saat berada di sisi Arjun seperti saat ini.
“Kita ke mana lagi, Mas?” tanya Deby pura-pura tidak tahu bahwa mereka akan masuk ke dalam salah satu toko tas branded di depan mereka berdiri saat ini.
“Mau beliin kamu sesuatu sebelum anterin kamu pulang. Pilih aja yang mana kamu suka salah satu yang ada di dalam toko ini.” Arjun menjawab sangat santai dan itu membuat Deby takjub.
“Maksudnya ... ke dalam toko ini, Mas? Kamu mau beliin aku tas branded dari toko terkenal ini?” tanya Deby setengah tak percaya dan menanti jawaban iya dari Arjun.
“Iya. Aku akan bayarin satu yang benar-benar kamu suka dan mau. Yuk, masuk aja dulu dan pilih barangnya,” ajak Arjun kemudian dan semakin membuat Deby seperti ingin pingsan di tempat.
Seumur hidupnya tidak pernah ada pria yang rela merogoh kocek sangat dalam hanya untuk dirinya. Apalagi baru dikenal sehari seperti yang terjadi antara dia dan Arjun tadi. Namun, Deby sudah dibutakan oleh perasaan tamak dan juga bahagianya. Tak terbesit lagi dalam benaknya kebaikan seseorang yang terlalu over di awal bisa saja adalah sebuah modus untuk menutupi satu kejahatan yang dia lakukan atau untuk melancarkan niat buruk yang sebenarnya sedang dia rencanakan.
“Benaran ini, Mas? Aku nggak lagi mimpi kan, Mas?”
“Nggak mimpi sama sekali kok. Ya udah, ayo buruan masuk ke dalam. Soalnya aku juga abis ini mau balik lagi ke kantor. Karyawan nggak akan pulang kerja kalau belum aku terima semua laporan kerjanya hari ini.”
“Oke, Mas. Kalau gitu, aku akan pilih yang paling murah dan cepat aja deh. Biar nggak ganggu waktu kerja kamu.”
“Jangan gitu juga, dong By. Santai aja dan pilih yang benar-benar kamu mau dan sukai. Aku akan bayar berapapun itu harganya.”
“Berapapun, Mas?”
“Iya. Berapapun nggak jadi masalah asal kamu senang.”
“Makasih banyak, ya Mas. Kamu pasti idaman semua perempuan deh. Idaman semua ibu-ibu juga pastinya,” ucap Deby sambil berjalan masuk ke dalam toko itu bersama dengan Arjun.
Arjun tentu saja cukup terkejut dengan ucapan Deby itu dan mengerutkan keningnya. Arjun mendapatkan sapaan dari beberapa karyawan toko itu dan dengan bahasa isyarat, pria itu meminta mereka semua diam dan tidak terlalu menyebarkan identitasnya di depan Deby.
“Kamu bilang aku incaran ibu-ibu gimana maksudnya, By?” tanya Arjun dengan nada heran.
“Maksud aku tuh, ibu-ibu pasti ngincer kamu banget, Mas. Ngebet banget buat jadiin kamu menantunya. Gitu maksud aku, Mas! Jangan tersinggung gitu, dong.” Deby menjelaskan maksud dari ucapannya tadi dan dia memang tidak berniat untuk mengatakan hal buruk tentang Arjun.
“Oh gitu. Aku pikir apa mungkin aku hanya pantas untuk selevel ibu-ibu. Kamu hampir bikin aku minder aja, By.”
“Maaf, ya Mas. Aku nggak ada maksud seperti itu kok.”
“Iya, aku tau. Aku yang udah salah anggap sama ucapan kamu tadi. Aku salah paham sama maksud ucapan kamu tadi. Aku yang salah kok, bukan kamu.”
“Mas ... aku mau yang ini aja. Apa boleh?” tanya Deby sambil menunjuk sebuah tas berwarna putih gading yang terpajang di dalam etalase kaca.
“Boleh kok. Kamu suka yang itu dan langsung ambil yang itu aja,” jawab Arjun tanpa pikir panjang.
“Mau yang ini aja, Mba?” tanya pelayan wanita itu kepada Deby.
Deby mengangguk dengan pasti dan kencang. Pelayan itu pun langsung membuka kunci etalase dan mengambil tas yang tadi ditunjuk oleh Deby. Pelayan itu memakai sarung tangan karet saking menjaga kualitas produk yang mereka jual agar tidak kotor saat dipegang.
“Bayar dikasir aja, Mas.” Pelayan itu berkata dan memandu jalan keduanya menuju kasir.
“Mas ... kalau harganya mahal gimana? Aku nggak jadi beli kalau harganya mahal,” ucap Deby berpura-pura untuk rendah hati dan tak terlihat matre di depan Arjun.
“Nggak apa-apa kok. Aku tau itu harganya sekitar tiga ribu dollar. Soalnya, adikku baru beli juga kemarin sore yang warna coklat s**u. Itu memang keluaran terbaru.”
“Ha? Ti-tiga ribu dollar, Mas?” tanya Deby dengan gagap saking terkejutnya mendengar harga yang fantastis dari mulut Arjun.
“Iya. Udah, nggak usah masalahin harga lagi. Yang penting kamu tuh suka dan aku jadi senang kalau kamu pakai barang yang aku beli.”
“Aku pasti pakai tas ini dan aku akan menjaganya dengan segenap jiwa dan raga.”
“Kamu nggak pernah dibeliin tas semahal itu sama abang kamu? Kok kamu kaget banget harga tas branded itu segitu?” tanya Arjun sengaja ingin mematikan kartu Deby.