2. Hidup bersama sebagai pasangan suami istri

1067 Words
Hampir dua jam perjalanan, akhirnya mobil mereka berhenti pada sebuah kawasan apartemen mewah. Tanpa berucap apa-apa, Austin langsung turun dari mobil. Hal itu membuat Krystal kelimpungan mengejar Austin yang memiliki langkah yang begitu lebar. Selain itu, dia juga merasa kesulitan dengan gaun pernikahan yang dia gunakan sekarang ini, karena berat gaunnya mencapai 5 kg. Krystal harus bergerak cepat ketika Austin sudah memasuki lift. Jika dia terlambat bisa-bisa Austin meninggalkannya, dan itu akan semakin merepotkan karena dia sama sekali tidak tahu nomor apartemen Austin. "Haiss, gaun ini menyusahkan!" keluh Krystal karena dia juga harus berusaha membawa gaunnya yang panjang di area belakang untuk masuk ke dalam lift. Sedangkan Austin hanya menatap Krystal yang sedang menggerutu dengan ujung matanya. Ternyata Austin tinggal di penthouse, karena ia menekan tombol paling atas dari apartemen itu. Setelah lift berhenti dugaan Krystal semakin tepat. Ketika Austin keluar dari lift, Krystal dengan cepat juga keluar, kemudian menyusul Austin yang berjalan terlebih dahulu darinya. Baru saja menikah tapi Krystal sudah merasakan penderitaan yang luar biasa. Bagaimana untuk selanjutnya? Austin membuka pintu penthouse-nya dan seketika terpampang keindahan dari isi penthouse yang tidak begitu besar itu. Walaupun terlihat kecil, tapi sangat mewah dengan barang-barang mahal yang ada di dalamnya. Selain itu, penthouse itu juga terlihat sangat nyaman. "Di sini hanya ada satu kamar. Aku membelinya untukku tinggali bersama kakakmu, tapi berani-beraninya wanita sialan itu melarikan diri!" Austin berucap dengan bengis, tapi Krystal hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa, karena memang kakaknya lah yang salah. "Baiklah. Apakah aku boleh menempati kamar itu?" tanya Krystal dengan berhati-hati, dia takut membuat Austin marah dan Austin akan memukulnya layaknya di film-film yang pernah dia tonton; suami menganiaya istri karena pernikahan paksa. "Hm! Kamu di sini menggantikan kakakmu, kamu juga akan menjalani kewajiban sebagai istri hingga aku menceraikan mu," ujar Austin mutlak, kemudian dia meninggalkan Krystal yang masih terkejut dengan ucapannya. Krystal masih mencerna kata-kata 'menjalani kewajiban sebagai istri’. Kewajiban seperti apa yang barusan dikatakan oleh orang yang baru beberapa jam menjadi suaminya itu? Namun, detik berikutnya dia baru mengingat hal lain, yaitu dia lupa membawa pakaian ganti. Krystal menepuk jidatnya karena bisa-bisanya dia melupakan hal yang sangat penting. Lalu sekarang bagaimana? Apakah dia harus menggunakan gaun pengantin hingga pagi. Holy s**t! Itu tidak mungkin! Lama dia mondar-mandir di ruangan tengah sambil memikirkan cara untuk mendapatkan pakaian, tapi tidak ada cara yang menurutnya tepat. Jika dibeli saja, tapi dia tidak memiliki uang. Jika meminta Austin untuk mengantarkannya ke rumahnya mengambil pakaian, itu tidaklah mungkin. Krystal mendudukkan tubuhnya pada sofa, tangannya memukul-mukul kepalanya sendiri karena sudah melupakan hal yang sepenting itu. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Austin yang tiba-tiba sudah berada di depan Krystal. Dengan tampang mengiba Krystal mendongakkan kepala dan melihat Austin yang sudah berubah tampilan, sepertinya Austin baru selesai mandi. Pria itu mengenakan baju kaos dan celana training warna abu-abu. "Aku melupakan pakaianku," jawab Krystal sambil memanyunkan bibir. Dia terbawa kebiasaan saat di rumahnya. "Kalau begitu kamu tidur di sini saja menggunakan gaun itu, jika tidur di kamarku maka ranjangku akan penuh oleh gaunmu,” jawab Austin dengan cuek. Krystal menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian menghembuskan dengan gusar, lalu dia menyandarkan tubuhnya pada sofa dan menutup matanya. Dia juga mendengar langkah yang menjauh, tapi dia sama sekali tidak peduli. Ketika dia hampir terlelap, tiba-tiba wajahnya dilempari oleh sesuatu. Dia membuka matanya dan melihat Austin yang berada tidak jauh di depannya. "Hanya itu yang aku punya. Sebenarnya aku menyiapkannya untuk Cindy, tapi jika kamu ingin memakainya tidak masalah." Krystal membawa pandangannya kepada pakaian yang baru saja dilemparkan oleh Austin kepadanya, dan matanya seketika membulat melihat pakaian itu. Pakaian yang diberikan oleh Austin adalah lingerie; pakaian dinas malam wanita yang sudah menikah. Pakaian itu berwarna hitam dan juga sangat kekurangan bahan. Jika Krystal memakai pakaian itu, sama saja artinya dia tidak berpakaian. Dengan cepat dia menyembunyikan pakaian laknat itu di belakang punggungnya karena merasa malu jika pakaian itu dilihat oleh Austin, walaupun yang memberikan pakaian itu adalah Austin. "Aku menggunakan gaun ini saja," cicit Krystal. Dia lebih memilih menggunakan gaun pengantin daripada memakai pakaian yang tidak senonoh tadi. "Terserah. Ikuti aku!" Krystal mengikuti Austin menaiki tangga menuju lantai atas yang terdapat kamar Austin. Mata Krystal terpaku pada hiasan kamar yang dipenuhi oleh bunga-bunga dan juga lilin yang yang membentuk tanda hati, tapi dalam keadaan yang tidak menyala. Selain itu, juga terdapat foto-foto Austin bersama kakaknya. Sepertinya Austin menyiapkan semua itu untuk kakaknya, tapi sayang sekali kakaknya mengkhianati Austin. "Mandilah, gunakan saja kemejaku ini. Untuk dalaman, kamu bisa menggunakan yang aku berikan tadi." Austin memberikan kemejanya kepada Krystal. Krystal langsung mengambil kemeja itu lalu menanyakan letak kamar mandi dan masuk ke dalam kamar mandi. Tapi beberapa menit berikutnya dia kembali keluar dari kamar mandi tersebut. "Ada apa?" tanya Austin melihat Krystal yang kembali dari kamar mandi dengan pakaian yang tidak berubah. "Resleting gaunnya macet," ujar Krystal sedikit merengek, dia sudah berusaha kuat untuk membuka resleting gaun itu tapi tidak ada hasil. "Berbaliklah!" Krystal langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Austin. Austin mencoba menarik resleting itu, yang ternyata memang sulit. Setelah dia mengamati resleting tersebut, ternyata resleting itu dijahit. Pantas saja tidak bisa untuk ditarik. "Pantas saja susah, resletingnya saja dijahit," ujar Austin. "Hah, benarkah? Tadi resletingnya mudah kebuka, tapi aku tidak tau penata rias melakukan apa sehingga resletingnya kuat dan tidak terbuka lagi," ujar Krystal. Austin menjauh dari Krystal, menuju nakas dan mencari gunting pada laci nakas, tapi dia tidak menemukannya. Diapun juga tidak menemukan benda tajam yang dapat dipergunakan untuk membuka jahitan resleting gaun Krystal. Sehingga, dia kembali mendekati Krystal dan menarik paksa kedua sisi ujung atas resleting gaun tersebut. Percobaan pertama gagal, dia pun mengulang lagi. Dia dengan kuat menarik dua sisi gaun itu, hingga detik berikutnya aksinya berhasil tapi resleting itu terbuka hingga punggung bagian bawah Krystal karena dia terlalu kuat menariknya. Punggung putih Krystal yang begitu mulus dan halus langsung terpampang di depan matanya. Krystal sempat berteriak karena kaget, tapi setelah itu dengan cepat dia berlari ke dalam kamar mandi. Setibanya di kamar mandi, Krystal langsung mengusap pipinya yang terasa terbakar karena kejadian tidak terduga tadi. "Ahh … kenapa hidupku sangat sial!" Krystal kembali memukul kepalanya. Tapi dengan cepat dia berusaha melupakan hal yang memalukan itu dan memutuskan untuk mandi. Selama mandi pikirannya selalu melayang entah kemana. Padahal beberapa jam sebelumnya dia masih lajang, tapi saat ini dengan begitu tiba-tiba dia langsung berubah status menjadi istri orang. Parahnya orang itu adalah orang yang seharusnya menjadi suami dari kakaknya. Sungguh Krystal yang malang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD