bc

(3 Cinta 3 Jiwa 3 Masa) Play In Darkness 3: Come Sweet Death

book_age18+
1.4K
FOLLOW
20.1K
READ
reincarnation/transmigration
arrogant
dominant
goodgirl
maid
royalty/noble
bxg
mystery
rebirth/reborn
crown prince
like
intro-logo
Blurb

Fantasy 21+ Kenapa maut mesti memisahkan cintaku?

***

Seri ketiga Play In Darkness: Come, Sweet Death

Menceritakan akhir kehidupan Delisha Lee Andrews, seorang penjelajah waktu yang tinggal di masa lalu karena menikah dengan manusia abadi, Devdas Star Tailes.

Devdas memiliki kemampuan mengakali kematian. Namun hidup Delisha, cinta sejatinya selalu menjadi taruhan. Kali ini, Devdas harus merelakan kematian Delisha.

Mampukah Devdas hidup tanpa Delisha? Ataukah ia harus membuat taruhan dengan Sang Kematian?

Ikuti kisahnya COMING SOON. Add/tap ❤ ke dalam library kalian untuk mendownload PDF dan membaca offline.

Update sesuai jumlah followers. Tidak akan di-lock selama masih ongoing.

Peace ❤❤❤

chap-preview
Free preview
CSD 1. Kelahiran Putra Imdad°
(3 Cinta 3 Jiwa 3 Masa) Play In Darkness: Come, Sweet Death by Sisiliaarista ((TAMAT)) ** Seri ketiga dari PLAY IN DARKNESS. Disarankan baca seri 1 dan 2 nya dahulu. Terima kasih dan Selamat membaca! *** India, tahun 1757 *** Maharana Rajputana punya hati pada istri sahabatnya, itu sudah menjadi rahasia umum di istana. Ia sering memberi Chandni hadiah macam-macam barang dan perhiasan, terutama ketika Chandni hamil. Semua karena Chandni sangat berkesan dengan pengabdiannya pada kerajaan juga sahabat Chandni, seperti Robinson Clive dan Putri Neha Bachan sering memberikan hadiah sehingga tidak mengherankan jika Rajputana juga melimpahi istri panglimanya itu dengan hadiah. Rajputana kerap menyelipkan hadiahnya melalui seserahan tersebut. Udai Singh dan Anuradha berusaha memahami hal itu bisa jadi disebabkan Rajputana mendambakan keturunan sehingga calon anak sang sahabat juga dianggap sebagai anaknya. Mereka meminta Rajputana menikah lagi dengan selir baru, tetapi Rajputana tidak menanggapinya. Ia semakin sering menyendiri atau menyibukkan diri. Rajputana menyendiri untuk menikmati koleksinya secara diam-diam. Benda paling berharga yang menjadi koleksi rahasianya yaitu untaian rambut Chandni yang pernah dipotongnya karena tersangkut di kancing lengan bajunya. Koleksinya ditambah topeng dewi bulan yang digunakan Chandni saat pentas sebagai penari bertopeng dan gaun lehengga warna merah marun yang pernah dikenakannya dalam suatu pertunjukan. Harus bagaimana? Mencium Chandni setiap hari ibarat pecandu yang membuatnya mabuk dan ketagihan. Menikmati koleksi pribadi wanita itu menjadi pelampiasan terbaik yang bisa dilakukan. Dia tidak bisa memiliki Chandni seutuhnya, tetapi jiwanya menikahi bayangan Chandni. Tibalah saat Chandni melahirkan. Saat itu dini hari. Chandni di kamar bersama dokter dan bidan. Rajputana turut gelisah bersama Imdad. Mereka berjalan mondar mandir di luar kamar sementara di dalam terdengar suara erangan Chandni mengejan. Sandal mereka menipis dan karpet berbekas jejak kaki mereka akibat bolak-balik selama beberapa jam. Doker EIC, Tabib Salman, dua bidan, dan 4 pelayan berjaga di dekat ranjang Chandni. Kelahiran anak pertama memang sangat berat bagi seorang ibu muda, tidak terkecuali Chandni. Melahirkan rasanya lebih berat daripada berada di medan perang. Ia harus menggigit gumpalan kain untuk meredam teriakan. Tulang panggulnya terasa remuk oleh tekanan yang sangat kuat dari dalam rahimnya. "Kau pasti bisa, Chandni. Kau pasti bisa menaklukkan rasa sakit ini," tegas Tabib Salman menyemangatinya. Chandni terbaring kelelahan sedang berusaha menarik napas dalam-dalam. Peluh bercucuran, kaki mati rasa dan membuka lebar untuk mengejan sekuat tenaga. Para bidan menatap di muara jalan lahirnya. Mereka juga memberinya dukungan serta arahan. "Ya, ya, ya! Saatnya mendorong, ya! Sedikit lagi, Chandni. Ayo dorong terus, ya, terus, ya ....!" Bayi yang mereka nantikan meluncur keluar dari lubang wanita Chandni. Suara tangisan lantang segera membahana dalam kamar. Imdad dan Rajputana saling pandang dengan mata berbinar-binar. Jelas terdengar itu adalah suara tangis bayi. Mereka ingin masuk ke kamar, tetapi pelayan menahan mereka di muka pintu. "Sebentar lagi, Yang Mulia, Tuan Imdad. Tuan bayi sedang dibersihkan," ucap pelayan itu sambil tersenyum. "Tuan bayi?" Rajputana dan Imdad semakin gugup tak sabaran. Tak lama kemudian, Tabib Salman datang dari dalam kamar, membawa kain bersulam mewah yang membungkus seorang bayi. Makhluk mungil itu menggeliat seraya terisak dalam dekapannya. "Selamat, Tuan Imdad, Maharana Rajputana! Telah lahir bayi laki-laki yang sangat sehat." Imdad dan Rajputana menatap wajah bayi itu penuh kekaguman. Bayi yang rupawan, rambut hitam legam tebal menutupi kepala mungilnya. Tangan kecil terkepal meninju udara. "Subhanallah!" lirih mereka serempak. Tangan Imdad bergetar saat menyambut bayi itu. Ibunya benar, ia seharusnya latihan dulu sebelum menggendong bayinya sendiri. Gerakannya sangat kikuk dan ia hampir menjatuhkan bayi itu. Rajputana turut memegang sang bayi, untuk menyangganya di tangan Imdad. "Ini putramu, Imdad. Cepat diazani." Imdad tidak pernah segugup itu dalam hidupnya. Suaranya tercekat saat menakbirkan putranya sebagai muslim. Suaranya mengalun indah di tepi telinga mungil sang bayi, menenangkan anak itu. Perlahan-lahan, tangisan bayi itu menjadi sedu pelan, lalu hening terlelap. Bayi itu menggeliat sambil mengernyit menguap. Makhluk mungil itu menjadi makhluk terindah yang pernah mereka temukan. Di antara rasa takjubnya, Imdad memikirkan keadaan Chandni. Ia menyodorkan bayinya ke dekapan Rajputana. Matanya nanar menatap Tabib Salman. "Bagaimana dengan Chandni? Bagaimana keadaannya?" Seorang bidan yang mendampingi Chandni menyahut dari balik tirai. "Nyonya baik-baik saja, Tuan. Sebentar lagi dia siap." Bidan membersihkan tempat tidur, menyilih pakaian Chandni, menata penampilannya, lalu menyelimutinya agar beristirahat tenang. Bidan itu selesai, Imdad memburu ke sisi Chandni. Ia berlutut dan menggenggam tangan kekasihnya. Ia usap wajah Chandni yang pucat, tetapi gadis itu menatapnya lembut dan tersenyum tipis. "Sayangku, istriku, Chandni-ku ...," lirih Imdad. Ia menghujani tiap sudut wajah Chandni dengan ciuman. Air mata menetes di pipi pemuda tampan itu. "Terima kasih atas segala daya upayamu telah membawa anak kita ke dunia ini, sayang. Rasa sakitnya ... tidak ada seorang pria pun sanggup menghadapinya, tetapi kau ... luar biasa, sayang ...." Chandni menyunggingkan senyum tipis. Telapak tangannya lembut mengusap air mata haru Imdad. "Chandni menaklukkan rasa sakit itu, Tuan Imdad. Apakah Chandni membuat Tuan bangga?" Suaminya terenyuh. "Oh, sangat. Sangat bangga, sayang." Ia segera mencium Chandni. Bibirnya menangkup bibir Chandni, mengasihinya dengan lembut. Imdad tidak beranjak dari sisi Chandni. Jika bisa, ia ingin mengganti jerih payah Chandni. Imdad meminumkan su.su kunyit dan menyuapkan makan untuk Chandni. Kasih dan perhatian yang begitu tulus membuat yang melihatnya tersentuh. Sementara Rajputana sedang berada dalam kegembiraannya sendiri. Ia menatap bangga bayi di buaiannya. Ia membawa makhluk mungil itu keluar kamar, menyongsong matahari pagi di halaman depan kediaman Imdad. Bayi itu sejak dalam kandungan mendapat asupan cakra darinya, secara astral bayi itu adalah anaknya. Ia mengecup kening bayi itu berulang kali. Pelayan dan bidan yang memperhatikan meneteskan air mata. Mereka merasa sedih. Kasihan raja mereka yang tak kunjung mendapatkan keturunan sendiri sehingga mengalihkan obsesinya pada anak sahabatnya. Mereka tidak tega mengambil bayi itu dari tangan Rajputana. Namun, ketika tangis bayi itu pecah dan Rajputana tidak bisa menenangkannya, mereka memberanikan diri. "Oh, hmm, Yang Mulia, mungkin bayi itu haus, ingin menyusu pada ibunya," ungkap salah satu bidan. Bayi itu menggosok- gosokkan wajah ke dadanya. Rajputana pun menyerahkan bayi itu pada bidan dan mereka segera membawanya kepada Chandni. Rajputana mengepal lepas kedua telapak tangannya seolah kehilangan sesuatu. Pelayan serta para bidan menoleh ke arah lain lalu mereka bergegas pergi berlagak ada kesibukan. Rajputana tertinggal sendiri di halaman kediaman. Kedua tangannya bertaut di belakang dan celingak- celinguk tidak menentu. Rajputana tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia masuk ke dalam rumah untuk menemui Imdad. Panglimanya itu sedang mendampingi Chandni menyusui anak mereka. Rajputana curi-curi kesempatannya dengan muncul tiba-tiba. "Imdad, kau belum memberitahuku nama anakmu. Aku ingin menyurati Sir Robert Lanchester untuk mengabarkan kelahiran cucunya. Dengan demikian surat legalitas kelahiran anak itu bisa segera diurus." Dalam hati Imdad merasa sangat sebal Rajputana mengganggu kebersamaannya dengan Chandni, tetapi tidak bisa marah karena alasan Rajputana ada benarnya. Imdad menatap Chandni untuk meminta persetujuan. Gadis itu berujar lirih. "Nama apa pun Chandni tidak keberatan, suamiku," katanya. Imdad kemudian berucap lugas pada Rajputana. "Aku menamai putraku Thoriq Ali Hussain." "Ah, baiklah!" Rajputana segera berlalu dari kamar. Ia melakukan seperti yang dikatakannya. Ia menulis surat untuk Sir Robert Lanchester. Thoriq Ali Hussain, nama yang berarti pemuda yang datang waktu malam membawa kemuliaan dan kemenangan. "Nama yang sangat indah, suamiku," ucap Chandni. Ia bersandar ke da.da Imdad sementara putranya menyusu lahap. "Hmm. Kau harus memastikan anak kita kuat dan sehat, Chandni. Pokoknya Toru tidak boleh kalah dari pamannya. Aku sebal Manse bisa lahir lebih dulu padahal ayah dan ibuku sudah tua," ujar Imdad. Chandni terkekeh. "Ah, suamiku, sebal hanya karena itu? Isshh, kekanak-kanakan sekali." Ia berkial-kial manja di dekapan Imdad. "Eh, bagaimana kalau setelah ini Chandni hamil lagi? Tuan bisa punya anak yang banyak dari Chandni. Kalau perlu tiap tahun Chandni melahirkan." Kepala Imdad tiba-tiba saja pusing, seolah dunianya berputar sangat cepat. Imdad menepuk dahi sendiri. "Oh? Dan Rajputana datang setiap hari untuk memberimu cakra? Maaf, aku baru lulus ujian kesabaran level dewa. Aku tidak mau mengulangnya setiap tahun." Chandni sungkan sendiri. Dia tertunduk dalam sambil terisak. "Maafkan Chandni, suamiku ...." Imdad menenangkannya dengan mengecup kening Chandni. "Jangan meminta maaf, sayang, itu bukan kesalahanmu. Cintaku padamu telah membutakanku. Aku rela berada dalam kegelapan itu asalkan kau menjadi cahaya laksana bulanku."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bercumbu dengan Bayangan

read
22.0K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
148.8K
bc

Saklawase (Selamanya)

read
68.1K
bc

Mrs. Rivera

read
47.2K
bc

Luna for the Alpha Rogues

read
12.4K
bc

I'm Not Rapunzel

read
83.3K
bc

Romantic Ghost

read
164.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook