Diam

2146 Words

Rasa perih di pipi tak seberapa perihnya jika dibandingkan dengan sakitnya hatiku ini. Saat dia yang kubela mati-matian, justru mengeluhkan pernikahannya denganku, dan menyesalkan kehadiranku di sisinya. Tidak itu saja, secara terang-terangan dia juga menganggapku tak lebih dari beban yang tak seharusnya hadir hidupnya. Ah, benarkah pernikahan ini mutlak sebuah kesalahan? Sepanjang jalan, kurasakan langkah kakiku bagai tak memijak bumi. Merenungi pernikahan yang tak seharusnya terjadi, hati dan pikiranku mendadak kosong. Perlahan, terbit juga sebuah sesal karena sebelumnya aku terlalu percaya diri sebab telah menjadi istrinya. Ya, nyatanya, keberadaanku sama sekali tak dianggap olehnya. Gelar istri yang kusandang sama sekali tak mempengaruhi apa pun. Aku tak dianggap. Dan rasanya … se

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD