Sepucuk surat

1416 Words
Elena terpaku ditepi kasur,air matanya mengalir dari sudut pipinya mengingat kejadian tadi pagi.Ia benar benar jijik pada pria itu,bahkan ia jijik pada dirinya sendiri. Ceklek suara pintu dibuka membuat Elena terkejut lalu ia menyeka air matanya dengan ujung bajunya.Seorang pria yang sangat Elena kenal datang membawakan makanan di atas nampan sedang berjalan mendekatinya. "Lucian kau?." Elena mengernyitkan dahi tidak mengerti. "Elena makanlah." Lucian meletakkan nampan itu di atas meja,lalu ia meraih kursi dan diletakkan dihadapan Elena, lalu ia duduk diatas kursi. "Kau menangis?" tanya Lucian menatap mata Elena yang sembab dan bulu mata yang masih basah. "Kau ada disini?kau...?". Lucian mengangguk, mengambilkan tisu yang ada di atas meja lalu memberikannya pada Elena. Lucian menatap Elena yang tengah menyeka air matanya, ada rasa iba dihatinya mengetahui apa yang sudah Reegan lakukan pada gadis yang ada dihadapannya, ada rasa rindu dan benci menjadi satu di hati Lucian.Tapi melihat keadaan Elena eperti ini membuat dia menurunkan rasa ego nya. " Elena" Ucapnya pelan. "Apa?" jawabnya lirih. "Kau mau pulang? Elena ertegun sesaat menatap Lucian,lalu ia mengangguk. "Bagaimana dengan..." "Biar aku yang bertanggung jawab, kau tidak perlu khawatir, aku akan mengantarkanmu pulang." Lucian berdiri dan melangkahkan kakinya, lalu ia balik badan menatap Elena yang masih terpaku. "Ayo." Elenamengangguk ragu lalu ia berjalan dibelakang mengikuti Lucian menuju halaman rumah. Elena berusaha menenangkan diri saat Lucian duduk disampingnya. "Pergilah sejauh mungkin,jangan ada dikota ini lagi." Ucap Lucian setengah berbisik ditelinga Elena Elena menatap Lucian sesaat setidaknya ada rasa empati dari pria ini. Lucian menurunkan Elema di gang sempit dan gelap tak jauh dari rumahnya. Ia berjalan lalu menoleh sesaat ke belakang menatap mobil yang ditumpanginya telah melaju.Lalu Elena berjalan lunglai. Ia bernafas lega telah keluar dari rumah terkutuk itu. Elena teringat ucapan Lucian yang memintanya meninggalkan kota ini, ia merasa apa yang dikatakan pria itu benar, mungkin dengan pindah kota ia bisa memulai kehidupannya yang baru tanpa seorang pun mengenalnya. Elena ersenyum tipis meyakinkan hatinya bahwa semua akan baik baik saja. Elena membuka pintu rumahnya yang masih menyala semenjak ia keluar dari rumah.Lalu ia melangkahkan kakinya.Tiba tiba seseorang dari belakang menubruk tubuh Elena dan memeluknya. "Elena.." Elema tertegun menatap jari jemari yang melingkar di pinggangnya. "Arga," ucap Elena dalam hati. Arga menangis menumpahkan rasa rindu dan rasa khawatir menjadi satu. Elena diam membeku mendengarkan kata kata yang keluar dari bibir Arga. Untuk kesekian menit Elema diam dan mendengarkan semua ucapan rindu,untuk sesaat Elena terhanyut hingga air mata mengalir. "Aku hampir gila mencarimu dari kemarin malam,kau pasti mengalami hal sulit ,maafkan aku yang tidak bisa menjagamu dengan baik," Arga menelan air ludahnya." Aku sangat merindukanmu,dan mencintaimu sebanyak yang ku punya,jangan pergi jauh dari ku lagi Elena." Elena melepaskan tangan Arga dari pinggangnya,lalu ia balik badan menatap Arga yang tengah menghapus air matanya. "Sudahlah,jangan menangis," Elemamemeluk Arga sesaat. " Aku tidak pernah jauh dari mu,aku selalu ada di sini." Elema meletakkan telapak tangannya di d**a Arga dengan tersenyum getir Arga meraih tangan Elena yang ada di dadanya,lalu mengangkat tangan Elena dan mengecupnya. Elena emperhatikan Semua yang Arga lakukan,ia tersenyum getir,hatinya terasa di iris.Menatap pria yang begitu tulus mencintainya,namun Elena tidak mungkin menerima Arga,terlebih apa yang sudah Reegan lakukan padanya tadi siang. "Duduklah,kau pasti lapar." Arga balik badan lalu keluar rumah,tak lama kemudian dia kembali dengan kotak makanan.Lalu ia merangkul pundak Elena berjalan ke ruang dapur.Arga menyuruh Elena duduk di kursi sementara Arga menyiapkan makanan di piring. Elena memperhatikan apa yang dilakukan Arga padanya, lagi lagi ia menarik nafas frustasi. Kembali ia teringat kata kata Reegan tadi siang, kini Elena tidak bisa bersikap acuh lagi,ia bertekad akan pindah ke kota lain,demi keselamatan Arga. "Kenapa kau bengong?." Tanya Arga lalu ia menyuapi Elena satu dua kali dia kemudian mengambil alih sendok dari tangan Arga lalu ia gantian yang menyuapi Arga dengan tangannya. "Ini untuk yang pertama kali dan terakhir,maafkan aku," ucap Elena dalam hati. Menatap wajah Arga yang terlihat bahagia. "Aku akan pertaruhkan nyawaku demi kamu ,aku janji pada diriku sendiri." ***** Pagi pagi buta, Elena mulai berkemas,ia memasukkan pakaiannya kedalam tas berukuran sedang,karena ia tak memiliki baju yang banyak.Lalu ia memasukkan kalung liontin ke dalam kotak dan ia masukan ke dalam tas,tak lupa ia menulis sebuah surat dan meletakkannya di atas meja.Setelah semua selesai ia bergegas keluar kamar,ia berjalan perlahan .Sesaat menatap tubuh Arga yang tertidur diatas kursi panjang di ruang tamu.Lalu ia bergegas keluar rumah. Tak lama Arga terbangun,lalu ia membuka matanya lalu ia duduk dan menoleh menatap pintu kamar Elena yang masih tertutup.Arga tersenyum,ia berinisiatif untuk membuatkan sarapan pagi buat Elena Lalu ia berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi,setelah itu ia ke dapur dan menyiapkan makanan. Beberapa menit kemudian Arga selesai,ia meletakkan roti bakar dan secangkir kopi panas di atas meja makan. "Sebentar lagi Elena bangun." Gumamnya pelan.Lalu ia duduk menunggu Elena bangun. Setengah jam berlalu,Arga melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 8:30. Ia berdiri dan menatap pintu kamar Elena. "Tumben belum bangun,apa dia kelelahan?." Ada keinginannya untuk membangunkan,tapi ia ragu.Lalu Arga berjalan duduk dikursi ruang tamu,memainkan ponselnya sembari menunggunya bangun. Berjam jam berlalu Arga mulai curiga,ia melirik lagi jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 11:30.Arga bangun lalu berdiri didepan pintu kamar , mengetuk pelan pintu kamar. "Elena..." Arga terus mengulanginya sampai berkali kali,namun tidak ada jawaban. Lalu Arga membuka pintu dengan ragu ragu,ia mengintip dari balik celah pintu kamar.Arga mengernyitkan dahi,ia tidak melihat Elena di dalam kamarnya,lalu ia membuka pintu lebar ,ia berjalan mendekati tempat tidur Elena yang terlihat rapi. "Kemana dia?." Lalu ia berjalan melihat ke kamar mandi yang terbuka, disana dia tidak ada. Arga mulai terlihat panik, ia balik badan dan hendak pergi keluar namun langkahnya terhenti melihat selembar kertas diatas meja,lalu ia mendekati meja dan mengambil kertas itu lalu membacanya. ***** Saat kau membaca surat ini,mungkin aku telah pergi jauh,jangan cari aku..aku baik baik saja.Terima kasih atas semua yang telah kau berikan padaku,jaga kesehatan jangan suka marah marah. Peluk sayang Elena *** Arga meremas kertas itu dan melemparnya sembarangan,lalu ia berlari keluar menuju halaman lalu ia naik ke dalam mobil miliknya. Arga menjalankan mobil dengan fikiran kacau dan perasaan yang tidak karuan. "Aku harus ke mana mencari kamu Sien?." Gumam Arga pelan,"aku harus menemui Samanta,mungkin dia tahu Elena berada." Arga menjalankan mobil dengan cepat ia berusaha menyalip mobil truk yang ada di depannya,namun mobil dari arah berlawanan melaju dengan sangat kencang membuat Arga banting stir ke kiri lalu menabrak mobil yang sedang menepi.Hingga mobil yang Arga kendalikan terseret jauh menabrak pembatas jalan. ***** "Tante,apa yang terjadi?."Samanta baru saja datang dan bertanya pada Mama Arga yang tengah menangis dilorong rumah sakit. " Arga kecelakan Sam." Ucap Mama Arga serak. "Bagaimana kejadiannya Tante?." Samanta matanya membulat,lalu memeluk Mama Arga,mengusap punggung Mama Arga pelan menenangkan.Lalu Samanta melepas pelukannya. "Tante juga belum tahu pasti Sam." Ucapnya terisak. "Samanta." Samanta menoleh menatap papa Arga yang baru saja datang setelah menanda tangani berkas berkas penanggung jawab semua biaya medis dan penentu hidup dan matinya Arga. "Bagaimana Om?." Tanya Samanta menatap Papa nya Arga. "Dokter akan melakukan operasi,dan semua tergantung dokter." Papa Arga duduk di samping istrinya lalu ia mengusap usap punggung istrinya. "Tante dan Om tidak perlu khawatir,Arga pasti baik baik saja." Mama Arga mendongakkan kepala menatap Samanta,ia berusaha mempercayai apa yang dikatakan Samanta.Lalu Mama Arga masuk ke dalam ruangan Arga bersama suaminya,di ikuti Samanta dari belakang. Samanta menatap Tubuh Arga yang terbaring dirumah sakit,ia tidak percaya dengan kejadian yang menimpanya,Suara Elektrodiagram terdengar beraturan itu tandanya masih ada kehidupan.Lalu beralih menata Mama dan Papa Arga yang terlihat sangat ketakutan kehilangan putra satu satunya. Entah berapa lama Samanta menunggu kedatangan Parel dan Elena sebelum Samanta berangkat ke rumah sakit,Samanta meminta Parel untuk memberitahu Elena,lalu ponsel milik Samanta berdering,ia mengangkat panggilan dari Parel.Samanta terkesiap mendengarkan penjelasan dari Parel tentang Elena bahkan Parel menemukan sepucuk surat dari Elena untuk Arga,sekarang Samanta paham mengapa Arga sepupunya mengalami kecelakaan,dia sangat mengerti betapa Arga sangat mencintai Elena,untuk pertama kalinya Arga begitu dalam mencintai seorang wanita. "Elena kamu kemana?," ucap Samanta lirih menatap Mama Arga yang terus menangis. "Tahu kah kau Si?pria yang selalu ada buatmu kini tengah berjuang meraih kesadarannya." Bulir air mata jatuh disudut mata Samanta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD