Keira menghela napasnya berat. Hari ini ia akan bertemu dengan Dean untuk menanyakan apa maksud dan tujuan Dean meneruskan rencana pernikahan mereka. Pria yang ditunggunya sudah ada di dalam restoran tempat mereka janjian bertemu. Pria tersebut melihatnya dan melambaikan tangan. Ia pun tersenyum, Dean memang pria yang tampan dan mempesona.
"Kamu datang juga," ujar Dean saat Keira berada dihadapannya.
"Kan, kita janjian bertemu jadinya aku harus datang menemuimu," ucap Keira dengan tersenyum.
Dean menatap wajah Keira. Senyumannya begitu tulus, ia ingin sekali melindungi wanita yang telah terluka hatinya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Dean.
"Minum saja. Aku sudah makan," jawab Keira.
Setelah memesan minuman mereka pun melanjutkan pembicaraan yang tadinya hanya basa - basi berubah menjadi lebih serius.
"Kenapa kamu malah menyutujui pernikahan ini Dean? Apa yang sebenarnya kamu rencanakan?" tanya Keira curiga.
"Tidak ada. Aku tidak merencanakan apapun, ini semua terjadi begitu saja."
"Atau apa maumu? Aku tidak memiliki apa yang harus aku bayar ke kamu. Aku ini hanya bisa saja, aku tidak kaya. Mobil masih kreditan, rumah ga punya, apartemen saja bayar sewanya patungan sama temanku. Jadi apa yang kamu harapkan ke aku, wanita yang tidak memiliki apapun."
"Ini bukan tentang uang. Aku memiliki uang yang tidak sedikit. Bahkan bisa membelikanmu mobil baru cash tanpa kredit. Aku juga bisa membeli satu apartemen agar lebih mudah aja."
"Jika memang bukan tentang aku lalu kamu maunya apa?"
"Hmm ... nanti aku pikirkan."
"Jangan kelamaan mikir nanti jadi lumutan."
Dean tertawa mendengar perkataan Keira. Gadis ini memang begitu menarik. Ia jadi penasaran dengan apa yang ada dalam pikiran Keira.
"Kenapa kamu malah menyetujui pernikahan kita yang sebentar lagi akan terjadi. Kok bisa seperti ini?"
"Sebenarnya ini hanya tentang orang tua. Aku hanya tidak ingin membuat kedua orang tuamu kecewa. Mereka sudah datang jauh - jauh ke Jakarta pasti akan sangat sedih kalau putri tunggalnya gagal menikah."
"Dan sekarang apa bedanya? Orang tua ku akan tahu semuanya cepat atau lambat, buat apa memberikan mereka harapan palsu kalau akhirnya hanya tetap akan membuat kecewa."
Pertanyaan Keira membuat Dean terdiam. Memang apa yang dikatakan wanita ini benar, ia bukan Cristo tapi Dean. Dean menatap wajah Keira yang terlihat tidak menyukai apa yang telah dilakukannya. Ia harus mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya.
Dean menghela napasnya. "Ayo kita menikah."
Keira membulatkan matanya. Ia sangat terkejut mendengar apa yang Dean ucapkan.
"Apa maksudmu mengatakan kita menikah? Kita baru mengenal 1 hari, aku tidak tahu apapun tentang kamu," ujar Keira tidak percaya.
Dean tersenyum. "Untuk mengenal seseorang aku pikir tidak perlu lama - lama. Aku akan memberitahukanmu siapa diriku."
"Bukan. Bukan seperti itu Dean! Aku tidak mungkin menikah dengan pria yang ...."
"Yang apa? Aku memang tidak terlalu baik, tapi aku yakin lebih baik dari Cristo."
Keira menatap Dean dengan tidak percaya, benarkah pria yang ada dihadapannya ini berkata dengan jujur? Ia sendiri pun tidak mudah percaya pada hal yang dianggapnya terlalu gampang untuk diucapkan oleh seseorang yang bahkan baru dikenalnya kemarin.
"Kita menikah. Aku akan mempersiapkan segalanya untukmu," ujar Dean dengan menatap mata Keira serius.
Lagi - lagi Keira sulit untuk mempercayainya.
"Mungkin kamu sulit untuk mempercayai perkataanku, tapi bagaimana kalau kita menikah kontrak," ujar Dean dengan memegang tangan Keira.
Keira dengan kasar menampik tangan Dean. Ia tersenyum sinis. "Kamu pikir pernikahan hanya untuk main - main?"
"Aku tidak menganggapmu mainan. Apa kamu ingin membahagiakan orang tuamu?" tanya Dean.
"Aku akan mempertimbangkannya," ujar Keira.
"Pernikahan yang sudah kamu rencanakan dengan Cristo tinggal berapa hari lagi? Apa kamu masih ada waktu untuk mempertimbangkannya?"
Keira menutup matanya. Benar yang dikatakan Dean, apa ia masih ada waktu untuk mempertimbangkan segala hal? Padahal tinggal 6 hari lagi pernikahannya akan dilakukan.
"Baiklah kita menikah sesuai keinginanmu, tapi hanya menikah kontrak tidak lebih dari itu," ucap Keira dengan tegas.
"Aku suka gaya bicaramu yang tegas. Wanita harus mempertimbangkan segala hal yang menyangkut kepentingannya."
"Sampai kapan kita menikah?"
"Wow, kamu sepertinya sudah tidak sabar untuk segera berpisah dariku. Menikah saja belum."
"Bukan seperti itu semua harus disesuaikan dengan apa yang akan tertuang di kontrak pernikahan kita nantinya. Aku tidak ingin terjebak dalam kesalahan yang sama."
"Aku akan liburan di Jakarta selama 2 sampai 3 bulan. Mungkin kita bisa bercerai saat itu."
"Maaf bukannya aku mau berbicara lancang, tapi di sini Indonesia menikah dalam 3 bulan lalu bercerai akan memperburuk keadaanku nantinya."
"Bagaimana jika setahun, aku nanti akan bolak balik Jakarta - Miami selama 6 bulan lalu kamu nanti tidak akan tahan dengan pernikahan jarak jauh. Kita bercerai dengan alasan jarangnya berkomunikasi dan pertemuan selayaknya pernikahan."
Keira terdiam mendengar perkataan Dean. Memang alasan jarak bisa menjadi alasan untuk berpisah. Ia lebih baik menyetujui semua yang ide Dean.
"Ok. Aku setuju. Tapi ingat kita hanya menikah kontrak tidak ada yang namanya lebih dari itu, aku tidak ingin kita melakukan hal yang selayaknya pasangan suami istri."
"Kita lihat saja nanti." Dean tersenyum dengan misterius.
"Apa maksudmu dengan senyuman yang aneh itu? Apa yang kamu pikiran tidak akan pernah terjadi!"
"Hmm, sepertinya kamu sudah memikirkan hal yang lain yaa padahal belum menikah loh. Kamu nakal juga ternyata."
Dengan kesal Keira memelototkan matanya membuat Dean tertawa. Ia suka reaksi Keira yang semakin menarik dan juga penasaran akan seperti apakah rumah tangga yang akan mereka lakukan.
"Kamu semakin menggemaskan, lucu, dan imut - imut."
"Imut ... imut. Sudah kayak semut aja"
"Besok aku akan menjemputmu dan orang tuamu yang ada di hotel ke rumahku. Ayahku ingin sekali bertemu sama kamu."
Keira mengernyitkan dahinya. Apa yang laki - laki ini pikirkan? Mereka hanya menikah kontrak jadi buat apa pakai bertemu dengan kedua orang tua mereka.
"Jangan mikir berat - berat ga baik. Santai saja sejenak. Ini sudah wajar deh dalam sebuah rumah tangga orang tua harus saling mengenal."
"Kita kan hanya menikah kontrak buat apa kenal - kenal segala."
Dean tersenyum menatap Keira. Mata berwarna coklat itu sangat cocok di rambut Keira semakin menunjang penampilan gadis yang tinggal beberapa hari lagi menjadi istrimu.
"Tolonglah mengerti keadaanku. Aku yakin semua akan berjalan sesuai dengan rencana asal kamu mengikuti semua rencanaku."
"Ok ... ok lah kalau begitu. Besok aku akan bertemu dengan Papa dan Mama di hotel, kamu tinggal jemput yaa."
"Siap Bos. Untuk kamu apa sih yang ga, kalau perlu bulan pun akan tunduk dipangkuanmu."
"Wah kalau bulan berat Dean yang ada paha ku malah hancur tak berkeping - keping."
Dean tertawa mendengar perkataan Keira. Memang gadis ini harus ia jadikan istrinya sebelum di kondol kucing garong lagi yang ingi mendekati wanitanya.