Part 35: Curiga

1934 Words
"Dipta." "Napa, Tante?" Dipta yang sedang asyik bermain game di tabnya segera beranjak berdiri saat mendengar suara tantenya di luar kamarnya. Dipta membuka pintunya dan melihat Freya berdiri di depan pintu kamarnya sambil mengusap perutnya yang sudah membesar. "Ada temanmu di ruang tamu, temui gih. Tante mau ke kamar," ujar Freya. Sengaja tidak menyuruh pembantu rumahnya karena ia sekalian menuju kamarnya yang tak jauh jaraknya dari kamarnya Dipta. "Jessi?" Dipta membungkukkan tubuhnya dan mengusap perut tantenya. Ia tidak sabar pula menunggu kelahiran si bungsu keluarga Garrick. "Sama ada Anya juga." "Oke, Tan. Dede jadinya cowok apa cewek?" tanya Dipta yang sudah menegakkan tubuhnya dan menatap tantenya yang tersenyum.. "Belum periksa lagi, besok mungkin." "Habis berantem sama Om Delmon?" "Enggak." "Yang akur lah tante, kasian dedenya lihat orang tuanya berantem terus." "Tante cemburuan ditambah lagi lagi hamil jadi makin cemburu dan ommu itu juga suka mancing-mancing." "Haha ya sudah Tan, aku mau ke bawah." "Iya, Dip." Freya mengangguk. Dipta pun turun ke lantai satu dan menuju ke ruang tamu dimna ada Jessi dan Anya telah menunggunya disana. "Dipta." Jessi tersenyum menyapa temannya yang baru saja tiba di ruang tamu. "Kalian kok gak kasih kabar dulu mau ke sini?" Dipta duduk di kursi single yang menghadap ke mereka. "Sengaja, buat kejutan aja," jawab Anya. "Ini dari kita." Jessi memberikan bingkisan berupa roti dan buah-buahan kepada Dipta. "Malah repot-repot juga ini, makasih ya udah datang dan bawa bingkisan buat gue." Dipta menerimanya lalu memanggil bibinya untuk membawa makanan ini ke ruang khusus penyimpanan makanan miliknya. "Sama-sama, santai aja kali Dip. Gimana tubuh lo udah gak remuk lagi?" tanya Anya pada Dipta. "Enggak, sebenernya biasa saja kok gue. Cuman om gue yang berlebihan sampai dibawa ke rumah sakit." Dipta menggelengkan dan menjelaskan kalau dirinya itu baik-baik saja. "Ya kan sapa tau ada luka di dalam tubuh lo Dip, mana lo kan dikeroyok posisinya dan om Delmon khawatir banget sebagai orang yang tanggung jawab kalau lo ada apa-apa," ujar Jessi. "Enggak papa kok gue, gue besok udah boleh masuk sekolah juga. Kangen jajan bareng sama kalian." Dipta terkekeh pelan sembari memperbaiki letak kaca matanya dan hampir merosot ke bawah. "Syukurlah kalau gak papa, gue khawatir banget jadi kesini mau lihat keadaan lo." "Makasih udah khawatirin gue." Dipta tersenyum lebar menatap Jessi dan Anya memperhatikan mereka yang saling melempar senyuman manis. Ada rasa cemburu dihatinya tapi ia sadar bahwa posisinya ini sebagai mendukung Dipta yang mencintai Jessi sejak lama. Anya berusaha mengikhlaskan hatinya demi melihat kebahagiaan di raut wajah Dipta. Makanya Anya mengajak Jessi ke rumahnya Dipta sebab Dipta lebih bahagia bersama Jessi dibanding dengannya yang nantinya Dipta kebanyakan bermain ponselnya sendiri. "Gue ada makanan kesukaan lo nih." Dipta meraih toples makanannya yang berada di meja ruang tamu terletak di depannya. Ia membuka toples itu lalu mengarahkan toples yang dipegangnya ke arah Jessi. "Choki." Mata Jessi berbinar melihat makanan berbungkus plastik dan berisi cokelat ditangan Dipta. Jessi pun mengambil makanan itu lalu menikmatinya. "Tau aja lo sama kesukaan gue." "Iya pasti tau, kita sudah dari lama bersama." "Iya bener, sebenernya gue habis belanja makanan dan beli ini juga kemarin tapi belum gue buka sih." "Gue juga sama, habis belanja kemarin lusa saat sebelum kita keluar bareng." "Gue belanja sama Abra, dibayari Abra semua padahal gue habisnya banyak. Mau gak enak tapi Abranya sendiri yang maksa dan pengen dia sendiri yang bayarin gitu." "Beneran itu?" Anya melongo mendengar Jessi yang bercerita kalau kemarin baru saja belanja bersama Abra dan semuanya dibayar oleh Abra. "Iya, dibayarin Abra semua. Gue ngerasa gak enak sih." Senyuman Dipta yang tadinya melebar kini sedikit diturunkan, sejujurnya tidak suka sekali mendengar Jessi begitu antusias ketika menceritakan kebersamaannya dengan dan Dipta merasa sejak adanya Abra, posisinya yang menjadi teman laki-laki Jessi yang paling tersingkirkan. "Lo kok pengen banget berteman sama Abra, emm maksud gue kok lo bisa segampang itu akrab sama Abra yang notebenenya orang baru di dalam hidup lo." Bukan Dipta yang menanyakan hal itu melainkan Anya dan Anya yang sangat peka sekali perasaan Dipta sekarang. Anya sempat melihat sekilas perubahan wajah Dipta ketika Jessi mulai menceritakan Abra soal kemarin. "Gue juga gak tau, tiba-tiba bisa seakrab itu sama Abra padahal dia termasuk orang yang baru dalam kehidupan gue. Tapi di mata gue, Abra punya daya tarik sendiri dan gak ada orang yang punya daya tarik seperti dia. Gue langsung suka dan tertarik dari awal karena daya tariknya itu. Maksud gue langsung suka itu kayak nyaman aja." "Bukannya lo pernah cerita kalau dia ini cuek dan bikin lo kesel terus?" Kini giliran Dipta yang bertanya. "Iya bener, dia itu cuek banget tapi dia juga perhatian banget kok." "Lo suka sama dia Jes?" Anya penasaran dan ingin tau siapakah sosok yang bakal singgah di hati Jessi nantinya. "Gue masih anggap dia teman sampai sekarang dan soal lebih dari teman, gue gak tau juga." Jessi salah tingkah dan tiba-tiba memikirkan Abra serta perlakuan Abra yang begitu manis kepadanya itu selalu membekas dihatinya. "Kayaknya lo mulai suka sama dia kan?" Anya sengaja menggoda Jessi agar Jessi segera mengungkapkan dirinya itu suka kepada siapa. "Lo hobby banget mojokin gue." Jessi mendorong lengan Anya saat temannya itu menyenggol lengannya berulang kali. "Ya kan gue penasaran, siapa cowok yang bakal ada dihati lo. Dipta atau Abra?" tanya Anya lagi pada Jessi. "Kok jadi gue?" Dipta berusaha menutup rasa gugupnya tatkala Anya menyebutkan namanya baru saja. "Tuh kan Dip, Anya memang cari gara-gara deh kan gue sama Dipta cuman temanan doang." Jessi mengerucutkan bibirnya kesal. "Oh temenan doang," ucap Anya seraya melirik Dipta dan Dipta tersenyum saja mendengar jawaban dari Jessi. Senyuman Dipta terkesan dipaksakan dan Anya tak tega melihatnya. "Iya, kita cuman temanan doang Anya." Dipta melirik Anya dan Anya tersenyum tipis. "Gue kiranya ya kalian cocok." "Cocok berteman." Jessi menyela. "Emm iya deh." "Lo suka banget masang-masangin orang, gue doain gantian lo pasangan sama Balder deh." "Heh gue gampar ya lo, enak aja main masangin gue sama cowok songong itu!" teriak Anya tak terima dan langsung emosi mendengar namanya dipasangkan dengan Balder. "Haha lo ini, suka masangin orang tapi dipasangin gak mau." Dipta menggelengkan kepalanya sambil tertawa. "Iya gue kan emang suka masangin orang selagi cocok dimata gue." Anya bersikap biasa saja meski merasa kesal mengapa harus Balder yang dipasangkan dengannya dan ia sangat membenci laki-laki songong tersebut. "Heleh, gue juga. Dimata gue, suatu saat lo sama Balder bakal saling jatuh cinta. Biasanya berawal dari benci turun ke hati." "Jessi, please deh gue gak mau sama dia. Jangan pasangin gue sama dia!" Anya memukul Jessi dengan menggunakan bantal sofa dan Jessi juga melakukan hal yang sama untuk membalasnya. "Kalian malah berantem sendiri." Dipta menggelengkan kepala melihat dua temannya yang sedang perang bantal. "Eh gue baru ingat sesuatu." Tiba-tiba perang mereka berhenti sejenak, Jessi teringat sesuatu tentang kejadian tadi di sekolah. "Apa Jes?" tanya Anya dan Dipta penasaran. "Siapa di antara kalian yang biasanya ngikutin berita?" tanya Jessi balik kepada mereka. "Dipta tuh, gue jarang buka berita." Anya menunjuk Dipta. "Gue akhir-akhir ini gak pernah lihat berita, lagian gak ada yang rame." "Ini bukan berita sekolah lho ya," kata Jessi. "Iya, gue gak pernah buka berita. Emang ada apa sih sama berita? Adakah berita yang lagi trending?" Anya makin penasaran dengan pemabahasan yang dibuka oleh Jessi. "Makanya gue tanya ke kalian, kalau ada berita trending kabarin ke gue." "Lo tiba-tiba bahas berita, gak biasanya lo tertarik sama berita di televisi atau sosmed." Dipta mengernyitkan dahinya menatap Jessi. "Emm ya gue tanya doang kok." Jessi menggaruk kepalanua yang tidak gatal dan apa yang dibahas ini malah dicurigai oleh kedua temannya. "Hayoloh ada apa? Jujur saja sama kita." Bujuk Anya supaya Jessi menceritakan apapun kepadanya sebab menurutnya, Jessi seperti sedang menyembunyikan sesuatu. "Gak ada apa-apa." Jessi berusaha berbohong namun nampaknya tak berhasil melabui teman-temannya yang sudah hapal dengan gerak-geriknya. "Kenapa lo kayak takut banget? Apa yang lo sembunyiin dari kita, kita berteman sudah lama jadi gak usah sok-sokan berbohong." Dipta ikutan membujuk Jessi dan gereget sendiri kalau Jessi berusaha menyembunyikan sesuatu darinya. 'Duh nyesel gue bahas ini tapi kalau gak dibahas, gue juga bingung sendiri'---batin Jessi. "Iya deh gue ngaku kalah dan gak bisa bohongin kalian." Jessi menghembuskan napasnya sebelum mengatakan hal tersebut. "Coba katakan, apa yang lagi lo pikirin dan apa yang lo pikirin itu menyangkut sama berita? Terus berita apa yang mau lo cari?" Anya mulai cerewet karena tak sabar mendengar penjelasan dari Jessi. "Bentar." Jessi mengambil ponselnya yang sebelumnya diletakkan di atas meja dan ia membuka salah satu situs berita seingatnya tadi. 'Beneran ini gak ya berita yang dilihat sama Abra?'--Jessi mendadak bingung sendiri karena takut salah sebab isi beritanya yang lagi trending itu sangat mengejutkannya. "Apa Jes?" Anya makin mendekatkan kepalanya ke arah ponselnya Jessi dan Jessi segera mendekap ponselnya. "Tapi gue takut salah sih." "Ngapain takut salah? Kita gak bakal nyalahin lo, justru kepo apa yang mau lo katakan ke kita dan gue harap lo jujur aja ke kita," ujar Dipta dan memilah kata saat mengucapkannya agar disisi lain Jessi bisa tenang karena ia melihat Jessi sedang merasa mencemaskan sesuatu. "Nah betul kata Dipta." Anya mengangguki ucapan Dipta. "Oke deh, tapi jangan ketawain gue atau yang lainnya. Please ini serius banget." "Siap siap." "Jadi gue tadi gak sengaja melihat apa yang lagi dilihat oleh Abra di ponselnya dan gue nemu logo berita yang biasa terpampang di televisi. Logo berita itu gak asing dan warnanya yang orange." "Yang bentuknya lingkaran?" tanya Dipta yang langsung paham apa yang dimaksudkan oleh Jessi. "Iya yang itu, sayangnya gue gak tau itu trendingnya yang mana. Rata-rat gue cek, beritanya semua isinya tentang keluarga Abraham alias Om Asher." "Bentar gue cek di ponsel gue." "Gue juga." Dipta dan Anya sama-sama ikut penasaran lalu melihat di ponselnya masing-masing dan benar ucapan Jessi kalau isi berita itu semuanya tentang keluarga Abraham. "Apa mungkin--emm gak deh." Anya menggigit ujung kukunya dan berpikir keras. "Kalian percaya kan kalau Felix masih hidup?" tanya Jessi pada kedua temannya. Dipta dan Anya pun saling pandang. "Iya, kita yakin banget kalau Felix masih hidup." "Apakah Abra itu Felix?" "Tapi agak aneh juga sih, kayak ada yang ganjal disini. Maksud gue tuh, jangan langsung menyimpulkan sesuatu yang belum benar pasti. Mungkin Abra gak sengaja lihat berita itu atau kalau enggak, dia lagi buka apa eh ada iklan berita itu. Bukan maksud apa gue bilang begini karena gue takutnya kita salah mengira dan lo makin sakit hati." Anya mencoba menenangkan Jessi dan sangat paham betul perasaan Jessi yang begitu merindukan teman masa kecilnya. Anya merangkul Jessi dan mengusap pundak temannya. 'Beruntung banget si Felix, segitu dikangenin sama Jessi'--ucap Dipta yang menahan rasa sesaknya didadanya setiap Jessi yang sedang merindukan sosok teman yang paling spesial dihidupnya. "Jangan nangis!" Anya yang merasa Jessi terdiam itu langsung sadar kalau Jessi akan menangis. Anya sudah menebak pasti Jessi akan bersedih hatinya jika sudah membahas Felix dan paling tidak bisa menahan tangisannya untuk tidak keluar begitu saja. Dipta beranjak berdiri lalu duduk di sebelah Jessi dan memeluk gadis itu. Dipta mengusap punggung Jessi yang bergetar. "Gue bakal cari tau tentang Felix semampu gue, Jes." Jessi tidak menjawab dan masih menangis di dalam pelukan Dipta. "Lo serius mau nyari Felix?" Anya diam-diam menepuk tangan Dipta dan Dipta meliriknya. Dipta memejamkan kedua matanya dan mengangguk. Meski tak yakin dirinya bisa menemukan keberadaan Felix sebab tak ada jejak apapun kepergian Felix sejak mereka masih kecil. "Emang bisa?" tanya Anya tanpa bersuara pada Dipta dan Jessi tidak tau menahu. "Enggak tau, tapi gue agak curiga." "Curiga? Sama siapa?" "Abra." Walau Dipta tampak banyak diamnya dan sesekali suka merespon pembicaraan. Bukan berarti ia acuh oleh keadaan sekitarnya dan Dipta selalu memperhatikan setiap detail siapapun orang yang berada didekatnya termasuk orang yang lagi dekat dengan Jessi. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD