BAB 10 - Equinot

1352 Words
Aku pergi meninggalkannya dengan senyum di wajah, Phil melirikku dari kaca spion yang membuatku spontan berdehem dan mengganti ekspresiku menjadi serius. Bertemu dengan Ana membuat moodku lebih baik. Ada notifikasi masuk ke dalam ponselku, sebuah foto dua orang pria yang diam-diam mengawasi gerak-gerik Ana, aku membiarkannya jika ia tak lebih dekat lagi untuk mengganggu Ana. “tuan Shitler menghubungi, ia menawarkan untuk diskusi lebih lanjut mengenai pembahasan kebun anggur.”ia masih tak menyerah untuk mengambil alih kebun itu, aku mendekatinya dulu untuk mencari informasi lebih dalam mengenai dirinya, mencoba untuk akrab untuk mengulik lebih dalam namun semua itu tak akan bisa berlanjut mulai dari sekarang. Sejak awal aku tak benar-benar berniat untuk memberikan kebun anggur itu padanya, kebun itu adalah kebun yang sangat ku inginkan 5 tahun lalu dan tidak berniat untuk ku lepaskan. Shitler mengincarnya, sangat. Hingga keinginannya yang menggebu-gebu membuatku curiga. Kebun ini sangta luas, tapi kupikir ada alasan lain yang sangat kuat hingga membuatnya sangat menginginkan kebun ini. Aku mengerahkan beberapa orang khusus untuk mencari tahu apa yang ada di tanah kebun itu, masih dalam tahap pencarian tapi sejauh ini mereka tak menemukan apapun dan aku masih menunggu untuk kelanjutan kabarnya. “tidak ada lagi pembahasan, aku sudah mendapatkan apa yang ku mau. Dan aku tidak akan melepaskan kebun itu. tidak akan pernah.” “tentu saja sir. Penjagaan di sekitar perkebunan juga sudah lebih di ketatkan untuk menghindari kemungkinan hal buruk yang bisa saja terjadi. Obsesi tuan Shitler cukup mengkhawatirkan.” “kau benar, jangan sampai mereka lengah.”kemungkinan besar sikapnya akan semakin menjengkelkan mengingat dia tak menyukai penolakanku untuk tidak menikah dengan putrinya. Jessica wanita yang sangat menjengkelkan. Ia dan ayahnya sama-sama memiliki obsesi yang tidak masuk di akal. ** "Tidak mau."kataku seraya menatap layar table yang berada di hadapanku. "Kau jahat sekali."kata Ana yang membuatku mendongak untuk menatapnya lagi. Ekspresinya terlihat kesal membuat keningku mengerut, aku tak ingin ikut campur dalam hal itu dan membiarkannya berusaha sendiri untuk bisa masuk ke sana. Leo memiliki kualifikasi dan standarnya sendiri dalam memanage Hotel dan aku suka caranya bekerja. "Aku memiliki orang-orang yang mengurus hal itu. Kau bisa ajukan dan bernegosiasi dengannya. Itu bukan ranahku untuk mengurusnya."aku serius dalam hal itu. "Tapi kau pemiliknya. Jika kau berkata ijinkan pernikahan atas nama Richard di Equinot pada bulan besok sesuai dengan permintaan nona Wren dari EO .."ucapannya terhenti ketika ponselku berbunyi, sekertarisku meneleponku. "Kirimkan salinan hardcopynya padaku, taruh saja di meja dan berikan note. Pisahkan jangan taruh bersama aku ingin melihatnya lebih dulu."Ana menyandarkan punggungnya di kursi dengan kedua tangan bersedekap, matanya melirik ke arah makanan malam tanpa minat. Ana terus melirik ke arahku, membuatku beberapa kali menatapnya, entah apa yang ia pikirkan saat ini aku tak bisa menebak jika aku mencoba untuk menebaknya, yang ada di dalam kepalaku ia merasa kesal karena aku tak mau ikut campur dan menghentikkan pembicaraannya mengenai Equinot. Setelah menelepon aku mengirim pesan, ada yang tidak bisa ku katakan di telepon karena ada Ana di hadapanku. Tiba-tiba saja pertanyaan Ana membuat pergerakan tanganku terhenti. Apa yang kupikirkan salah, bagaimana bisa ia mengatakan aku Gay! Haruskah aku menunjukkan padanya? Dia membuatku tersinggung sialan. Gay dia bilang! "Apa kau Gay?."pertanyaanku menghentikan perkataannya, pergerakan tangannya di ponselnya terhenti. Ia memandangku dengan ekspresi terkejut. Apa pertanyaan ini menyinggungnya!. "Tidak. Hanya tidak berminat untuk menjalin kasih."direpotkan dengan wanita dalam hubungan, aku tak pernah menginginkannya bahkan berniat untuk tetap melajang seumur hidupku. Jika aku menginginkan s*x maka aku bisa mendapatkannya tanpa harus menjalin hubungan. Hal itu akan lebih mudah dari pada tinggal dalam satu atap dengan wanita menjengkelkan yang merepotkan seperti Ana. Wnaita yang saat ini berada di hadapanku sangat-sangat merepotkan. Ana mengangguk-anggukan kepala dengan mimic wajah serius, mungkin kami memiliki pikiran yang sama. Tiba-tiba saja Ana mencondongkan tubuhnya ke arahku, berbicara dengan suara berbisik. "Aku mengerti. Kau bisa mengatakan nya padaku! Aku pandai menjaga rahasia." "Aku tidak Gay nona Wren."ucapku lagi, meyakinkannya. "Begitukah!."Ana terlihat tidak yakin dengan ucapanku. sebelah alisnya terangkat.   "Lucu sekali. Kau membicarakan sexsualitasku! Apa kau tersinggung karena aku berkata kau tidak boleh berdekatan dengan pria lain dulu."Ana terdengar tersinggung, ekspresinya berubah jengkel.   "Apa kau menyindirku! Aku bukan wanita liar yang tidur dengan sembarangan pria. Aku hanya ingin menjalin hubungan." "Kita sedang melakukannya sekarang." "Wuooohhh... entah kenapa aku tidak suka gagasan ini. Ini paksaan kau ingat. Kau menyandraku dan membuatku tidak bisa menolak karena takut di bunuh. Betapa malangnya aku terjebak di sini bersama seorang mafia."tiba-tiba saja suasana berubah canggung, kami berdua hanya diam saja dan Ana terlihat bingung. Ia memalingkan wajahnya menunduk seraya memainkan jari-jemarinya lalu melirik ke arahku lagi, menatapku dari balik bulu matanya.   "Anggap saja aku demikian. Habiskan makananmu."aku membiarkannya untuk mengatakan apapun. "Ayolah Tristan, aku sudah mengungumkan pada dunia jika kita berkencan, aku ke Equinot tadi dan mereka tahu aku adalah kekasihmu. Kau juga sudah menyeretku ke dalam hot topic pergosipan rekan-rekan kerjaku tentang hubungan kita. Kalau kau tidak membantuku tentang ini, kau akan membahayakan posisiku di kantor." "Itu bukan urusanku."Ana terlihat sangat frustasi membuatku menahan senyum.   "Apa yang kau inginkan? Aku akan menurutinya asalkan tolong aku untuk masalah ini. Kali ini saja Tristan. Aku tahu kau pria baik."Ana mengepalkan tangannya memohon, di atas meja dengan mata terpejam. Berharap dengan kesungguhan, mencoba untuk menyentil hatiku dan berharap mendapatkan simpati. Aku hanya menatapnya, melihat apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Ujung bibirku tertarik, sikapnya membuatku sulit untuk menahan tawa, apalagi mendengar kalimatnya barusan. Pria baik dia bilang. Aku menyandarkan punggungku pada kursi dengan kedua tangan bersedekap, masih melihatnya yang masih memohon-mohon. "Kau yakin mengatakan aku pria baik!,"ucapku, Ana terlihat bingung dan ragu, ia hanya asal bicara untuk menarik simpatiku. Aku mencondongkan tubuhku ke arahku dan berbisik. "Kau harus menilai lebih dalam nona Wren. Aku tidak sebaik itu." Setelah mengatakan hal itu aku beranjak berdiri, meninggalkan Ana yang masih berada di ruang makan, makan malamnya belum habis dan dia harus menghabiskannya sebelum kembali ke kamarnya. Aku benci seseorang yang tidak menghabiskan makanannya. "Kau akan membantuku tentang Equinot kan?."Ana berteriak mengingatkanku lagi, namun suaranya yang keras terdengar sebagai pemaksaan yang ingin di wujudkan. "Tidak."kataku lagi. "Hebat. Dia pelit sekali."ucapnya yang terdengar olehku sebelum pintu ruang kerjaku tertutup dengan rapat. Gerutuannya membuat bibirku tersenyum. ** Ana Wren wanita yang merepotkan, secara sengaja ia mencoba untuk melawanku. Ia melanggar apa yang ku katakan, diam-diam pergi ke Club di lihat dari gpsku sebelum mendapatkan info dari anak buah Phil yang diam-diam mengawasi Ana, ponselnya bergerak menjauh sebelum aku sampai di depan kantornya. Wanita itu bahkan tak memberikan pesan untukku. Ia singgah di salah satu Clubku, mengetahui keberadaannya berada di dalam urang lingkupku aku meminta fotonya dan foto itu diberikan secara cepat, Ana bersama dengan teman-teman kantornya. Ketika sampai di sana aku berdiri melihat ke arahnya dari jauh, mengawasi. Ingin tahu apa yang akan ia lakukan, Ana terus minum bahkan Niel sudah mencoba untuk menghentikkannya. Melihatnya dari sini membuatku kesal. hampir saja aku menghampirinya dan berniat untuk menyeretnya pergi dari sini. Ana harus mendapatkan hukuman karena berani mengabaikan perkataanku. Niel adalah teman yang cukup bisa di andalkan, aku bisa melihat nya dari sini khawatirannya pada Ana, kejengkelanku terbit melihat Ana sangat sulit di atur. Aku ingin menghampirinya dengan segera menyeretnya keluar dari sini. "APA! AKU TIDAK DENGAR!."suara Ana sedikit terdengar dari tempatku berdiri, ia berjalan menuju ke tengah-tengah lantai dansa, aku tak bisa menhana diri lagi. wnaita itu mabuk dan dia snagat bodoh untuk sekedar berdiri dengan tegap.  Ia menari dengan kondisi mabuk total. Rasanya aneh melihatnya seperti ini, aku melihat Niel yang ingin menghampiri Ana namun pergerakannya terhenti ketika melihatku. “tolong dia.”gerakan mulut Niel berkata seraya menunjuk Ana. Ia mempercayakan wanita itu padaku, dan tentu saja aku akan membantunya. Betapa baiknya aku melakukan hal ini, jika dia orang lain aku tidak akan pernah mau melibatkan diriku sejauh ini. Aku menahan lengan Ana ketika tubuhnya limbung karena menari seperti orang gila, aku belum pernah melihatnya seperti ini, ia bisa mabuk juga. Kupikir ia tak akan pernah mau mabuk-mabukan seperti ini. Dia membuatku kesal bukan main. "Kau suka sekali membuatku kesal nona Wren."Kedua mata Ana mengerjap, mencoba untuk membuka matanya yang sayu lalu tiba-tiba ia tak sadarkan diri. Helaan nafas kesal lolos dari bibirku, Ana Wren mati kau.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD