Avelyn memasuki gedung agensi model dan bertemu dengan resepsionis yang berada disana, Avelyn mengucapkan bahwa dia ingin bertemu dengan pemilik agensi tersebut. Pihak dari resepsionis itu, terlihat langsung menghubungi seseorang, setelah sambungan terputus, wanita resepsionis itu menyuruh Avelyn untuk mengikutinya, bertemu dengan pemilik agensi tersebut.
Wanita resepsionis itu mengetuk pintu yang langsung dijawab oleh orang yang ada di dalamnya. Mereka terlihat sedang berbincang yang tidak dapat didengar sama sekali oleh Avelyn, hingga akhirnya wanita itu melenggang pergi meninggalkan Avelyn dan pemilik agensi tersebut. Avelyn sendiri memberanikan diri untuk memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuannya karena telah datang ke kantor tersebut.
Memiliki kecapakan profesional dalam hal berbicara, serta postur tubuh yang proporsional juga dengan kaki jenjangnya, serta kulit putih bersih yang terawat, rambut panjang dan lebat hingga membuat pemilik agensi itu terpikat. Alex, nama dari pemilik agensi tersebut. Itu awal bagi Avelyn untuk masuk ke dalam kehidupan seorang Alex dan mengusiknya.
Dengan melihat tampilan serta bakat yang ada pada diri Avelyn. Tanpa berpikir panjang lagi, Alex langsung menyetujui permintaan Avelyn untuk bergabung dalam agensinya. Disamping itu juga Alex memang benar-benar sedang mencari model pengganti untuk produk barunya.
Alex menyerahkan kontrak kerja kepada Avelyn. Disana tertulis Avelyn harus bekerjasama, selama 2 minggu dan hanya sebagai pengganti.
Dua minggu sudah berlalu Avelyn menyamar sebagai model dari agensi yang Alex pimpin. Tugas dia menjadi model pengganti sudah berakhir, kini saatnya dia menjalankan tugas selanjutnya dari Theodor.
Hari ini adalah hari terakhir pemotretan dan baru selesai pada jam 10 malam. Avelyn mengecek ponselnya dan mendapatkan notifikasi dari Theodor, bahwa dia harus bisa membawa Alex ke bukit Alesano yang terletak di daerah Bogor Jawa Barat, di sana dia harus menyerahkan Alex pada Theodor dan saudaranya.
Avelyn melihat Alex yang kini tengah sibuk di ruang pribadinya. Dengan begitu lancangnya dia memasuki ruangan tersebut.
“Maaf Pak, saya mengganggu waktunya.”
“Iya Avelyn, ada apa memangnya?”
“Kelihatannya ... Bapak begitu stres mengerjakan berkas-berkas itu.”
“Yah, begitulah seperti yang dilihat.”
“Eehh ... begini Pak pemotretan saya sudah selesai di kontrak ....”
“Oh kamu mau minta gaji kamu ya, yang empat puluh persen udah saya transfer diawalkan dan tinggal sisanya saja. Nanti saya transfer sisanya ya,” potong Alex.
“Tidak tidak, tidak Pak - bukan seperti itu, maksud saya ...,” Avelyn mencoba berpikir. “Apakah Bapak tidak keberatan jika saya mengajak Bapak ke suatu tempat, untuk menghilangkan rasa lelah Bapak? Maaf ... telah lancang berbicara seperti ini.”
“Ohhhh begitu ... kamu benar Avelyn, tubuh saya butuh istirahat, berhari-hari saya bekerja dan bahkan tidak pulang sama sekali, hanya untuk menyelesaikan ini semua. Ya sudah ayo kita jalan bersama.”
“Bapak yakin tidak apa-apa jika jalan bersama saya?”
“Lah, memangnya kenapa?”
“Apakah nanti tidak ada yang marah?”
“Kenapa kamu baru bertanya seperti itu, setelah saya setujui?”
“Iya juga ya Pak, ya sudah nggak jadi ngajak Pak, nanti ada yang marah.”
“Tidak Avelyn! Saya ini single, jadi tidak mungkin ada yang marah.”
“Ya sudah baiklah Pak, hayo ....” Avelyn antusias dan tersenyum sangat lebar.
Mereka berjalan beriringan memasuki lift. Kantor sudah sepi tidak ada karyawan ataupun para model lainnya. Keadaan di basemant juga, hanya ada mobil Alex.
“Avelyn, enaknya kita kemana?” tanya Alex ketika di tengah perjalanan.
“Bagaimana kalau kita, ke rumah makan lesehan yang ada di Bogor itu. Baru buka beberapa bulan ini sih Pak, tapi itu benar-benar terkenal banget makanannya enak, dan sampai trending nomor satu seindonesia loh Pak..”
“Benarkah? Ok kalau gitu kita ke sana.”
Alex menancapkan gasnya membelah jalanan Ibu Kota pada malam hari. Kurang lebih 2 jam akhirnya mereka sampai di tempat rumah makan yang telah disebutkan oleh Avelyn. Makan malam mereka berjalan dengan lancar, Avelyn yang sudah mendapat teror dari Theodor yang mengatakan bahwa dia harus segera membawa Alex ke Bukit Alesano yang kebetulan dekat dengan rumah makan lesehan itu.
“Pak, boleh tidak sebelum pulang, kita mampir dulu ke Bukit Alesano?”
“Apakah tidak besok saja Avelyn? Ini sudah larut malam!”
“Saya sudah lama tidak mengunjunginya, saya ingin sekali kesana. Boleh ya Pak?!” Alex menyerah dan mengiyakan permintaan Avelyn.
Diperjalanan Avelyn bercerita banyak tentang kehidupannya agar suasana selalu tercairkan. Sungguh Alex benar-benar tidak curiga sama sekali dengan gelagat Avelyn.
Avelyn memegang tangan kanan Alex yang tidak digunakan untuk menyupir. Avelyn membawa tangan itu ke atas pahanya dan menggesekan tangan Alex pada pahanya yang hanya tertutup oleh rok pendeknya.
Alex kaget atas perlakuan Avelyn, Alex mencoba menarik tangannya namun ditahan oleh Avelyn.
“Kenapa Pak, tidak suka ya?”
“Bu-bu ... bukan gitu, ini nggak baik Avelyn kalau kamu kaya gini saya bisa terangsang!”
“Saya kangen banget dibelai kaya gini Pak.” Avelyn merabakan tangan Alex di atas pahanya dan naik pada miliknya.
Avelyn harus bisa memancing Alex untuk percaya padanya, agar Alex tidak curiga pada apa yang akan terjadi nanti padanya.
Alex menahan setengah mati rasa gairah itu. Bodoh jika dia melewatkan kesempatan itu, sudah lama juga dia tidak melakukannya semenjak putus dengan sang pacar. Alex mempercepat kemudinya untuk sampai di bukit sana. Agar dia dapat menyalurkan kegairahannya.
Suasana diatas bukit sana, begitu sepi dan sunyi tidak orang satu-pun kecuali mereka berdua. Sesuai yang sudah direncanakan sebelumnya, Avelyn harus menyerahkan Alex kepada Theodor dan saudaranya.
Malam itu pun tiba, waktu dimana aksi harus dilakukan!
Mobil Alex sudah berhenti tepat di atas bukit sana. Mesin mobil itu sudah dimatikan oleh Alex.
“Avelyn,” panggil Alex.
Avelyn berbalik memandang Alex dan langsung disergap oleh cumbuan mautnya Alex. Alex melahap habis bibirnya, 'kenyal dan manis'. Alex menggigit kecil bibir Avelyn, dengan sekilas, lidahnya menyapu semua rongga mulut Avelyn. Avelyn membalas ciuman itu.
Dari Awal dia masuk ke agensi tersebut Avelyn tidak bisa mengbohongi dirinya, bahwa dia sendiri telah terpesona akan ketampanan seorang Alex. Dia ingin merasakan kenikmatan bersama Alex sebelum mati dibunuh oleh Theodor sang Iblis.
Mereka memperdalam ciumannya, tangan Avelyn dia gantungkan pada leher Alex. Ciuman itu berpindah pada leher Avelyn. Tangan Alex meraba p******a Avelyn, dari luar baju Avelyn, tanganAlex itu meremas p******a miliknya.
Desahan demi desahan keluar dari mulut Avelyn. Avelyn pun tidak mau kalah dari Alex. Ia memijit perlahan punggung Alex. Hingga Avelyn benar-benar melupakan tugasnya dari Theodor. Persetan kalau nanti Theodor marah padanya dia tidak peduli, saat ini kenikmatan lebih penting dari tugasnya.
Tangan kanan Alex turun kebawah, menuju paha Avelyn, diangkat rok pendek itu dan terlihatlah celana dalam Avelyn berwarna merah maroon yang berenda.
Diusaplah milik Avelyn dengan celana dalamnya yang masih terpakai. Dimasukan tangan itu melalui celah samping celana dalam. Diusaplah secara perlahan dan lembut, tidak mau menyakiti Avelyn, dimainkan klitorisnya, dan dalam satu hentakan dia masukan dua jarinya ke dalam v****a milik Avelyn. Dimemainkan jarinya didalam sana.
“Ahhh, yahh seperti itu,” desah Avelyn.
“Ahh lebih dalam lagi ... Ahh” racaunya
Alex memaju mundurkan jarinya di dalam sana, mempercepat gerakannya.
“Mpmmppp ....” Alex mengulum kembali bibir Avelyn. Dengan tangan yang masih setia di bawah sana. Tangan satunya dia gunakan untuk masuk kedalam baju Avelyn mencari gundukan yang ada didalam sana. Meremas serta memelin putingnya.
Drrrrrrt ... drrrrrttt ... drrrrrttt ....
Suara ponsel milik Avelyn terdengar begitu nyaring menganggu aktivitas yang sedang dialaminya.
Kegiatan mereka berhenti, Avelyn mengangkat telponnya. Tapi tangan Alex masih setia bermain pada klitorisnya.
“Halo,” ucap Avelyn.
“Siapa yang menyuruhmu menjadi bict?! Kamu telah banyak membuang waktu. Kamu tau waktu itu penting bagi saya!” suara seberang sana.
“Ia ia, saya akan segera pulang, bersabarlah.”
Tutttt tuttt tuttt ....
Sambung diputuskan dari lawan bicaranya.
“Ada apa?” tanya Alex. Dia sudah menghentikan kegiatannya. Avelyn turun dari pangkuan Alex dan duduk kembali di samping kemudi.
“Ibu saya menelpon, dan saya harus segera pulang,” bohong Avelyn.
“Ya sudah kita pulang, saya antar kamu pulang.”
“Tapi ....” Avelyn menggantungkan ucapannya.
“Tapi apa? Jangan bilang Kamu masih mau main, tenang saja sayang masih banyak waktu untuk kita menghabiskan waktu bersama. Bahkan saya rela tidak lembur hanya untuk bersamamu.”
“Bukan begitu, saya hanya ... kebelet-pipis.” Avelyn menundukkan wajahnya agar terlihat malu.
Alex tertawa mendengar ucapan Avelyn, “Hahahaha ... kamu itu ada-ada saja.”
Sebenarnya Avelyn berbohong, itu hanya akal-akalannya saja, agar dia bisa keluar dari mobil dan meninggalkan Alex sendirian yang masih berada didalam mobil itu.
“Ya sudah hayo kita cari toilet dulu.” Alex hendak menyalakan mobilnya.
“Ahh kelamaan saya sudah kebelet, saya akan cari semak-semak saja. Saya hanya keluar sebentar.”
“Saya antar.”
“Tidak usah! Saya janji hanya sebentar saja ko.”
'Berhasil' Avelyn keluar dari mobil tersebut, dan dia langsung mencari keberadaan Theodor dan saudaranya. Akhirnya dia menemukan keberadaan mereka, yang berada di balik pohon besar di samping kanannya. Dia berjalan mendekati kearah mereka.
“Kenapa kamu lama sekali keluar dari mobil?” tanya Jeff.
“Tadi saya ketiduran dan Alex tidak berani membangunkan,” jawab Avelyn.
“Kamu berbohong pada orang yang salah, setelah ini kamu akan mendapatkan balasan atas perlakuanmu itu,” ucap Theodor.
Theodor dan saudaranya sudah memakai pakaian penutup wajah dan sarung tangan agar tidak meninggalkan jejak apapun nanti.
Theodor berjalan lebih dulu untuk mendekati sasarannya yaitu Alex. Avelyn tidak berani mendekat untuk menyaksikannya, dia hanya akan menunggu di balik pohon besar tersebut.
Alex keluar dari mobil, setelah menunggu Avelyn yang tidak kunjung datang. Dia khawatir jika terjadi apa-apa pada Avelyn. Lewat sorot matanya Alex menjelajah menelusuri bukit itu.
“Avelyn lama sekali,” ucap Alex.
Bught
Alex tersungkur setelah mendapatkan tendangan dari arah belakangnya. Dia bangkit dan melihat tiga orang dengan pakaian serba hitam.
Mereka adalah Theodor dan saudaranya. Theodor tidak membawa apa-apa, sedangkan Jeff membawa pisau ditangannya, begitupun dengan Erland yang membawa sebuah kotak hitam yang lumayan besar, berisi alat-alat yang akan digunakannya nanti.
Jeff memainkan pisau ditangannya memutar serta menerbangkan, dia sangat lihai dalam memainkan pisaunya itu.
“Apa yang akan kalian lakukan! jangan macam-macam sama saya, atau saya akan laporkan pada polisi.”
Alex mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu, serta mengangkatnya ketelinga. Dia berusaha menghubungi seseorang di sana, dan itu langsung di tendang oleh Theodor, ponsel itu jatuh ke tanah lalu diinjak hingga retak oleh Theodor.
“Jika kamu tidak mau diusik, maka jangan mengusik terlebih dahulu,” ucap Theodor.
“Kalian ini siapa?”
“Anggap saja kita adalah malaikat maut yang akan mencabut nyawamu.” Erland berjalan mendekati Alex.
Alex menyerang terlebih dahulu dengan memukul wajah Erland, membuat sang empu itu menggeram.
“Cuih ....” Erland meludah.
“Satu pukulan maka akan kau dapatkan satu tusukan, begitupun dengan pukulanmu selanjutnya,” celoteh Erland dengan smirknya.
Alex kembali menyerang namun serangan itu meleset dan mendapatkan sayatan pada lengannya, akibat ulah Jeff.
Erland maju membantu Jeff dengan menendang kaki Alex dari arah samping, membuat Alex berlutut dihadapan Jeff, dan dari arah depannya juga Jeff menendang wajah Alex hingga keluar darah dari mulutnya.
Theodor hanya menyaksikan kehebatan aksi saudaranya dalam membuat orang lain sengsara. Jeff kembali menyayat pada bagian lengan lainnya.
“Ahh ... tolong jangan lakukan lagi. Apa yang kalian inginkan dari saya? Katakan saja maka saya akan turuti keinginan kalian,” paraunya.
“Kami hanya ingin melihatmu mati ditangan kami, apa itu akan kamu turuti?” ucap Jeff.
“Jangan itu, tolong mintalah yang lain.”
“Ahh- berisik, banyak omong!”
Erland memukul perut Alex berulang dan menendang hingga membuat Alex terlentang di tanah.
Jeff mendekati Alex menyayat kakinya dengan pisau tajam miliknya menciptakan darah segar yang mengalir.
Alex menendang pisau itu, hingga pisau itu jatuh ke tanah, membuat emosi Jeff menyulut. Segera diambil pisau itu dan langsung ditusukan pada bagian perut Alex berulang.
“Ahh ....” Alex langsung memegang perutnya yang sudah berdarah.
Erland kembali menendang wajah Alex yang sudah babak belur. Jeff kini beralih menusuk pada bagian leher Alex, hingga perlahan Alex mulai kehilangan kesadarannya karena banyak mengeluarkan darah.
Kini giliran Theodor untuk membedah bagian dalam tubuh Alex. Erland memberikan pisau khusus untuk pembedahan pada Theodor. Sudah ahlinya bagi Theodor untuk mengambil organ tubuh manusia seperti itu.
Dengan berbekal pisau, Theodor menyanyat tubuh Alex tepat pada bagian ginjalnya membuat darah itu keluar semakin deras. Setelah tuntas penyayatan terlihatlah ginjal itu, Erland menyerah kembali dua pisau yang mirip seperti capitan, dengan sangat hati-hati Theodor memutus bagian saluran yang menghubungkan dengan item lain. Secara perlahan Theodor mengambil ginjal tersebut dan langsung dimasukan ke dalam sebuah tabung yang sudah disterilkan terlebih dahulu yang langsung dimasukkan kedalam kotak khusus.
Kedua ginjal itu diambil secara bergilir. Setelah ginjal dilanjut dengan jantung serta paru-paru yang akan diambil. Erland tidak diam begitu saja, dia juga mengambil pisau khusus yang sangat kecil untuk menusuk retina mata Alex untuk segera dikeluarkan. Begitupun dengan Jeff, dia memotong jari tangan serta kaki Alex.
Avelyn masih setia pada persembuyiannya dibalik pohon, meskipun dia sering melihat adegan seperti itu. Tapi masih tetap saja, dia akan merasakan mual.
Pada saat pertama kali melihat aksi Theodor dan saudaranya seperti itu, dia langsung jatuh pingsan, tapi berjalannya waktu, dia sudah terbiasa akan hal itu dan hanya akan mual saja atau mungkin dia akan lebih memilih untuk tidak melihatnya.
Theodor dan saudaranyanya sudah selesai menyelesaikan aksinya, semua tanda pengenal pun sudah dibersihkan dari sana. Merekapun pergi meninggalkan Alex seorang diri.
Sesuai skenario yang sudah dirancang dalam adegannya. Avelyn kembali sesaat setelah Theodor dan saudaranya pergi dari penglihatannya.
“Astagaaaa Alex ....” Avelyn harus berpura-pura kembali tidak mengetahui apa-apa, karena dibagian mobil ada CCTV yang mengintai.
Avelyn mengeluarkan ponselnya dan menghubungi polisi untuk segera datang.
Tidak butuh waktu lama untuk polisi itu datang, dan Avelyn mulai berdrama menangis untuk meyakinkan para polisi, dan menjelaskan karangan palsu yang telah dibuatnya.
Setelah menjelaskan Avelyn diantar pulang oleh polisi ke sebuah hotel dekat bukit daerah itu, dengan alasan dia ingin segera beristirahat dan menghilangkan sedikit trauma yang baru dilihatnya.
Avelyn memesan satu kamar untuk bermalam di hotel tersebut. Avelyn segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan melupakan semua kejadian yang telah dilewatinya, menutup semua lembaran hari ini yang telah usai berlalu
Setelah selesai mandi Avelyn mengecek ponselnya dan mendapatkan notifikasi dari Theodor bahwa besok dia akan menjemputnya.
Alex adalah anak dari seorang konglomerat. Orang tua Alex adalah salah satu yang diburu oleh Theodor untuk membalaskan dendam kedua orang tuanya. Bagi Theodor nyawa akan selamanya dibayar dengan nyawa, dan bagaimanapun caranya orang-orang itu akan mati ditangannya sendiri.