EPISODE 9 : Siren ( Part. 2 )

2191 Words
Kali ini, gantian Diana yang hanya mengangguk sambil tersenyum. DOOORRR... suara tembakan begitu keras berdentum. Pundak kiriku terasa sangat panas sekali. Ah sial, rupanya pundak kiriku tertembak. Aku lengah, disaat begini aku terlambat menyadari aura membunuh besar yang berasal dari... Lina. "Cukup...cukup! Aku sudah muak melihat bapak wakil direktur sombong merasa tinggi hari karena dipuja-puja oleh konco-konconya! Sekarang, akan kubunuh kalian semua, dan aku akan menjadi direktur teknologi perusahaan, karena tidak ada lagi kandidat yang tersisa. HAHAHAHA!" Teriak Lina. Yah, dari semua orang yang ada, ternyata si Lina ini yang berhasil menembakku. Aku betul-betul tidak rela bisa kena tembak oleh orang seperti dia. "Akan kumulai dari p*****r ini!" Teriak Lina sambil menodongkan pistolnya ke kepala Erna. DOOORRRR... tembakan dari belakang berdentum, dan mengenai pistol yang digunakan oleh Lina sehingga pistol itu terlepas dari genggamannya. "Lina. Kalo emang ada masalah, sini. Bakalan gua sumpel mulut lo pake sepatu gua." Kata Diana, sambil melangkah pelan maju kedepan. "Diana! Orang paling sok jaim, sok pintar, dan sok cantik! Muka lo tuh yang bakalan gue bonyokin sampe nggak berbentuk!" Teriak Lina. "Let's see how well you do it. (Mari kita lihat seberapa bisa kamu bikin mukaku bonyok.)" Kata Diana sambil berlari. Lina pun berlari kearah Diana. Lina ahli karate, sedangkan Diana ahli freestyle tendangan. Ckckck, pertempuran antar wanita, aku paling ogah berkecinampung didalamnya. Saat jarak mereka sudah mendekat, Diana memutar tubuhnya, aku duga untuk melancarkan tendangan berputarnya. Sedangkan Lina menyiapkan pukulannya. Sesaat pukulan mereka hendak mengadu, tiba-tiba Yuna sudah ada ditengah-tengah mereka, dan menangkap pukulan Lina dan kaki Diana. "Lah! Kali ini sekretaris p*****r ikut-ikutan! Sini, bakal gue matiin lo berdua sekaligus!" Teriak Lina. Jujur, aku marah sekali saat Yuna dikatai begitu oleh Lina. Rasanya aku ingin maju dan menghabisi Lina. "Tahan pak." Kata Yuna. Oh, dia menyadari aura membunuhku ya? "Ci Diana, tolong mundur. Biarin aku yang ngadepin dia." Kata Yuna. Diana tampak tidak bergeming, dan tidak juga melepaskan kakinya. "Aku mohon, ci." Kata Yuna. Akhirnya Diana melepaskan kakinya, yang juga dilepaskan oleh Yuna, dan berjalan kembali kearah kami. "Semua orang disini punya keinginan yang sama kaya kamu oi." Kata Fera. "Aku mohon, Mbak Fera. Aku bener-bener mohon, tolong biarin aku yang ngadepin dia." Kata Yuna. Fera terlihat tidak senang. Tapi, Diana langsung menepuk pundaknya dan tersenyum puas, tanda untuk membiarkan Yuna menghadapinya. "Rendah amat temperamen kamu! Baru dikatain sekretaris p*****r, udah ngambek!" Kata Lina. "Nggak, bukan karena itu." Kata Yuna. "Lah! Habis??" Tanya Lina. "Aku cuma gak terima kamu ngatain Pak Jent itu bodoh, lemah, payah, dan tinggi hati. I can assure you, you will pay with your life. (Aku bisa menjamin, kamu akan membayarnya dengan nyawamu.)" Kata Yuna, sambil memancarkan aura membunuh yang sangat membara. Aku sangat terharu dengan ucapan Yuna. Tidak disangka, disaat aku betul-betul terpuruk akibat perselingkuhan si Erna, ternyata teman-temanku tidak meninggalkanku. Bahkan Yuna begitu mencintaiku dengan segenap hatinya. Diana, Fera, dan Abby yang semula kukira adalah lawanku, ternyata mereka adalah kawan-kawanku yang paling setia. Inikah sebabnya mengapa takdir mengatakan bahwa Erna itu harus selingkuh? Agar aku dapat melihat dengan lebih jelas bahwa aku masih punya banyak orang yang sangat setia kepadaku. Aku lihat kedepan, Yuna pun sudah memasang kuda-kuda, begitu juga dengan Lina. Semula, aku berpikir bahwa pertempuran Lina dan Yuna akan berlangsung lama, karena dapat kukatakan bahwa mereka itu sama kuat, bahkan Lina cenderung lebih kuat akibat kurangnya pengalaman Yuna. Lina mulai berlari dan hendak memulai serangan pertama. Yuna hanya diam saja tidak bergeming. Saat Lina sudah dekat, Yuna langsung menjadikan kedua tangannya sebagai tumpuan untuk menopang tubuhnya menggantikan kedua kakinya, sementara kedua kakinya langsung menyambar leher Lina dan kemudian mengapitnya. Tangkapannya pas sekali, dan Yuna langsung menjatuhkan tubuh Lina ke lantai, tetap dalam posisi mengapitkan kedua kakinya ke lehernya. Lina tampak kesakitan dan kesulitan untuk melepaskan kedua kaki Yuna. "Hekkhh... Anjwwiinggg... Bwwaannggswaatt..." Kata Lina yang sangat susah bicara karena lehernya tersedak. "Any last word? (Ada kata-kata terakhir yang mau diucapkan?)" Tanya Yuna. "Wwwwooiii... twwuunnggguuuu... dweenggweeerinn gwwuuaaa..." Kata Lina. KRAK... begitulah suara leher patah yang ditimbulkan akibat kedua kaki Yuna memuntir leher Lina ke arah samping. Lina pun langsung tidak bernyawa. Setelah itu, Yuna pun bangkit berdiri dan berjalan kearah kami. Amazing. Biasanya ketika kita harus mengambil nyawa orang lain, kita pastinya akan bergeming, kecuali jika sudah sering. Yuna melakukannya tanpa bergeming sedikitpun "Je... Jeent... Katakanlah kepadaku... Apa yang tidak aku... ketahui tentang Pak James?" Tanya Bu Novi. "Apa yang berusaha dibikin oleh Pak James adalah memang suatu agen virtual. Tapi bukan untuk membunuh umat manusia. Melainkan untuk meng-sinkron-kan pikiran manusia, agar bisa mengerti apa maksud dari setiap tindakan yang orang lain lakukan." Kataku. "Darimana kamu tahu itu?" Tanya Bu Novi. "Bu, ingatkah ibu? Waktu kita meeting bareng bertiga dengan Pak James, Pak James pernah nyeletuk bahwa andai seluruh umat manusia bisa hidup dalam keharmonisan. Andaikan ada sesuatu yang bisa membuat kita saling mengerti dan memahami. Dan juga idenya bahwa itu semua bisa diwujudkan dengan agen virtual yang dibuat menggunakan sistem pakar." Kataku. Sedikit penjelasan, sistem pakar adalah suatu program/sistem yang seolah-olah bertindak sebagai pakar dalam ahlinya. Jadi, seolah-olah kita bisa melakukan konsultasi dengan program tersebut mengenai bidang spesifik yang dianut oleh sistem pakar tersebut, misalkan teknologi, kesehatan, makanan, dan lain-lain. "Mungkin Pak James pun sempat terperangkap kedalam kebencian dan kesedihan yang dialaminya akibat pemerintah membunuh istri dan anaknya, well atau lebih tepatnya Myth yang melakukannya." Kataku. "A.. apaa?" Tanya Bu Novi. "Aku tahu, Pak James sudah memulai pembuatan agen virtual untuk kepentingannya idealisme nya. Akan tetapi, pastilah Myth mengetahui hal ini, dan ingin mempekerjakan Pak James, seperti yang berusaha kalian lakukan padaku sekarang. Tentu saja Pak James menolak, akibatnya dia mengalami hal yang sepertinya sama dengan yang akan terjadi padaku jika ternyata ketiga temanku ini tidak menolongku." Kataku. "Tahu darimana... kamu?" Tanya Bu Novi. "Bu. Ibu lah yang paling mengenal Pak James itu seperti apa. Seharusnya ibu mempunyai penglihatan yang lebih dibandingkan denganku, yang hanya mengaguminya." Kataku. Bu Novi sejenak berpikir, dan kemudian memejamkan matanya. "Ja.. jadi aku bergabung dengan organisasi... yang menyebabkan kondisi... Pak James terpuruk." Kata Bu Novi. "Ibu terlalu dibutakan oleh kebencian dan kesedihan akibat kehilangan Pak James." Kataku. "Pak James selalu berpesan kepadaku. Ingatlah untuk selalu mencintai siapapun. Baik orang yang kamu kenal, maupun kamu tidak kenal. Baik sahabatmu, maupun lawanmu. Sayangilah orang-orang yang kamu sayangi, dan doakan selalu lawanmu. Jangan membeda-bedakan orang mengenai siapa yang patut mendapat kasih sayangmu atau tidak. Sekalipun kamu berada dalam kebencian dan kesedihan yang paling dalam, tidak jauh darimu pasti ada kebahagiaan." Kataku. Mendengar itu, Bu Novi tersenyum. Air mata pun mengalir dari kedua matanya. "Ternyata aku memang tidak salah. Kamu memang peninggalan Pak James. Dia memilihmu Jent, bukan aku." Katanya sambil tersenyum puas. "Aku yakin tidak begitu bu." Kataku. "Ya, maksudku. Dari antara pewaris takhta yang ditunjuk olehnya, kamulah yang lebih pantas." Kata Bu Novi. "Hanya faktor beruntung bu. Aku tidak dilanda kesedihan yang sama seperti ibu pada waktu itu." Kataku. "Katakan satu hal Jent. Apakah menurutmu aku akan bertemu dengan Pak James nanti di akhirat?" Tanya Bu Novi. "Aku akan selalu mendoakan ibu, agar ibu dan beliau bahagia di alam sana." Kataku. Mendengar hal itu, Bu Novi kembali tersenyum, senyum bahagia. "Jent, pesanku... masih belum... berubah... Kembalilah dengan selamat dari... Shanghai. Dan juga, jagalah... kawan-kawanmu... Jangan terlalu mendendam kepada istrimu. Ingatlah... bahwa Pak James berkata... didekatmu pastilah ada... kebahagiaan..." Kata Bu Novi. "Akan saya coba, bu." Kataku. "Diana... Sukses lah dalam pekerjaan... dan juga kehidupan cintamu.." Kata Bu Novi. Diana mengangguk dengan pelan. "Abby... jangan terlalu lama di depan... komputer. Makan yang banyak..." Kata Bu Novi. Abby pun juga mengangguk dengan pelan sambil tersenyum. "Fera... selamat... Kamu berhasil menembakku..." Kata Bu Novi sambil tersenyum kepada Fera. "Saat orang yang paling kuat sekalipun lengah, adalah saat dimana ia mau menerkam mangsanya. Aku hanya mengimplementasikan apa yang sudah diajarkan kepadaku." Kata Fera, sambil menoleh kearahku. "Selamat... Fera. Aku senang..." Kata Bu Novi. Fera hanya diam saja. "Yuna... Aku baru... mengenalmu beberapa hari. Tapi kumohon... Jagalah... Jent." Kata Bu Novi. "Pasti bu. Akan kulindungi beliau dengan segenap nyawa saya." Kata Yuna. Terima kasih, Yuna. Aku pun juga akan melindungi kamu dengan nyawaku. "Terima kasih... Jent. So.. long... (sampai... jumpa...)" Kata Bu Novi. Aku tersenyum, dan melambaikan tanganku sebagai salam perpisahan. Setelah itu, Bu Novi tidak bergerak lagi. Aku mencoba memeriksa denyut nadi dan napasnya. Ya, dipastikan Bu Novi sudah pergi. "Terima kasih bu. Tentang segala hal yang telah terjadi, Bu Novi tetaplah seorang figur mentor yang memberiku banyak pengalaman." Kataku sambil mengelus rambutnya dan memberikan penghormatan terakhir. Kulihat Abby, Diana, Fera, dan Yuna pun ikut memberikan penghormatan terakhir. "Sayang, kamu mempunyai teman-teman yang hebat. Aku ingat, kamu memang selalu baik kepada semua orang, tidak peduli siapapun orang itu. Bahkan terhadap orang yang kamu benci sekalipun, kamu berusaha untuk tidak membenci orang itu. Itulah dirimu yang selalu aku kagumi, dan alasan utama kenapa aku jatuh cinta padamu." Kata Erna yang sekarang sudah ada dibelakangku. "Terima kasih, Erna." Kataku. "Lihatlah aku sekarang, aku sudah menyia-nyiakan cintamu yang begitu besar padamu. Dan aku..." Belum sempat Erna selesai bicara, aku mengulurkan telapak tanganku untuk menghentikan pembicaraan ini. "Nanti saja kita bicara." Kataku memotong perkataannya. "Iya." Kata Erna sambil tersenyum. Sama sekali tidak ada kepalsuan dalam senyumnya. Walaupun aku belum mau mengakuinya, tapi aku tahu kini ia sudah berubah dan menyesali kesalahannya. Tiba-tiba aku teringat akan Satyr. Aku langsung berdiri dan mengambil posisi siaga. Kulihat Satyr masih berdiri ditempatnya, belum berpindah sedikitpun. "Relax. My job here is only to bring you here. Killing you in case you managed to escape from Siren's grip is not part of my job. (Tenang. Tugasku hanya membawamu kesini. Membunuhmu seandainya kamu berhasil lolos dari Siren bukan merupakan tugasku.)" Kata Satyr. "Do I suppose to believe that? (Apakah aku harus mempercayainya begitu saja?)" Tanyaku. "I suggest you do. Allthough the choice is up to you. (Aku sarankan sebaiknya kau percaya. Walaupun pilihan tetap ada ditanganmu.)" Kata Satyr. Dari nada bicara, pandangan mata, dan ekspresi wajahnya, aku tahu ia tidak berbohong. "Well, am I a fugitive of Myth now? (Yah, apakah aku buronan Myth sekarang?)" Kataku. "No. Not yet. (Tidak. Belum)" Kata Satyr. "Well, if you excuse me, I shall take my leave then. (Kalau begitu, aku akan pergi sekarang jika boleh.)" Kataku. "Please. (Silakan.)" Kata Satyr sambil mempersilakan kami dengan tangannya. "Ah, by the way, make it fast. This building will explode in five minutes. Well, five minutes is more than enough to escape for someones at your levels. Ah, but I forgot there is one regular person with you, but it should be no problem. (Ah, ngomong-ngomong, cepatlah. Gedung ini akan meledak dalam lima menit. Yah, lima menit sih lebih dari cukup untuk orang-orang selevel kalian. Ah, tapi saya lupa bahwa ada satu orang biasa bersamamu, tapi harusnya tidak menjadi masalah.)" Kata Satyr. "Are you not going to escape? (Apakah kamu tidak mau kabur?)" Tanyaku. "Well, after you. Because I'm waiting for my friend to pick me up. (Kamu duluan saja. Karena aku menunggu temanku untuk menjemputku.)" Kata Satyr. "Oke lah. Mari kita kabur dari sini. Erna, bisa lari?" Tanyaku. Erna hanya mengangguk. Kemudian, kami berenam lari meninggalkan tempat ini. Dalam sekejap saja, kami sudah berada diluar bangunan. Untungnya, speedboat yang digunakan untuk membawa kami masih ada. Tunggu, jangan-jangan bensinnya sudah habis. Yuna naik duluan ke speedboat itu untuk memeriksa speedboatnya. Setelah melihat-lihat, dia mengkonfirmasi bahwa bensinnya masih penuh. Hmmm? Apakah diisi setelah aku dan Yuna memasuki gedung? Tapi siapa yang mengisinya? Yuna menyalakan speedboat itu, dan menjalankannya dengan kami berlima duduk dibelakang. Fera membantu mengompres luka di pundak kiriku dengan kain yang dibasahi dengan air laut. Dari jauh, aku melihat bangunan besar tempat kejadian kami tadi itu rubuh. "Nggak sakit, yang?" Tanya Erna. Aku hanya menggeleng. "Kamu masih benci sama aku ya?" Tanya Erna. "Yah, lumayan. Tapi tidak sebenci yang seharusnya. Entahlah karena apa. Tapi ingat Erna, urusan kita belum selesai." Kataku. "Iya, aku ngerti." Kata Erna. Speedboat yang dikendarai kami sudah ada di tengah lautan, menuju Shanghai dengan bantuan navigasi dari Abby. Aku tidak mengerti bagaimana smartphone miliknya bisa mendapatkan sinyal di tengah lautan begini. Kalau untuk keahlian di bidang IT, Abby ini memang paling sadis. Tiga menit setelah kami hilang dari pandangan Satyr... "Took you so long." Kata Satyr. "Yes. I'm just curious whether you will die or not if you get caught in this building's explosion. (Ya. Aku penasaran apakah kamu akan mati atau tidak jika gedung ini meledak dengan kamu masih didalamnya.)" Jawab seseorang yang berada dibelakang Satyr. "Oh. And what changes your mind? (Oh. Lalu apa yang membuatmu berubah pikiran?)" Kata Satyr. "Well. I have a lot to be asked from you. (Yah, aku punya banyak pertanyaan untukmu.)" Kata orang itu. "So, a questions that need to be asked just save my life, or not. (Jadi, pertanyaan-pertanyaanmu menyelamatkan nyawaku, atau belum tentu juga sih.)" Kata Satyr. "Anyway, it's very unsual for you to be so talkative, Phoenix. (Ngomong-ngomong, sangat tidak biasanya kamu banya bicara begini, Phoenix)" Kata Satyr. "You see it right, the very boss that they were dying to protect? (Kamu melihatnya kan, bos yang mati-matian mereka lindungi?)" Tanya orang yang bernama Phoenix itu. "You don't mean... (Kau tidak bermaksud...)" Kata Satyr. "You're right, Satyr. Eden wants to meet him. (Kamu benar, Satyr. Eden mau bertemu dengannya.)" Kata Phoenix.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD