. “Naya belum kembali?” tanya Naviza. Di tangannya tergenggam tas kain dengan muatan penuh seperti bola tersusun tiga. Dia baru saja kembali dari toko roti di pasar ibukota, meninggalkan Talana seorang diri tetap di tempat pertemuan tidak sengaja mereka—pintu rahasia keluarga. Naviza meminta Naya mengecek perkembangan informasi di dalam rumah melewati pintu yang sama yang dipakai Talana keluar. “Belum,” jawab Talana. Naviza mengambil satu roti yang berbungkus kertas tipis berwarna putih gading, lalu menyerahkannya pada Talana. “Makan,” ucapnya datar. “Mana ada yang bisa makan pada situasi begini, Nav?” tolak Talana dengan nada pelan. “Kau tahu seperti apa penampilanmu sekarang? Pucat seperti mayat hidup. Makan sedikit saja,” ucap Naviza